Mohon tunggu...
Kurniawan Saputra
Kurniawan Saputra Mohon Tunggu... lainnya -

Aku hanya ingin menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kairo Semakin (Tidak) Aman

6 Februari 2011   07:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:51 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum ini saya termasuk orang yang tenang-tenang saja menghadapi krisis ini. Meskipun konflik politik ini masih bergemuruh, saya termasuk orang yang optimis hal itu tak akan berefek negatif terhadap WNI yang masih tinggal di mesir. Toh, kita memang tak punya andil dalam kasus ini.

Selama ini, saya juga sering mendengar suara tembakan di tengah malam. Pernah diinterogasi polisi dan masyarakat karena melanggar jam malam. Menyaksikan para pemuda yang memegang berbagai senjata. Melihat tank-tank di jalan-jalan. Namun semua itu masih saya anggap berada dalam batas kewajaran.

Terhitung semenjak hari ini, sabtu 5 Februari 2011. Mulai banyak kejadian yang menggerikan yang mulai membuat saya pribadi berpikir untuk secepatnya pulang ke tanah air. Apalagi kemarin, jum’at ibu saya akhirnya menelpon setelah sebelumnya komunikasi kami terputus karena koneksi internet dan jaringan telepon yang putus. Yang menyedihkan, ibu saya menangis menanyakan keadaan saya. Meskipun sampai saat ini keadaan saya baik-baik saja, namun saya menjadi semakin mengkhawatirkan kekhawatiran orang tua. Dan saya rasa banyak mahasiswa yang bernasib sama.

Yang lebih meneror ketenangan saya, hari ini banyak tersebar berita penangkapan WNI oleh pihak militer maupun masyarakat yang merupakan masa pro Mubarak. Mereka mulai menjajaki kemungkinan bahwa para ajnabi (warga negara asing) ikut berperan dalam percobaan penggulingan Mubarak ini.

Apalagi saya membaca berita yang seolah membenarkan hal ini. Sekjen PKS Anis Matta pada Jum’at 4 februari kemarin menyatakan bahwa ada sekitar 600 kader PKS yang turut membantu revolusi di mesir. Beberapa situs warta berita menyatakan hal ini, diantranya detik.com, nasional.inilah.com, dan gress.com.

Ada indikasi bahwa keterangan tersebut adalah kesalahan wartawan dalam menafsirkan pernyataan sang Sekjen. Namun hingga kini belum ada konfirmasi dari pihak situs maupun Anis Matta sendiri mengenai hal ini. Yang kita rasakan sekarang adalah efek negati f dari keterangan itu.

Kejadian yang menimpa saudara Bisry Ichwan adalah salah satu contoh. Dia bersama teman-temannya dibawa ke markas militer setelah sebelumnya rumah mereka digeledah. Juga penangkapan diikuti dengan interogasi beberapa Masisir lain (Masyarakat Indonesia Mesir) sepertinya sudah cukup untuk saatnya berkata bulat, Mesir sudah tidak aman bagi warga negara asing.

Sedikit klarifikasi mengenai keterangan Anis Matta, jika yang dimaksud adalah bahwa 600 Kader PKS membantu penyaluran bantuan logistik kepada WNI juga tidak benar sama sekali. Memang di Mesir organisasi pengkaderan Partai yang satu ini tergolong aktif. Bahkan bisa dibilang ekstrim karena  melebihi pusatnya yang sekarang sudah menjadi partai sekuler. Namun penyaluran bantuan logistik dari pemerintah kepada WNI disini dilakukan oleh panitia yang ditunjuk KBRI juga dengan bantuan kekeluargaan. Dan saya katakan bahwa para kader PKS hampir tidak ada yang menjadi relawan.

Apalagi dengan belum turunnya Mubarak dari kursi kepresidenan. Masyarakat yang tergabung dalam masa kontra Mubarak mulai berpikir untuk melakukan tindakan anarkis. Karena dalam aksi damai di dua Jum’at yang telah mereka rancang untuk membuat Mubarak turun dan meninggalkan mesir tak digubris sang presiden. Jum’at Ghadab (Jum’at Kemarahan) dan Jum’at Rohil (Jum’at Kepergian (Mubarak)) berakhir tanpa hasil. Isu yang beredar Jum’at depan akan menjadi puncak kemarahan mereka. Bukan tidak mungkin Jum’at depan Kairo akan menjadi lautan api.

Yang sedikit menenangkan, dalam beberapa percakapannya dengan masisir, bapak Dubes sudah menyatakan akan melakukan evakuasi total terhadap WNI. Setelah sebelumnya beliau terkesan masih enggan untuk itu. Mungkin salah satu sebabnya karena salah satu staff KBRI (Bpk. Mukhlason Jalaluddin) juga menjadi korban penangkapan serta interogasi dari tentara. Plat mobil hijau khas kedutaan sepertinya sudah tak punya power. Kalau sudah begini, siapa yang tak khawatir.

Jika semua sudah sepakat, saatnya beralih kepada proses evakuasi. Sekedar contoh, Malaysia sudah mengevakuasi sebagian besar warganya yang jumlahnya kurang lebih  12 ribuan. Padahal mereka baru memulai evakuasi setelah evakuasi pertama RI. Dengan jumlah WNI yang jauh lebih sedikit (6000an jiwa) seharusnya evakuasi kita lebih cepat dari mereka. Karena hal ini, tak heran banyak masisir yang mempertanyakan keseriusan pemerintah pusat dan KBRI untuk melakukan evakuasi. Jika evakuasi masih berjalan seperti biasa, 1 pesawat yang menampung sekitar 430 jiwa. Butuh setidaknya  11 hari untuk memulangkan seluruh WNI. Apalagi selama ini tidak setiap hari pesawat datang.

Kami mohon lebih serius. Jangan sampai jatuhnya korban menghukum kesalahan penanganan ini.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun