Mohon tunggu...
Nazlah Humaira
Nazlah Humaira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)

.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kesenjangan Pendidikan di Desa dan Kota (Profesi Guru yang Sama namun Dengan Perjuangan yang Berbeda)

20 Juli 2022   16:28 Diperbarui: 20 Juli 2022   16:34 1199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Banyak kasus satu ruangan digunakan untuk dua kelas bahkan tiga kelas yang berbeda. Seperti sebelah kanan di isi oleh anak kelas 1 lalu di sebelah kiri anak kelas 2 dan di area belakang di isi oleh kelas 3. Sungguh hal ini sangat menyedihkan, bagaimana peserta didik dapat belajar dengan fokus apabila ruang kelasnya pun tidak mendukung ia dalam proses belajar, begitupun dengan gurunya, diwajibkan mengajar langsung 3 kelas dengan kondisi dalam satu ruangan yang sama. 

Selain kesulitan memecah konsentrasi, guru pun wajib memecah fokusnya untuk tetap bisa memberikan pembelajaran pada tiap kelas. Dengan karakter siswa yang beragam tentu membuat hal ini semakin sulit dihadapi. Namun tidak ada jalan keluar lain selain terus berusaha memberikan yang terbaik dan mencoba untuk tetap profesional walaupun dalam kondisi yang memprihatinkan.

Hal ini terjadi di karena kurangnya sarana yang memadai untuk seluruh siswa, namun keadaan ini tidak hanya berhenti disitu, dimana anak-anak yang hadir tidak lebih dari 40%. Kondisi ini terjadi di SDN 191 Ade Irma Suryani yang terletak di pedalaman Kota Jambi. Ketidak hadiran peserta didik ini diakibatkan oleh jauhnya lokasi sekolah dengan rumah. 

Beberapa siswa tinggal di Rimba, sehingga saat bersekolah ia akan tinggal disekitaran sekolah selama satu minggu, lalu pulang dan menetap satu minggu, hingga ia akan ke sekolah lagi di minggu berikutnya. Tentunya ini dikarenakan akses yang kurang memadai dari rumah ke sekolah. Berbagai macam keinginan yang dilontrakan Kepala Sekolah terhadap pihak pemerintahan. Ingin dibangunnya sekolah yang layak, juga dibuatkannya sekolah yang tidak terlalu jauh dari rumah para siswa.

Tentunya hal tersebut tidak semudah harapan, banyak sekali pertimbangan yang perlu dipikirkan, dari siapa yang akan menjadi gurunya apabila dibangun sekolah diarea pedalaman, lalu bagaimana akses untuk mengalokasikan kebutuhan terkait pendidikan hingga kebutuhan lainnya. Namun terus diupayakan agar seluruh masyarakat Indonesia mendapatkan hak dan kewajibannya dalam menempuh pendidikan wajib belajar 12 Tahun di Indonesia.

Selain kesulitan yang disebutkan diatas beberapa kesulitan lainnya ialah pada seragam yang digunakan para siswa. Pada umumnya seragam yang digunakan ialah baju merah putih bagi peserta didik Sekolah Dasar, lalu seragam biru tua untuk Sekolah Menengah Pertama dan yang terakhir berwarna abu-abu untuk tingakatan Sekolah Menengah Atas. Menggunakan atasan berwarna putih serta celana maupun rok berwarna sesuai dengan tingkatan sekolah. Dilengkapi dengan sepatu dan topi yang biasa digunakan untuk kegiatan upacara bendera yang dilaksanakan pada hari Senin maupun hari-hari penting lainnya. Namun beberapa siswa yang terkendala biaya maupun akses, ia terkadang hanya menggunakan baju bebas, dengan atasan kaos juga bawahan yang tidak kalah santainya, atau ada yang menggunakan seragam namun tidak menggunakan sepatu melainkan menggunakan sendal. Namun lebih memprihatinkan lagi beberapa diantaranya juga tidak menggunakan alas kaki sama sekali. Hal ini tentunya sangat memprihatinkan bagaimana ia tetap semangat belajar walaupun kelengkapannya tidak memadai.

Dengan kondisi tersebut, guru juga tidak memberikan hukuman maupun peringatan kepada para siswa, karena memahami kondisi yang ada pada tiap siswa juga mengerti mengapa hal tersebut bisa terjadi. Berbagai hambatan juga rintangan yang sudah dihadapi, tidak sebanding apabila guru memarahinya, semangat dari siswa tersebut membuat guru semakin termotivasi untuk bisa memberikan kinerja terbaiknya dalam mendukung pendidikannya agar lebih baik lagi. Terlebih para guru mencari cara bagaimana agar kebutuhan para siswa dapat terpenuhi, dengan mencari bantuan kepada pihak pemerintahan juga organisasi-organisasi yang peduli akan pendidikan anak dipedalaman.

Usaha ini tentunya membuahkan hasil, beberapa bantuan untuk keperluan sekolah berdatangan juga banyaknya media yang meliput sehingga hal-hal yang sebelumnya dikeluhkan bisa sedikit demi sedikit teratasi dengan bantuan-bantuan yang datang. Namun dengan adanya bantuan ini tidak membuat beberapa orang tua menjadi semangat dan mendukung anaknya untuk mengemban pendidikan, beberapa diantaranya malah meminta anaknya untuk membantu dirinya dalam bekerja, seperti bertani, melaut dan lain sebagainya. Mereka merasa pendidikan tidak begitu penting, karena pada akhirnya hanya akan melanjutkan pekerjaan yang sama dengan dirinya. Hal ini tentunya menjadi tantangan lagi bagi pendidik, untuk bisa meyakinkan para orang tua betapa pentingnya pendidikan bagi masa depan anaknya, tentunya tidak semudah yang dipikirkan, beberapa guru juga terkadang tidak ditanggapi bahkan dimarahi ketika akan memberikan penyuluhan kepada orang tua siswa, namun tidak jarang pula orang tua menjadi mengerti dan menyekolahkan anaknya agar dapat mendapatkan pendidikan yang seharusnya didapatkan anak seusianya.

Setelah kesulitan dalam ruangan belajar, lalu kelengkapan seragam, hingga dukungan dari orang tua, namun ada satu lagi yang masih menjadi suatu keresahan bagi para guru dan siswa yang berada di daerah desa pedalaman ialah kurikulum. Kurikulum dibentuk untuk kemajuan mutu pendidikan juga disesuaikan dengan kondisi pada masa kini. Namun pada kenyatannya hal ini belum bisa diterapkan di beberapa daerah terdalam, seperti adanya ketentuan untuk ujian secara online, bahkan beberapa tahun lalu ditetapkan adanya ujian bertaraf nasional yang dilaksanakan dengan basis online. 

Tentunya hal ini kembali menjadi hambatan bagi sekolah yang berada didaerah pedalaman, sinyal yang tidak sampai, bahkan kesulitan dalam listrik yang teraliri di daerahnya. Belum lagi dengan alat pendukung lainnya, seperti komputer, laptop juga koneksi internet. Tujuan dari adanya pembaharuan kurikulum tentunya ialah agar pendidikan Indonesia semakin merata dan semakin modern, namun hal ini tidak serta merta dapat dilaksanakan di seluruh sekolah yang ada di Indonesia, dengan kondisi wilayah Indonesia yang luas, terdiri dari berbagai pulau yang tersebar dari Sumatera hingga Papua membuat pemerataan pendidikan tidak semudah harapannya. 

Perlu adanya pembiasaan serta bantuan khusus bagi sekolah di wilayah yang tidak teraliri koneksi internet maupun listrik untuk bisa dibenahi secara perlahan agar bisa sama-sama menggunakan kurikulum terbaru demi kebaikan para siswanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun