Mohon tunggu...
Nawanisyah Maura Laudya H
Nawanisyah Maura Laudya H Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Aktif Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menyulut Perubahan Positif: Kunci Sukses Peran Penyuluhan Parsipatif sebagai Pengendalian Tingkat Tawuran Remaja

2 April 2024   12:57 Diperbarui: 2 April 2024   13:01 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Masa remaja biasanya dianggap sebagai masa yang indah, menyenangkan namun penuh permasalahan. Secara psikologis masa remaja dianggap sebagai masa transisi (peralihan). Biasanya pada siswa sekolah menengah atas yang memiliki rentang usia 15-18 tahun, antara dewasa dan anak-anak. Masa remaja disebut juga Sturmund Drang, artinya masa dimana terdapat ketegangan emosi yang tinggi, disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam keadaan fisik yang terjadi pada waktu ini. Pada posisi ini remaja menjadi tidak stabil, agresif, sensitif, dan timbul konflik antara berbagai sikap dan nilai, ketegangan emosional serta cepat mengambil tindakan yang ekstrem.

Umumnya remaja juga kurang memiliki pengendalian diri, karena tidak kuat dalam mengontrol diri dan melampiaskan semua keinginan dengan berbagai cara tanpa memikirkan apakah perilaku tersebut menyimpang. Manifestasi emosi yang sering muncul pada remaja ini lah yang dapat menimbulkan kenakalan. Salah satu ekspresi kenakalan remaja tersebut adalah tawuran. Hal ini membuat remaja ingin mencoba banyak hal-hal yang lebih beresiko karena mereka sedang mencari jati dirinya. Di Indonesia angka tawuran menunjukkan jumlah yang cukup tinggi terutama di kota besar, bahkan setiap tahun cenderung mengalami peningkatan. Biasanya alasan-alasan yang muncul dari para siswa yang terlibat perkelahian bernada klise dan kadang hanya masalah sepele saja, seperti membela teman, didahului, solidaritas, membela diri, atau dendam.

Tawuran sendiri merupakan kegiatan yang dilakukan secara berkelompok dalam bentuk perkelahian massal yang dapat membahayakan bagi remaja dan lingkungan sosial. Bahkan tidak sedikit perilaku kenakalan remaja yang sudah termasuk dalam Tindakan kriminalitas dan berakhir dengan hukum. Sehingga pergaulannya membuat suram masa depan remaja sebagai penerus bangsa. Melihat fenomena yang terjadi pada remaja, maka bagaimanapun bentuk kenakalan remaja akan merugikan bagi diri sendiri, orang tua, dan masyarakat. Maka, adanya penanggulangan kenakalan remaja sudah menjadi tanggung jawab bersama. Karena itu, sedini mungkin perlu diupayakan penanggulangan terhadap kenakalan tersebut.

Intervensi yang ditawarkan dalam artikel ini, merupakan salah satu bentuk program kesehatan mental. Program kesehatan mental tidaklah hanya mengurangi orang-orang yang secara umum terindikasi atau berisiko tinggi terhadap gangguan atau tidak hanya ditujukan untuk mengurangi individu yang dalam pandangan orang disebut "gila" atau dalam istilah ilmu psikologisny disebut schizophrenia. Tetapi, secara universal program kesehatan mental jaug melebihi hal tersebut. Selain untuk masyarakat yang dalam risiko tinggi, juga dapat diaplikasikan bagi masyarakat yang perlu bantuan lain termasuk pengembangan kapasitas atau kekuatan, kemampuan dan keahlian, atau pengurangan hambatan, gangguan, gejala, serta berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat. Termasuk pelajar yang terlibat tawuran.

Program kesehatan mental sebagai solusi dalam penanganan tawuran antar pelajar. Jika ditinjau dari sasaran dan permasalahannya, maka yang paling tepat adalah program kesehatan mental yang tergolong program pencegahan atau prevensi. Dalam pengertan yang luas, prevensi dapat didefinisikan sebagai upaya yang secara sengaja dilakukan untuk mencegah terjadinya suatu gangguan kerusakan, atau kerugian bagi seseorang atau masyarakat. Prevensi kesehatan mental dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu prevensi primer (sasaran masyarakat yang dalam kelompok risiko), sekunder (kelompok masyarakat yang sedang mengalami suatu gangguan) dan tersier (masyarakat yang ada di institusi dan dilakukan proses sosialisasi). Keseluruhan usaha pencegahan ini sasarannya dan pendekatannya adalah komunitas. Dengan demikian, prevensi yang paling tepat untuk menangani tawuran antar pelajar adalah prevensi primer, yaitu upaya pencegahan untuk mengurangi insiden (kejadian) gangguan mental dengan segala jenisnya.

Secara komprehensif Conyne menegaskan bahwa prevensi primer atau universal ini, berupa kegiatan (1) proaktif, berbasis pada populasi (masyarakat); (2) mencakup mengantisipasi gangguan yang potensial untuk suatu populasi yang berada dalam risiko; (3) mengenal fakta sebelum intervensi diberikan; (4) secara langsung mengurangi insiden suatu gangguan melalui pengurangan situasi atau iklim yang membahayakan, yang memberikan kontribusi pada gangguan itu; (5) meningkatkan kekuatan emosional pada masyarakat sasaran yang berada dalam risiko; (6) anggota masyarakat sasaran memperoleh proteksi dan menjadi lebih kompeten.  Caranva bisa melalui dua hal seperti dikemukakan Notosocdirjo dan Latipun yang telah dijelaskan di atas, yaitu memodifikasi lingkungan dan memperkuat kapasitas individu atau masyarakat.

Modifikasi lingkungan berarti mengubah, memperbaiki atau menghilangkan lingkungan fisik-biologis maupun psikososial yang mengganggu dan dapat berakibat kurang baik, atau yang memicu terjadinya tawuran. Sedangkan memperkuat kapasitas individu/kelompok, berarti memberikan berbagai bentuk pendidikan dan bimbingan, keterampilan dan aktivitas positif, serta berbagai bimbingan, seperti konseling keluarga dan mengajarkan serta membimbing mengatasi atau mengurangi kesulitan-kesulitan psikososial dalam kehidupan sehari-hari. Hal-hal yang dapat dilakukan dalam rangka pencegahan tawuran sebagai wujud dari implementasi kedua bentuk penanganan tersebut, antara lain:

  • Pihak pemerintah melalui Dinas Pendidikan menetapkan berbagai kebijakan yang dapat mengakomodasi penangan secara komprehensif. Seperti yang pernah dilakukan pada tahun 2002 sampai 2005, memberikan instruksi kepada seluruh sekolah khususnya SLTA agar tiap-tiap sekolah siswanya mengikuti kegiatan kesiswaan dengan sistem mentoring.
  • Pihak sekolah melalui guru BK dibantu elemen sekolah lainnya bekerja sama dengan orang tua bisa mulai mengidentifikasi siswa-siswa yang berisiko tawuran, memberikan pendidikan moral, menjadi sosok teladan dan inspiratif, memberikan perhatian dan motivasi untuk para remaja yang sejatinya sedang mencari jati diri, memfasilitasi para pelajar untuk menuangkan bakat dan minatnya, dan dengan membentuk kelompok fasilitator teman sebaya.
  • Pihak orang tua diharapkan dapat memberikan perhatian dan motivasi yang cukup kepada remaja, dengan bersikap terbuka.

Teknisnya adalah kerjasama dengan mengundang orang tua atau wali murid secara berkala, mungkin tiga bulan sekalu untuk memberikan sosialiasi tentang peran keluarga terhadap perkembangan anaknya. Agar orang tua memahami bagaimana memperlakukan anaknya yang menginjak remaja, dengan memperhatikan pola pengasuhan yang tepat serta dukuang sosial dan perhatian yang cukup. Di samping itu, semoga kejadian-kejadian tawuran antar pelajar ini tidak semakin bertambah, sehingga pelajar menjadi lebih focus pada pendidikannya untuk tumbuh dan berkembang demi masa depannya kelak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun