Mohon tunggu...
Nazwa Adawiyah Safitri
Nazwa Adawiyah Safitri Mohon Tunggu... Mahasiswa Sosiologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Seorang yang mencintai kata ✒️, senang menulis tentang kisah hidup, isu sosial politik, dan pengalaman yang membentuk karakter.✨

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

FOMO dan Budaya Ikut-ikutan: Ketika Takut Ketinggalan Jadi Gaya Hidup

19 Juli 2025   19:33 Diperbarui: 19 Juli 2025   19:33 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi wanita berbelanja barang karena FOMO. Sumber: Desain pribadi dengan Aplikasi Canva.

Pernah nggak sih kamu tiba-tiba pengen beli sesuatu cuma karena "semua orang" lagi bahas itu di TikTok? Atau ngerasa aneh sendiri kalau belum coba tempat makan yang lagi viral? Kalau iya, kamu nggak sendirian. Itulah yang disebut FOMO (Fear of Missing Out) rasa takut ketinggalan trend, momen, atau pengalaman yang sedang ramai dibicarakan orang lain.

Kenapa Kita Bisa Gampang FOMO?

Alasannya sederhana tapi juga kuat, manusia itu makhluk sosial. Kita ingin merasa "terhubung" dan nggak mau jadi orang yang "nggak update." Apalagi di era media sosial, di mana apa yang viral hari ini bisa muncul di beranda kita berkali-kali hanya dalam hitungan jam. Semakin sering kita lihat sesuatu, semakin muncul rasa penasaran: "Apa iya sebagus itu?"

Satu orang review makanan: "menarik nih".
Tiga orang review: bikin mikir.
Sepuluh orang review: "Oke, kayaknya aku harus coba."

Dan saat kita akhirnya beli atau coba, kadang bukan karena benar-benar butuh, tapi karena takut jadi satu-satunya yang belum ikut ngerasain.

Viral = Bagus

Masalahnya, nggak semua yang viral itu bagus atau benar. Banyak yang ikut-ikutan beli sesuatu karena "katanya enak" atau "katanya worth it," padahal kenyataannya biasa aja, atau bahkan zonk. Tapi karena udah terlanjur beli, kita merasa sayang buat ngaku kecewa. Inilah jebakan psikologis FOMO: kita lebih takut ketinggalan daripada kecewa.
 
Contohnya? Makanan yang biasa banget tapi rame gara-gara konten aesthetic. Skincare yang belum tentu cocok tapi dibeli karena semua orang pakai. Atau tren gaya hidup yang tampaknya keren, tapi justru bikin stres karena nggak sesuai realitas kita.

Peran Media Sosial: Pencipta dan Penyebar FOMO

Media sosial mempercepat penyebaran FOMO. Ketika kita melihat orang lain "lebih dulu" menikmati sesuatu, muncul dorongan dalam diri: aku juga harus punya, aku juga harus coba. Yang kita lihat cuma puncaknya hasil akhir yang bagus, editan yang rapi, atau ekspresi puas. Tapi kita nggak pernah tahu prosesnya, perjuangannya, atau bahkan kekecewaannya.

Kita hidup di zaman di mana validasi datang dari story dan postingan. Dan sayangnya, sering kali kita lebih takut nggak eksis daripada nggak realistis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun