Jakarta, 8 September 2025.
Hari itu, sebuah kabar menyapu negeri dengan cepat: Sri Mulyani resmi diberhentikan dari jabatannya sebagai Menteri Keuangan.
Di warung kopi pinggir jalan, obrolan pun riuh.
“Eh, Sri Mulyani udah dicopot,” ujar Pak Budi, seorang sopir ojek online, sambil menaruh ponselnya di meja.
Sari, penjual nasi uduk, menatap kosong. “Kalau nggak ada dia, gimana nanti harga-harga? Katanya selama ini dia yang bikin anggaran negara tetap waras.”
Ardi, mahasiswa yang kemarin ikut demo, menyahut dengan semangat. “Tapi kan rakyat menuntut perubahan. Orang marah karena pejabat hidup mewah, sementara kita susah. Mungkin inilah awalnya.”
Pak Budi menghela napas. “Perubahan memang perlu, Nak. Tapi jangan sampai kita kehilangan penjaga yang memastikan uang rakyat nggak terbuang sia-sia.”
Di tempat lain, Sri Mulyani membereskan map-map terakhir di ruang kerjanya. Senyum tipis terukir di wajahnya, meski matanya menyimpan lelah. “Angka-angka ini bukan milikku. Mereka milik bangsa ini. Semoga yang datang setelahku mampu menjaganya,” bisiknya sebelum melangkah keluar.
Keesokan harinya, bursa saham merosot. Rupiah bergejolak. Investor gamang. Rakyat biasa mulai merasakan keresahan: apakah harga sembako naik? Apakah listrik bakal makin mahal?
Di warung kopi itu lagi, Sari membaca koran lusuh. “Mungkin kita baru sadar sekarang, ya? Angka-angka yang dijaga Bu Sri itu sebenarnya hidup kita: harga beras, ongkos sekolah, cicilan rumah…”
Pak Budi mengangguk. “Benar. Kita boleh berteriak minta perubahan, tapi jangan lupa: bangsa butuh penjaga. Kalau penjaga itu pergi, kita hanya bisa berharap penggantinya punya hati yang sama kuatnya.”
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI