Mohon tunggu...
Navinda AmaliaPutri
Navinda AmaliaPutri Mohon Tunggu... Mahasiswa - College Student

18 years old

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Luka Secuil Perguruan Tinggi yang Tak terlihat

1 Januari 2022   22:00 Diperbarui: 1 Januari 2022   22:03 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Lubang hitam ibaratkan jurang paling kelam dalam dunia pendidikan di Indonesia. Banyak pemasalahan yang menyandung sistem pendidikan terutama yang terjadi pada perguruan tinggi di kota besar. Seperti belakangan ini, informasi beredar melalui forum besar media sosial tentang kasus pelecehan seksual yang menggeret nama besar beberapa kampus ternama di Indonesia. Hal ini dapat menurunkan tingkat sistem pendidikan jika tidak segera ditangani. Salah satu kasus yang sempat ramai dibahas baru-baru ini dalam platform media sosial adalah pelaporan salah satu mahasiswi dari Universitas di Riau atas tindakan pelecehan yang dilakukan oleh dekannya sendiri. Menurut pengakuan korban, ia mengalami tindakan pelecehan yang terjadi saat bimbingan skripsi diruangan dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, ia juga mengatakan bahwa dirinya di intimidasi dan ditekan untuk membungkam mulutnya. Bahkan ada beberapa pihak yang masih berusaha untuk melindungi pelaku. Korban mengalami trauma dan ketakutan terdalam atas kejadian yang dialaminya. Setelah kasus itu muncul dipermukaan publik, mulai timbul beberapa kasus yang serupa dialami oleh beberapa oknum mahasiswi di universitas lain, mereka mulai berani untuk menyuarakan hal buruk yang telah ditutupi selama ini. Tindakan bodoh yang dilakukan oleh oknum dosen. 

Hal ini terjadi pada salah satu Universitas di Sumatera, salah satu korban mengaku bahwa telah mendapatkan perilaku kurang ajar dari dosennya. Tetapi perilaku tidak senonoh itu malah justru ditolak mentah-mentah oleh sang pelaku. Justru nasib malang menimpa korban sekali lagi, ia malah dicoret dari daftar mahasiswa yang menghadiri acara yudisium dengan alasan bahwa korban memiliki masalah dibagian administratif kampus. Kampus di Indonesia bisa dikatakan begitu kacau. 

Di luar sana mungkin masih banyak korban yang selalu menutup mulutnya rapat-rapat atas sebuah kata perlindungan seperti "Demi menjaga nama baik kampus". Masih banyak beberapa kasus serupa yang menyangkut beberapa Universitas ternama lainnya di Indonesia. Banyak juga dari pihak Universitas yang malah tidak mengusut tuntas tentang hal yang tidak seharusnya didapatkan para mahasiswinya. Kasus pelecehan di kampus banyak yang tidak terungkap bahkan cenderung menutupi karena tak sedikit dari pelaku yang memilih bungkam, dan tak sedikit dari korban yang masih ketakutan untuk berbicara yang sebenarnya. Tindak pelecehan seksual tidak pandang bulu, baik siapa yang berisiko menjadi korban maupun siapa yang menjadi pelaku. 

Tindak pelecehan dan kekerasan seksual yang dikutuk dari berbagai pihak ini, tidak hanya terjadi di zona-zona rawan, tetapi juga dalam lingkup lembaga pendidikan, yang seharusnya sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadaban. Untungnya, dalam rangka menangani makin maraknya kasus pelecehan seksual di lembaga pendidikan tinggi, belum lama ini telah dikeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021, tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Aturan yang sudah diteken oleh Menteri Nadiem Makarim pada 31 Agustus 2021 itu berlaku mulai tanggal 3 September 2021. Dalam Permendikbudristek No 30/2021 ini, selain diatur perihal ancaman sanksi bagi pelaku tindak pelecehan seksual, juga diatur upaya pendampingan, perlindungan, dan pemulihan bagi korban yang mengalami tindak pelecehan seksual di lingkungan PT (Perguruan Tinggi). Bagi sang pelaku tindak pelecehan seksual di PT, mereka tidak hanya terancam dikenai sanksi administratif, tetapi juga sanksi berupa pemecatan atau pemberhentian tetap. Meskipun sudah dikeluarkan, ternyata hal itu sempat menjadi sesuatu pro dan kontra dikalangan kampus. 

Disisi lain, aturan tersebut dinilai sangat progresif dalam hal pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang berperspektif korban, salah satunya karena mengatur soal consent atau persetujuan. Serta dalam pasal 5 menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan. Jika elemen pemerintah sudah mengeluarkan statement untuk menangani kasus gelap didunia pendidikan khususnya dalam lingkup perguruan tinggi, maka lembaga-lembaga seperti Universitas yang ada di Indonesia juga harus ikut turut tangan dalam mendukung penanganan ini. Tidak hanya bungkam, berlindung dibalik demi nama baik kampus dan menutup telinga akan teriakan para korban yang tidak pernah tersampaikan. Ini bukan luka kecil, melainkan borok besar dalam dunia pendidikan. 

Sangat memalukan dimana seharusnya Perguruan Tinggi dijadikan tempat mengenyam, mengolah, mengembangkan pola pikir anak-anak muda penerus bangsa justru berbalik arah menjadi tempat menjijikkan, penuh kotoran didalamnya. Melindungi, mengayomi, mendengarkan sudah menjadi keharusan suatu akademika terhadap peserta ajarnya. Borok itu harus diobati dan dibenahi agar tidak terulang dan semakin mengakar menjangkau kemana-mana. Banyak suara yang masih dibungkam, apabila sampai terdengar maka katanya akan menjadi boomerang kotor yang akan membumi hanguskan nama baik kampus. Tidak peduli dengan nama baik kampus, bila kehormatan terenggut oleh orang berkedok pengetahuan bukanlah sesuatu yang harus dimaklumi. 


Diam tidak bisa menjadi suatu solusi, ini bukan luka kecil dalam perguruan tinggi. Hal ini tidak boleh dibiarkan, akan menyelewengkan peran dan makna semboyan dan pelanggaran terhadap pancasila sebagai dasar negara. Sebagai wadah pengembangan masa depan, perlu ditanamkan di setiap Universitas bahwa harus menjamin setiap hak dan kewajiban peserta didiknya. 

Sebenarnya, jika ditelaah lebih dalam, lubang hitam dalam pendidikan di Indonesia itu masih banyak sekali. Tapi akhir-akhir ini yang sering terjadi adalah tindakan kotor yang dilakukan oleh orang dalam akademika sendiri. Lembaga pendidikan harus lebih selektif dan lebih cepat tanggap bila hal ini terulang lagi. Hanya dengan menutupi dan membungkam tidak akan cukup membuat bangsa ini akan waras kedepannya. Perjalanan masih panjang, pancasila dan semboyan harus dijaga dengan baik agar tidak terkotori lagi dengan hal seperti itu. Di samping itu, para generasi milenial atau gen z harus turut ikut serta untuk mencegah hal-hal yang tidak baik dalam sistem pendidikan di Indonesia, karena mereka adalah penerus bangsa, peran mereka akan sangat menentukan masa depan bangsa ini akan seperti apa.

Referensi :                                                                                                               

1. https://amp.kontan.co.id/news/tuai-pro-kontra-ini-poin-poin-penting-permendikbud-ristek-no30-tahun-2021-1

2. https://nasional.tempo.co/read/1537859/deretan-kasus-dugaan-pelecehan-seksual-di-kampus

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun