Seolah-olah setiap orang harus jadi versi terbaik setiap saat, punya pencapaian mengesankan, kisah inspiratif, dan tampilan menawan. Kita terpacu untuk tampil hebat, tak hanya di dunia nyata, tetapi juga di dunia maya.
Namun, bagaimana dengan orang-orang yang hidupnya biasa-biasa saja? Yang tidak viral, tidak punya ribuan followers, tidak pernah masuk berita, dan tak punya pencapaian gemilang? Apakah mereka kalah? Gagal? Tidak berarti?
Jawabannya: tidak. Sama sekali tidak.
Budaya "Hebat" yang Melelahkan
Kita hidup dalam budaya "lebih": harus lebih sukses, lebih kaya, lebih pintar, lebih menarik, lebih cepat. Tapi budaya ini sering kali menempatkan orang pada tekanan yang tidak sehat. Mereka yang merasa hidupnya biasa jadi minder. Mereka merasa tidak cukup. Padahal, sebagian besar orang memang hidup dalam kebiasaan. Dan itu bukan aib---itu adalah kenyataan yang indah.
Setiap orang tidak harus menjadi luar biasa. Dunia ini tidak berjalan hanya karena keberadaan orang-orang hebat. Dunia berjalan karena banyak orang biasa bekerja dengan sepenuh hati dalam kesunyian.
Petani yang menanam padi, guru yang mengajar di desa, tukang becak yang tetap ramah, ibu rumah tangga yang setia merawat rumah, sopir angkot yang mengantar pulang anak sekolah---mereka semua bukan headline, tapi mereka adalah fondasi.
Menjadi Biasa Bukan Berarti Tidak Bahagia
Banyak orang mengira bahwa hanya dengan pencapaian besar seseorang bisa bahagia. Tapi kenyataannya, kebahagiaan justru sering ditemukan dalam hal-hal yang sangat sederhana: makan bersama keluarga, bercanda dengan teman, membaca buku favorit, atau tidur nyenyak setelah hari panjang.
Kebahagiaan sejati tidak selalu datang dari prestasi, tapi dari penerimaan. Penerimaan terhadap siapa diri kita, di mana kita berada, dan apa yang kita miliki saat ini.
Kita tidak perlu menunggu validasi dunia untuk merasa berharga. Kita tidak perlu pengakuan orang lain untuk merasa cukup. Karena yang sejatinya paling penting adalah: apakah kita hidup dengan jujur dan tulus?