Jakarta -- Adanya ancaman lingkungan yang kita hadapi saat ini, sebagai remaja yang memiliki intelektual seharusnya kita sudah lebih sadar dan konsern atas permasalahan lingkungan yang terjadi khususnya perubahan iklim karena perubahan iklim ini dapat membawa ancaman yang besar, tidak hanya kepada manusia namun juga berbagai organisme lain.
Mahasiswa FISIP Uhamka pada mata kuliah Jurnalisme Lingkungan telah mengadakan webinar mengenai Remaja dan Perubahan Iklim pada 7 Juli 2022. Webinar tersebut menghadirkan dua narasumber hebat yaitu ibu Dr. Ica Wulansari S. Ip., M. Si. dosen HI Universitas Paramadina dan Pengkaji Isu Sosial-Ekologi, serta ibu Rosita Istiawan Pendiri Hutan Organik Megamendung.
Dalam kesempatan itu ibu Ica menjelaskan bahwa terdapat banyak hal yang mempengaruhi perubahan iklim, yaitu teknologi, struktur ekonomi politik, serta kehidupan urban. Dan bu Ica juga menjelaskan bahwa banyak aktivis muda yang menyuarakan isu perubahan iklim. Hal yang melatarbelakangi aktivis muda menyuarakan itu karena adanya kecemasan akan masa depan, mengalami dampak dan krisis kerusakan lingkungan, serta menuntut keadilan.
Literasi perubahan iklim merupakan proses pemahaman dan kesadaran mengenai fenomena perubahan iklim, dampak perubahan iklim, pihak-pihak rentan yang terdampak perubahan iklim, dan mekanisme untuk membangun peluang beradaptasi menghadapi perubahan iklim.
Adaptasi menghadapi perubahan iklim menjadi sebuah keseharusan seperti menyadari bahwa saat ini kita hidup berdampingan dengan krisis, adaptasi berarti belajar dan bertransformasi, serta
menghargai keragaman. Apakah semua orang mampu beradaptasi? Tidak, apabila adaptasi membutuhkan biaya, pengetahuan, teknologi, dan infrastruktur.
Lalu pada narasumber berikutnya yaitu ibu Rosita, beliau merupakan pendiri Hutan Organik Megamendung. Hutan organik yang beliau dirikan merupakan salah satu bentuk nyata merawat bumi. Dalam tenggat waktu 3 tahun, hutan yang beliau dirikan sudah mulai lebat dan terlihat banyak sekali perubahan yang terjadi. Mulai dari tanah seluas 20 meter saat ini sudah mencapai 30 hektar tanah perhutanan yang beliau dan keluarga dirikan.
Teknik menanam yang beliau lakukan itu seperti tumpang sari kepada tanaman lain. Dalam perawatan hutannya juga tidak menggunakan campuran bahan-bahan kimia, semua organik dan
steril dari bahan kimia.
Hutan yang didirikan oleh bu Rosita tidak ada sama sekali campur tangan pemerintah sekitar.
Beliau menjelaskan bahwa keluarganya sangat mempertahankan hutan tersebut, baik dari property hingga calo tanah yang ingin membeli hutannya dengan harga yang sangat tinggi untuk membangun resort dan villa.