Negara Indonesia tidak semata-mata timbul menjadi sebuah negara demokrasi. Demokrasi sendiri merupakan sebuah sistem pemerintahan yang memberikan kekuasaan kepada rakyat dalam menentukan kebijakan negara melalui pemilihan umum. Praktik demokrasi mengalami perkembangan dalam tiga masa, yaitu Masa Republik Indonesia I, Masa Republik Indonesia II, dan Masa Republik Indonesia III.Â
Dalam Masa Republik Indonesia I, menonjol peran parlemen serta partai-partai yang pada masa itu dinamai demokrasi parlementer. Pada Masa Republik Indonesia II merupakan masa demokrasi terpimpin dimana sistem demokrasinya menempatkan segala kebijakan atau keputusan berpusat pada pemimpin negara.Â
Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi yang dianut negara Indonesia saat ini bersamaan dengan Masa Republik Indonesia III yang diawali dengan adanya perubahan UUD 1945 dengan menonjolkan kebebasan berpolitik yang lebih nyata dan penguatan sistem presidensial.Â
Dalam negara demokrasi, terdapat dua komponen utama yang memainkan peran penting, yaitu partai politik dan civil society (masyarakat sipil). Namun, muncul perdebatan mengenai mana yang lebih perlu diperkuat dalam memperkuat demokrasi: partai politik atau civil society?
Menurut Miriam Budiarjo, partai politik merupakan suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara konstitusional guna melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka.Â
Partai politik juga merupakan wadah bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam proses politik dan alat bagi rakyat dalam menjalankan kedaulatan rakyat. Mereka menjadi jembatan antara keinginan rakyat dengan kebijakan publik. Partai politik dapat mengkoordinasikan berbagai aspirasi masyarakat dan membentuk wadah politik yang mencerminkan kepentingan rakyat.Â
Tanpa adanya partai politik tidak akan ada demokrasi karena dalam negara demokratis, kompromi-kompromi politik harus diletakkan dalam lingkup konstitusional (kelembagaan) demokratis secara konstitusional dan dengan menguatkan partai politik, demokrasi dapat berjalan secara lebih terstruktur dan efisien. Namun, perlu diingat bahwa partai politik tidak selalu mewakili kepentingan rakyat secara optimal.Â
Terkadang, partai politik terjebak dalam permainan kekuasaan dan tidak mampu memperjuangkan kepentingan rakyat secara menyeluruh. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan kepercayaan publik terhadap partai politik dan berpotensi merusak demokrasi itu sendiri.
Di sisi lain, civil society, negara, dan demokrasi merupakan tiga elemen yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan dalam membicarakan kehidupan politik dalam suatu negara. Civil society atau masyarakat sipil diharapkan menjadi penyeimbang kekuasaan negara serta menjembatani antara negara dan masyarakat.Â
Menurut Alagappa, civil society merupakan variabel kunci yang menjelaskan liberalisasi politik dan transisi menuju demokrasi serta perkembangan dari civil society menjadi prasyarat dari konsolidasi demokrasi). Civil society sendiri merupakan kelompok-kelompok masyarakat yang berperan dalam mengawasi pemerintah, memperjuangkan hak asasi manusia, dan mempromosikan partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan.Â
Mereka dapat menjadi kontrol sosial yang efektif terhadap tindakan pemerintah yang korup atau tidak sesuai dengan kepentingan publik. Dengan memperkuat civil society, demokrasi menjadi lebih transparan dan akuntabel. Civil society juga memberikan kesempatan bagi individu-individu untuk bersatu dan memperjuangkan kepentingan bersama tanpa harus melalui partai politik. Gerakan sosial seperti gerakan lingkungan, hak asasi manusia, atau isu-isu gender dapat berkembang secara mandiri dan memberikan sumbangan yang signifikan terhadap perbaikan sosial dalam suatu negara demokrasi.