Mohon tunggu...
Nadia Farah
Nadia Farah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Semoga istiqamah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter tapi Moralitas Tetap Turun? Yuk, Flashback ke Ta'limul Muta'allim

7 April 2021   09:59 Diperbarui: 7 April 2021   10:15 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam menuntut ilmu, hal pertama yang harus tanamkan dalam diri peserta didik adalah niat. Pangkal dari ibadah adalah niat, oleh sebab itu ketika menuntut ilmu peserta didik harus ikhlas belajar dengan tujuan agar mendapat ridha Allah, memusnahkan kejahiliahan, menghidupkan agama, serta melestarikan agama islam. Meskipun begitu, az-Zarnuji tidak melarang peserta didik untuk menuntut ilmu dunia agar mendapat kedudukan, asalkan tujuannya adalah untuk amar ma'ruf nahi munkar, melakukan kebenaran, serta mengakkan agama Allah.

Az-Zarnuji juga memaparkan tentang konsep belajar dan pembelajaran. Belajar dapat dikatakan sebagai tahapan jiwa guna memahami makna suatu hal sebagai upaya untuk membentuk pribadi berakhlakul karimah dengan tujuan mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah agar mendapat keselamatan dunia dan akhirat. Sedangkan untuk pembelajaran, az-Zarnuji lebih mengedepankan prasyarat etika, baik bagi siswa maupun guru. Di mana dalam sebuah pembelajaran, aktivitas-aktivitas yang terjadi haruslah menjunjung etika di samping tetap mengembangkan kreativitas. Suatu pembelajaran akan sukses dan optimal apabila terdapat kesungguhan antara tiga pihak, yakni siswa, guru, dan orang tua.[5] 

Tidak hanya itu, az-Zarnuji juga menjelaskan pentingnya memilih ilmu, guru, teman belajar, serta belajar dengan tekun dalam menuntut ilmu. Terkait ilmu, hendaknya peserta didik mempelajari ilmu yang dibutuhkan dalam urusan agama pada saat itu, barulah ilmu untuk masa yang akan datang. Misalnya, mempelajari ilmu tauhid terlebih dahulu, baru mempelajari ilmu tentang ibadah. Dalam memilih guru, peserta didik harus mencari guru yang 'alim, wara', serta lebih tua. 

Ketika hendak menuntut ilmu atau untuk menyelesaikan apapun, baik adanya jika peserta didik melakukan musyawarah terlebih dahulu dengan orang 'alim sebagaimana nabi Muhammad yang bermusyawarah dengan para sahabat dalam segala urusan. Seperti halnya memilih guru, peserta didik juga harus memilih teman yang sesuai saat menuntut ilmu. Kriteria teman yang baik yakni teman yang tekun belajar, memiliki sifat wara', istiqamah, berakhlak baik, tidak pemalas, sedikit bicara, tidak suka merusak, dan memfitnah.

Kitab Ta'limul Muta'allim memberikan penghormatan tersendiri bagi ilmu dan orang yang 'Alim. Peserta didik tidak akan memperoleh manfaat dari ilmu yang dipelajari jika tidak menghormati ilmu dan gurunya. Beberapa perilaku yang mencerminkan rasa hormat terhadap guru, antara lain menghindari berjalan di depannya, tidak menduduki tempat duduknya, tidak memulai pembicaraan tanpa seizinnya, tidak berbicara di depan guru, tidak mengajukan pertanyaan saat kondisi guru kurang baik, sebisa mungkin menunggu hingga guru keluar (tidak tergesa-gesa mengetuk pintu ketika hendak bertemu). 

Pada intinya, seorang peserta didik harus berupaya memperoleh kerelaan hati guru, menghindari penyebab kemurkaannya, mematuhi perintah dan nasehatnya yang sejalan dengan agama, serta menghormati putra-putri serta kerabat guru. Menyakiti hati guru dapat mengakibatkan ilmu yang susah payah di pelajari peserta didik tidak mendapat berkah. Sedangkan, upaya untuk menghormati ilmu yakni dengan tidak memegang kitab jika tidak dalam kondisi suci, tidak menaruh kitab di tempat yang kurang pantas (di bawah atau di dekat kaki), menghindari meletakkan wadah tinta atau pena di atas kitab, menulis di dalam kitab dengan tulisan yang baik dan mudah dibaca serta tidak memakai tinta merah.

Saat menuntut ilmu, hendaknya peserta didik mendengarkan dengan seksama dan hormat mengenai ilmu dan hikmah, meskipun sudah pernah dipelajari. Peserta didik zaman dahulu selalu menyerahkan persoalan tentang mengajinya kepada guru agar cita-citanya tercapai, tidak seperti zaman sekarang di mana peserta didik dapat memilih pengajiannya sendiri sehingga cita-cita untuk meraih ilmu tidak tercapai. Selain itu, peserta didik juga harus memiliki sifat tawakkal dan wara'. Dalam menuntut ilmu, peserta didik harus berserah diri pada Allah dan tidak mencemaskan mengenai rizki karena Allah akan mencukupkan rezeki bagi orang yang menuntut ilmu. Selain itu, peserta didik juga harus memiliki sifat wara' agar ilmu yang diperoleh bermanfaat. Wara' merupakan upaya meninggalkan segala sesuatu yang hukumnya tidak jelas, baik terkait makanan, minuman, pakaian, maupun hal lainnya.[6]

Cara untuk bersifat wara' dalam menuntut ilmu menurut kitab Ta'limul Muta'allim yakni: 1) menghindari makan banyak (rasa kenyang), banyak tidur, dan banyak bicara; 2) tidak membeli makanan pasar; 3) menghindari ghibah (membicarakan orang lain) dan berkumpul dengan orang yang banyak bicara; 4) menghindari orang yang suka berbuat kerusakan, maksiat, dan suka menganggur; 5) menghadap kiblat; 6) menjaga adab, sopan santun dan tidak meremehkanhal sunnah; serta 7) memiliki sumber (buku) dan peralatan belajar.

Kajian yang terdapat dalam kitab Ta'limul Muta'allim tersebut dapat dijadikan sebagai pedoman untuk menyelesaikan permasalahan terkait menurunnya moral yang telah dibahas sebelumnya. Jika dibandingkan dengan zaman sekarang, peserta didik zaman dahulu bisa dibilang patuh, sopan, serta sangat menjaga etika dalam menuntut ilmu, tidak seperti sekarang yang menganggap bahwa menuntut ilmu hanya untuk menggugurkan kewajiban dari orang tua bahkan hanya untuk bersenang-senang dengan teman. 

Meskipun di sekolah juga t=sudah diterapkan program Penguatan Pendidikan Karakter, namun jika di rumah hal itu juga tidak di biasakan maka akan sia-sia. Oleh karena itu, sesuai dengan teori belajar az-Zarnuji maka harus ada korelasi yang selaras dan saling menguatkan antara siswa, guru dan orang tua dalam proses pembelajaran sehingga ilmu yang diperoleh dapat terserap dengan optimal.

Selain itu, untuk mendukung Program Pendidikan Karakter yang sesuai dengan teori az-Zarnuji, maka hendaknya karakter yang baik hendaknya telah di biasakan sejak kecil di lingkungan keluarga yang selanjutnya akan diperkokoh di sekolah. Memang dalam membentuk suatu karakter, metode yang masih peneliti anggap cocok yakni metode pembiasaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun