Mohon tunggu...
Naura Fadhilah Dhaniya
Naura Fadhilah Dhaniya Mohon Tunggu... Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Bengkulu

Saya adalah seorang mahasiswi Fakultas Hukum yang memiliki minat besar dalam dunia literasi dan analisis hukum. Hobi saya menulis dan membaca telah membantu saya mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan mendalam, terutama dalam membedah berbagai persoalan hukum. Ketertarikan saya pada kajian kasus mendorong saya untuk terus belajar, menggali sudut pandang, dan memahami dinamika hukum dari berbagai perspektif.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jokowi Baru Akui Beri Izin Tom Lembong, Publik: Mengapa Setelah Bebas?

14 Agustus 2025   14:05 Diperbarui: 14 Agustus 2025   14:05 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Presiden ketujuh Republik Indonesia, Joko Widodo, mengakui bahwa kebijakan impor gula yang dilakukan oleh mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, merupakan hasil keputusan dan perintah langsung darinya. Pernyataan tersebut disampaikan Jokowi sebagai bentuk tanggapan atas pernyataan Tom Lembong sebelumnya, yang menyebut bahwa langkah impor itu diambil atas dasar instruksi Presiden dalam rangka meredam lonjakan harga gula di pasar domestik.
Jokowi menegaskan bahwa dalam sistem pemerintahan yang ia pimpin, seluruh kebijakan strategis yang berkaitan dengan kepentingan publik terutama di sektor pangan, tidak mungkin dijalankan tanpa restu dan arahan dari kepala negara. Dalam hal ini, impor gula merupakan bagian dari langkah intervensi negara untuk mengendalikan harga dan menjaga stabilitas pasokan di tengah kondisi yang saat itu dinilai memerlukan tindakan cepat.

"Yang namanya negara, seluruh kebijakan itu dari Presiden," ujar Jokowi di kediamannya, Solo, Jawa Tengah, Kamis. Kalimat singkat namun sarat makna itu menjadi semacam pengakuan politik bahwa otoritas tertinggi dalam pengambilan keputusan berada di tangannya, dan bahwa para menteri hanya menjalankan mandat yang diberikan sesuai arahan.

Pengakuan ini muncul di tengah sorotan publik terhadap proses hukum yang sempat menjerat Tom Lembong. Ia sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam perkara dugaan korupsi impor gula, sebelum akhirnya dinyatakan bebas karena tidak ditemukan cukup bukti. Pernyataan Jokowi ini lantas menimbulkan pertanyaan di masyarakat, mengapa klarifikasi ini baru disampaikan setelah proses hukum terhadap Tom Lembong rampung?
Momen pengakuan tersebut dinilai penting, namun juga menimbulkan refleksi lebih luas mengenai koordinasi kebijakan di tingkat pemerintahan, serta perlindungan terhadap para pelaksana kebijakan yang menjalankan perintah resmi negara. Dalam konteks ini, publik bertanya-tanya apakah keterlambatan pengakuan tersebut telah berdampak pada persepsi publik maupun tekanan yang harus dihadapi Tom Lembong selama proses hukum berlangsung.

Namun demikian, Presiden Jokowi juga menegaskan bahwa peran presiden dalam kebijakan publik bersifat makro dan strategis. Ia menyampaikan bahwa meskipun keputusan untuk mengimpor gula berada dalam lingkup kebijakan nasional yang ditetapkan oleh kepala negara, pelaksanaan teknis di lapangan tetap menjadi tanggung jawab kementerian terkait.

"Siapapun presidennya, teknisnya ada di kementerian," ujar Jokowi menekankan.

Pernyataan ini menyoroti adanya pembagian peran yang jelas antara perumus kebijakan di tingkat pusat dan pelaksana teknis di tingkat kementerian. Jokowi tampaknya ingin menekankan bahwa tanggung jawab presiden adalah menentukan arah kebijakan secara umum, sementara rincian pelaksanaannya, seperti waktu impor, volume, hingga mekanisme distribusi adalah bagian dari kewenangan dan tugas kementerian teknis, dalam hal ini Kementerian Perdagangan.
Dengan menyampaikan hal tersebut, Presiden seolah hendak menyeimbangkan posisi, di satu sisi mengakui bahwa kebijakan impor gula tidak terjadi tanpa restu dari dirinya, namun di sisi lain mengingatkan bahwa pelaksanaan di lapangan tetap berada di bawah kendali para pejabat pelaksana. Penegasan ini juga membuka ruang tafsir baru mengenai batas tanggung jawab antara perintah politik dan pelaksanaan administratif, terutama ketika kebijakan tersebut berujung pada konsekuensi hukum bagi pejabat yang melaksanakannya.

Namun yang menjadi pertanyaan mendasar di tengah publik saat ini adalah, mengapa pernyataan ini baru disampaikan setelah semuanya selesai? Mengapa Presiden baru mengakui perannya setelah Tom Lembong dibebaskan dan diberikan abolisi?
Pertanyaan ini mengemuka bukan semata-mata untuk menggugat, melainkan untuk memahami dinamika di balik proses pengambilan kebijakan dan tanggung jawab politik di level tertinggi pemerintahan. Apakah memang ada pertimbangan khusus yang membuat Presiden memilih untuk diam selama proses hukum berjalan?

Publik tentu berhak bertanya, jika memang sejak awal kebijakan ini datang dari Presiden, mengapa klarifikasi tersebut tidak disampaikan ketika Tom Lembong mulai diperiksa? Mengapa tidak muncul saat ia mulai disudutkan opini publik, atau bahkan ketika status tersangka ditetapkan? Apakah ini sekadar soal waktu komunikasi, atau justru mencerminkan ketidaksinkronan antara lembaga eksekutif dan penegak hukum?

Pertanyaan-pertanyaan ini tidak ditujukan untuk menyudutkan, melainkan untuk mendorong hadirnya tata kelola pemerintahan yang lebih terbuka, transparan, dan melindungi para pelaksana kebijakan dari risiko kriminalisasi ketika mereka bekerja berdasarkan perintah resmi negara. Sebab dalam iklim demokrasi, kejelasan posisi dan waktu penyampaian pernyataan adalah bagian penting dari akuntabilitas publik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun