Mohon tunggu...
Nazwa Rahmadhany
Nazwa Rahmadhany Mohon Tunggu... Mahasiswa

NIM 43223010128 | Prodi S1 Akuntansi | Fakultas Ekonomi dan Bisnis | Universitas Mercu Buana | Prof. Dr. Apollo M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Teori Akuntansi Pendekatan Hermeneutik Wilhelm Dilthey

14 Oktober 2025   10:00 Diperbarui: 14 Oktober 2025   10:00 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo
Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo

Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo
Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo

PENDAHULUAN

Pemahaman terhadap pelaporan keuangan dan mekanisme pencatatan dalam akuntansi tidak dapat direduksi hanya sebagai proses teknis yang menitikberatkan pada angka-angka dan data statistik semata. Aktivitas akuntansi sesungguhnya mengandung dimensi yang jauh lebih kompleks daripada sekadar perhitungan matematis atau pemrosesan informasi keuangan. Di balik setiap angka yang tersaji dalam laporan keuangan, tersimpan makna, nilai, serta interpretasi yang merefleksikan keputusan, tindakan, dan pengalaman manusia dalam konteks ekonomi dan sosial tertentu. Dengan demikian, angka-angka akuntansi bukanlah sekumpulan simbol netral yang berdiri sendiri, melainkan hasil konstruksi sosial yang mencerminkan interaksi antarindividu, motivasi ekonomi, serta nilai moral yang hidup di masyarakat. Oleh sebab itu, akuntansi perlu dipahami bukan hanya sebagai sistem pengukuran kuantitatif yang bertujuan memberikan representasi objektif terhadap kondisi keuangan, melainkan juga sebagai bentuk komunikasi sosial dan narasi budaya yang menafsirkan dinamika aktivitas ekonomi manusia. Dengan kata lain, akuntansi memiliki peran ganda: selain sebagai instrumen teknis untuk mencatat transaksi secara sistematis, ia juga berfungsi sebagai media interpretatif yang menyingkap realitas sosial, moral, dan kemanusiaan di balik proses ekonomi.

Dalam tataran filsafat ilmu, Wilhelm Dilthey memberikan kontribusi mendalam terhadap cara pandang terhadap ilmu pengetahuan melalui pengembangan teori hermeneutika. Dilthey membedakan dua bentuk dasar pengetahuan: Geisteswissenschaften (ilmu humaniora) dan Naturwissenschaften (ilmu pengetahuan alam). Geisteswissenschaften bertujuan untuk memahami makna dan pengalaman batin manusia melalui proses Verstehen (pemahaman), sementara Naturwissenschaften berorientasi pada penjelasan kausal yang bersifat empiris dan objektif (Erklären). Pembeda ini menunjukkan bahwa fenomena sosial dan kemanusiaan tidak dapat didekati dengan metode yang sama seperti fenomena alam. Pemahaman terhadap tindakan manusia menuntut pendekatan yang bersifat interpretatif, reflektif, dan kontekstual, bukan sekadar pengamatan yang bersifat mekanis dan kuantitatif. Dalam kerangka pemikiran ini, Dilthey menegaskan bahwa pengetahuan sejati tentang manusia harus melibatkan dimensi nilai, pengalaman, dan intensi, karena manusia tidak hanya bereaksi terhadap lingkungan, tetapi juga menafsirkan dan memberi makna terhadap realitas yang dihadapinya.

Keterkaitan pemikiran hermeneutik Dilthey dengan disiplin akuntansi terletak pada kenyataan bahwa akuntansi tidak hanya berurusan dengan penyusunan laporan berbasis angka, melainkan juga dengan makna yang terkandung dalam angka tersebut. Laporan keuangan tidak semata-mata hasil dari proses matematis, tetapi juga cerminan dari keputusan etis, konteks sosial, serta pertimbangan moral yang menyertai setiap tindakan ekonomi. Oleh karena itu, akuntansi dapat dikategorikan sebagai bagian dari Geisteswissenschaften, karena dalam praktiknya melibatkan dimensi historis, sosial, dan moral yang menuntut interpretasi mendalam. Namun, dalam perkembangan modern, praktik akuntansi sering kali direduksi menjadi disiplin teknis yang tunduk pada paradigma positivistik, yang memandang kebenaran hanya dalam batasan yang dapat diukur secara empiris. Dominasi paradigma ini berpotensi menyingkirkan dimensi kemanusiaan dan makna moral dari praktik akuntansi, menjadikannya seolah-olah sejajar dengan ilmu alam yang sepenuhnya bebas nilai. Akibatnya, aspek sosial dan etis dalam akuntansi kerap terabaikan, padahal keduanya merupakan bagian esensial dari hakikat akuntansi sebagai refleksi moral atas aktivitas ekonomi manusia.

Sebagai bentuk kritik terhadap keterbatasan paradigma positivistik, teori akuntansi hermeneutik hadir untuk menawarkan kerangka alternatif yang menekankan pentingnya pemahaman terhadap dimensi makna, interpretasi, dan simbol dalam praktik akuntansi. Pendekatan ini memandang bahwa akuntansi bukan sekadar alat pencatatan transaksi yang bersifat mekanis, tetapi juga sebuah praktik budaya dan sosial yang sarat makna. Dalam perspektif hermeneutik, laporan keuangan dapat dipahami seperti “teks” yang memerlukan penafsiran kontekstual. Setiap angka dalam laporan tersebut merupakan representasi dari keputusan manusia, relasi sosial, dan tanggung jawab etis yang muncul dalam konteks organisasi dan masyarakat. Dengan demikian, teori akuntansi hermeneutik memperluas epistemologi akuntansi dengan mengintegrasikan dimensi moral, historis, dan sosial dalam proses interpretasi atas realitas ekonomi. Ia menggeser pemahaman akuntansi dari paradigma yang bersifat mekanistik menuju paradigma yang lebih reflektif, humanistik, dan bermakna.

Bagian pendahuluan ini menegaskan urgensi penerapan teori akuntansi hermeneutik sebagai respons terhadap keterbatasan pendekatan positivistik yang selama ini mendominasi praktik dan penelitian akuntansi. Hermeneutika membuka peluang bagi pengembangan ilmu akuntansi yang lebih komprehensif dengan menempatkan makna, nilai, dan konteks sosial sebagai pusat pemahaman. Pendekatan ini tidak hanya memperkaya perspektif teoretis, tetapi juga memberikan arah baru bagi praktik akuntansi yang lebih etis, manusiawi, dan kontekstual. Dalam kerangka ini, akuntansi dipahami bukan sekadar sebagai sarana untuk mengukur kinerja ekonomi, tetapi juga sebagai cara untuk memahami tindakan manusia dan tanggung jawab moral di baliknya. Pemikiran Wilhelm Dilthey menjadi fondasi penting dalam pengembangan kerangka ini, khususnya melalui pembedaan antara Verstehen dan Erklären, yang menegaskan bahwa fenomena manusia harus dipahami melalui pemaknaan batiniah, bukan hanya melalui penjelasan kausal yang bersifat mekanistik. Dengan demikian, akuntansi dapat dipandang sebagai praktik sosial yang berfungsi menghubungkan aspek epistemologis (pengetahuan), ontologis (hakikat realitas), dan aksiologis (nilai dan etika) dalam memahami eksistensi manusia di ranah ekonomi. Melalui pemahaman hermeneutik, akuntansi tidak lagi sekadar berbicara tentang angka, melainkan tentang manusia yang menciptakan, menafsirkan, dan memberi makna pada angka-angka tersebut.

Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo
Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo

Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo
Sumber: Modul Kuliah Prof Apollo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun