Mohon tunggu...
nazhafia fawadhila
nazhafia fawadhila Mohon Tunggu... Mahasiswa

READING

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar sebagai Proses Memahami, Bukan Seledar Mengingat

7 Oktober 2025   10:50 Diperbarui: 7 Oktober 2025   10:50 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan tidak hanya berbicara tentang bagaimana pengetahuan dipindahkan dari guru kepada peserta didik, tetapi juga tentang bagaimana proses mental dan emosional terbentuk dalam diri manusia saat belajar. Proses belajar yang menekankan hafalan semata telah lama dipandang tidak lagi relevan dengan kebutuhan abad ini. Dunia yang terus berubah menuntut individu untuk mampu memahami, menafsirkan, dan menerapkan ilmu dalam konteks yang nyata. Oleh karena itu, arah pendidikan masa kini harus menekankan pembelajaran yang mendalam, yang dikenal dengan istilah deep learning dalam ranah pendidikan.

Pendekatan pembelajaran mendalam ini berfokus pada bagaimana peserta didik dapat mengaitkan pengetahuan baru dengan pengalaman yang telah dimilikinya. Konsep ini didukung oleh teori meaningful learning yang dikemukakan oleh David Ausubel, yang menegaskan bahwa pemahaman akan terbentuk ketika peserta didik menghubungkan informasi baru dengan struktur pengetahuan yang sudah ada dalam pikirannya. Belajar tidak hanya sebatas menyerap informasi, tetapi menata ulang cara berpikir agar pengetahuan menjadi milik diri sendiri. Dengan demikian, keberhasilan pendidikan tidak lagi diukur dari seberapa banyak siswa mengingat, melainkan sejauh mana ia mampu memahami makna dari apa yang dipelajarinya.

Selain bermakna, pembelajaran juga perlu dijalankan dengan kesadaran penuh atau mindful learning. Menurut Ellen Langer, belajar yang disertai kesadaran memungkinkan peserta didik menyadari apa yang sedang ia pelajari dan mengapa hal itu penting baginya. Pembelajaran yang dilakukan dengan kesadaran tidak bersifat mekanis, tetapi reflektif, sehingga siswa tidak hanya menjadi penerima informasi melainkan juga pengolah makna. Kesadaran dalam belajar menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, karena individu diajak untuk menilai dan menafsirkan pengetahuan secara aktif.

Suasana emosional dalam proses pembelajaran juga memiliki peran penting. Konsep joyful learning atau pembelajaran yang menyenangkan menunjukkan bahwa ketika individu belajar dalam suasana yang aman dan positif, daya serap pengetahuan meningkat secara signifikan. Penelitian Budhiarti, Mytra, dan Slow (2025) dalam Jurnal Pedagogi dan Inovasi Pendidikan menjelaskan bahwa suasana belajar yang menyenangkan mampu menumbuhkan motivasi intrinsik serta mendorong rasa ingin tahu alami pada peserta didik. Pembelajaran yang menyenangkan bukan berarti bermain tanpa arah, tetapi menciptakan lingkungan yang membuat siswa merasa dihargai, bebas berpendapat, dan berani mencoba hal baru.

Dalam konteks perkembangan anak, pembelajaran mendalam memiliki landasan psikologis yang kuat. Teori Jean Piaget tentang perkembangan kognitif menyebutkan bahwa anak belajar efektif ketika mereka berinteraksi langsung dengan lingkungannya. Anak pada tahap operasional konkret membutuhkan pengalaman nyata untuk memahami konsep abstrak. Oleh karena itu, kegiatan belajar yang mengajak anak mengamati, bereksperimen, dan menarik kesimpulan menjadi penting dalam membangun pemahaman jangka panjang. Lev Vygotsky menambahkan bahwa perkembangan kognitif anak akan optimal melalui interaksi sosial dan bimbingan dari orang dewasa yang lebih kompeten. Prinsip inilah yang menegaskan bahwa guru berperan sebagai fasilitator, bukan semata penyampai informasi.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia masih cenderung berorientasi pada hafalan. Abdullah dan Yahya (2025) dalam jurnal Transformasi menyoroti bahwa pola pengajaran tradisional sering kali membuat siswa pasif dan sulit menghubungkan pelajaran dengan kehidupan nyata. Pembelajaran semacam ini hanya menumbuhkan kemampuan kognitif dasar tanpa mendorong refleksi dan kreativitas. Akibatnya, peserta didik mampu menjawab soal dengan benar, tetapi kesulitan menerapkan konsep tersebut dalam konteks kehidupan sehari-hari. Masalah ini menjadi cerminan bahwa pendidikan masih menilai hasil, bukan proses.

Upaya memperkuat pembelajaran mendalam dapat dimulai dari perubahan cara pandang guru terhadap proses belajar. Guru tidak lagi berperan sebagai satu-satunya sumber pengetahuan, melainkan sebagai pengarah dan penuntun agar peserta didik menemukan pengetahuannya sendiri. Fauziati (2025) menekankan bahwa dalam deep learning, guru perlu menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa bereksplorasi, berdialog, dan melakukan refleksi diri terhadap apa yang mereka pelajari. Pembelajaran berbasis proyek dan diskusi kelompok menjadi salah satu cara efektif untuk membangun keterlibatan aktif siswa dalam menemukan makna pembelajaran.

Selain itu, pendekatan deep learning juga sejalan dengan arah kebijakan pendidikan tahun 2025 yang menekankan delapan dimensi profil lulusan. Dimensi tersebut mencakup pengembangan kemampuan berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, adaptasi, dan kesadaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Tujuan akhirnya bukan hanya menciptakan individu yang cerdas secara intelektual, tetapi juga berkarakter reflektif, empatik, dan berintegritas. Pembelajaran yang mendalam menjadi jembatan untuk mewujudkan tujuan tersebut karena menempatkan proses berpikir dan perasaan manusia sebagai inti dari pendidikan.

Penerapan pembelajaran mendalam juga menjadi jawaban atas tuntutan abad ke-21 yang menuntut kemampuan berpikir tingkat tinggi. Ketika siswa belajar memahami konsep daripada sekadar mengingat, mereka terbiasa berpikir analitis dan reflektif. Hal ini memungkinkan mereka untuk memecahkan masalah baru secara kreatif dan tidak hanya mengandalkan hafalan yang cepat usang. Pembelajaran semacam ini juga mendorong peserta didik untuk memiliki kemandirian belajar, karena mereka belajar tidak untuk ujian, tetapi untuk kehidupan yang terus berubah.

Tantangan dalam menerapkan pendekatan ini memang tidak ringan. Banyak guru masih terikat oleh beban administratif, waktu belajar yang terbatas, serta tekanan hasil akademik. Namun perubahan tidak harus besar untuk memiliki dampak. Setiap langkah kecil, seperti memberi ruang bagi siswa untuk bertanya atau merenungkan apa yang telah dipelajari, adalah bentuk nyata penerapan deep learning. Dalam jangka panjang, perubahan kecil ini dapat membangun budaya belajar yang lebih sadar dan bermakna di sekolah.

Pendidikan sejatinya adalah proses memanusiakan manusia. Belajar bukan sekadar menambah pengetahuan, melainkan memahami kehidupan. Hafalan tetap memiliki tempatnya, tetapi tidak cukup untuk menjawab tantangan zaman yang menuntut pemahaman mendalam dan kebijaksanaan dalam bertindak. Pembelajaran mendalam memberi arah baru bagi pendidikan yang lebih manusiawi, di mana siswa tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga sadar terhadap makna dari setiap proses belajar yang dijalaninya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun