Mohon tunggu...
naylasyah
naylasyah Mohon Tunggu... Mahasiswa UIN Jakarta

Berdialog lintas perspektif

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dakwah Politik al-Ghazali: Simbiosis Agama dan Kekuasaan

7 Juni 2025   10:47 Diperbarui: 7 Juni 2025   10:47 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Imam al-Ghazali dikenal bukan hanya sebagai tokoh sufi dan ahli fikih, tetapi juga sebagai pemikir politik Islam klasik yang memiliki pengaruh besar dalam dinamika kekuasaan pada masa Dinasti Abbasiyah dan Saljuk. Ia bukan sekadar cendekiawan yang menjauh dari dunia, melainkan terlibat langsung dalam urusan pemerintahan.

Pemikiran Politik yang Realis dan Simbiosis

Berbeda dari pemikir seperti al-Farabi yang lebih idealis, al-Ghazali memilih pendekatan realis. Ia melihat bahwa hubungan antara agama dan kekuasaan tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, ia mengembangkan model simbiosis antara pemimpin agama (khalifah Abbasiyah) dan pemegang kekuasaan militer (Saljuk). Tujuannya adalah menjaga stabilitas negara dan mencegah anarki.

Salah satu konsep penting yang dikembangkan al-Ghazali adalah "teori maslahat", yang melarang pemberontakan terhadap penguasa demi menjaga ketertiban. Bagi al-Ghazali, tirani lebih baik daripada kekacauan. Hal ini tercermin dalam ucapannya, "Keteraturan agama tidak akan tercapai tanpa keberesan dunia."

Kritik dan Peran Nyata dalam Pemerintahan

Al-Ghazali aktif menulis kritik dan nasihat politik melalui karya seperti Nasihat al-Muluk dan Letters of al-Ghazali. Dalam karya-karya ini, ia memberi panduan kepada para penguasa dengan pendekatan praktis dan realistis.

Peran al-Ghazali dalam mendukung khalifah muda al-Mustazhir menjadi bukti komitmennya pada stabilitas negara, meskipun ia harus mengabaikan syarat ideal seorang khalifah menurut para ulama lain seperti al-Mawardi dan al-Juwayni. Sikap ini sempat menuai kritik karena dianggap terlalu kompromistis.

Menembus Mitos Tradisionalisme

Pemikiran politik al-Ghazali juga membantah anggapan bahwa ia hanyalah ahli tasawuf yang menjauhi politik. Justru, ia memainkan peran strategis dalam kekuasaan dan pengelolaan negara, menjadikannya salah satu tokoh yang patut diperhitungkan sejajar dengan pemikir politik dari dunia Barat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun