Media dan Framing Berita
Sayangnya, framing di media sering lebih menyorot "halte terbakar" ketimbang tuntutan demo. Padahal, yang paling penting adalah aspirasi rakyat tentang keadilan, kesejahteraan, dan kebijakan DPR.
Kita harus sadar bahwa opini publik bisa digiring hanya dengan satu headline "Pendemo Anarkis, Halte Dibakar." Narasi ini langsung menutupi perjuangan rakyat yang sebenarnya damai.
Fitnah yang Menyakitkan
Sebagai rakyat, saya merasa fitnah ini sangat menyakitkan. Bayangkan: rakyat sudah lelah, berjuang, menghadapi gas air mata, bahkan ada korban luka. Tapi masih harus dituduh sebagai "perusuh" gara-gara ulah segelintir provokator yang disusupkan.
Apakah adil? Tentu tidak. Kata maaf pun tidak akan cukup untuk menghapus rasa sakit ini. Apalagi ketika pejabat yang seharusnya mendengar suara rakyat justru diam seribu bahasa.
Jika pola ini terus dibiarkan, rakyat bisa kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah maupun media. Karena kebenaran yang nyata di lapangan dipelintir hanya demi kepentingan politik.
Maka dari kita harus berhati-hati, Jangan Mau Diadu!
Kita tidak boleh terprovokasi. Demo adalah hak rakyat, bagian dari demokrasi. Jangan biarkan narasi pembakaran halte memecah belah perjuangan. Fokus pada tujuan utama yaitu menyampaikan aspirasi dan menolak ketidakadilan.
Ingatlah, sejarah sudah membuktikan di tahun 1998 dan tahun 2020, hingga kini 2025, selalu ada pihak yang menunggangi demo dengan aksi provokatif. Maka mari tetap cerdas, jangan mudah termakan fitnah, dan jangan sampai kita diadu rakyat lawan rakyat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI