Mohon tunggu...
Naura Tsabita Muzaiyin
Naura Tsabita Muzaiyin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara, Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Melihat Lebih Dekat Kebijakan Publik di Genggaman Srikandi Bangsa

21 Mei 2024   12:19 Diperbarui: 25 Mei 2024   15:02 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Dalam Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 Ayat 2 dijelaskan bahwa Indonesia merupakan negara demokratis yang harus memberikan persamaan hak bagi seluruh warga negara tanpa memandang suku, ras, dan gender. Salah satunya terlihat dalam aspek politik, di mana perempuan diberikan ruang untuk turut berpartisipasi dalam kancah politik. Contohnya Presiden RI ke-5, Megawati Soekarnoputri; Menteri Keuangan, Sri Mulyani; Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi; dan Krisdayanti, mantan anggota DPR RI Komisi IX. Ditambah lagi, saat ini telah ditetapkan kuota sebesar 30% keterwakilan perempuan di Pemilu sebagai upaya yang dilakukan untuk mengurangi dominasi laki-laki di pemerintahan. Dapat kita lihat, hasil Pemilu 2019 menetapkan sebanyak 120 perempuan atau sebesar 20,8% dari keseluruhan calon legislatif, berhasil menduduki kursi di DPR. Peran perempuan di pemerintahan sangat penting untuk mewakilkan aspirasi perempuan yang terkadang masih kurang didengar. Salah satu politikus perempuan yang telah memberi perkembangan positif dalam partisipasinya di pemerintahan yakni Khofifah Indar Prawansa.

Khofifah Indar Prawansa atau yang kerap disapa Khofifah merupakan mantan gubernur Jawa Timur, dua kali menjabat sebagai menteri yakni Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Indonesia (1999-2001) dan Menteri Sosial (2014-2018), serta beberapa kali menjadi anggota DPR RI. Sebagai Menteri Sosial, Khofifah menjalankan Program Keluarga Harapan (PKH), Program Indonesia Pintar (PIP), rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas dan lansia, serta memberikan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT). Sedangkan saat menjadi gubernur, ia memiliki enam tujuan utama yakni peningkatan produktivitas sektor pertanian dan kelautan, peningkatan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, pemberdayaan usaha kecil, pelestarian lingkungan hidup, serta penurunan angka kemiskinan. Semua upaya dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat Jawa Timur tersebut tertuang dalam sembilan misi utama atau yang disebut program Nawa Bhakti Satya.

Sementara itu, apabila kita bandingkan dengan mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, regulasi dan program yang dijalankan kurang lebih sama yakni sama-sama bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari aspek ekonomi, sosial, dan politik. Gebrakan yang dibuat RK di antaranya yakni program desa digital yaitu program untuk menghubungkan desa-desa di Jawa Barat dengan teknologi informasi, pengembangan infrastruktur seperti membangun jalan tol, serta pemberdayaan usaha kecil dan menengah dengan pemberian modal, pelatihan, serta bantuan dalam promosi produk.

Menurut saya, jika dikaitkan dengan teori kepemimpinan, kesukesan Khofifah dan Ridwan Kamil terlihat dari pendekatan sifat dengan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan Khofifah merakyat dan mudah berbaur dengan masyarakat. Sikap politik Khofifah cenderung tenang, tidak terburu-buru, serta senantiasa menghargai dan menghormati masukan yang ia terima. Sosok Khofifah mampu menginspirasi banyak kalangan, terutama kaum perempuan. Sementara itu, Kang Emil, begitu sapaan akrabnya, dikenal sebagai sosok yang responsif, proaktif, inovatif, kreatif, adaptif, transformatif, tegas, dan disiplin sehingga disegani oleh masyarakat Jawa Barat. Kang Emil berhasil menjadi seorang pemimpin yang baik dalam memotivasi dan mengarahkan generasi muda untuk terjun ke dunia pemerintahan.

Maka, dari hasil perbandingan antara kebijakan publik yang dibuat oleh gender yang berbeda, menurut saya kebijakan publik yang dibuat oleh perempuan dan laki-laki memiliki beberapa kesamaan yaitu tingkat keefektifan yang sama, aspek pembangunan yang sama, dan tujuan akhir yang sama yakni untuk pembangunan sosial dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Namun, terdapat sedikit perbedaan pada perspektif, pendekatan, dan prioritas yang dimiliki. Pembuat kebijakan perempuan terkadang memberi fokus yang lebih besar pada isu-isu sosial yang berkaitan dengan kesetaraan gender, kesejahteraan sosial, dan pemberdayaan perempuan. Kebijakan yang dibuat oleh perempuan cenderung memperhatikan kesejahteraan anak dan keluarga. Misalnya, Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non-Tunai yang dibentuk oleh Khofifah Indar Prawansa yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin.

Hasil penelitian dan pengamatan menunjukkan bahwa perbedaan-perbedaan ini dapat muncul sebagai hasil dari berbagai faktor sosial, budaya, dan individual. Perempuan cenderung membawa perspektif yang lebih inklusif, empatik, dan kolaboratif, sementara laki-laki mungkin lebih mengedepankan pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum. Namun, penting untuk dicatat bahwa ini adalah generalisasi dan terdapat banyak perbedaan sikap individual di dalamnya. Perbedaan ini juga dipengaruhi oleh konteks sosial, budaya, dan politik di lingkungan tempat mereka bekerja. Oleh karena itu, memahami perbedaan ini dapat membantu dalam menciptakan kebijakan publik yang lebih responsif dan tepat sasaran dalam memenuhi kebutuhan masyarakat luas.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun