Mohon tunggu...
Naufaridho Adifa
Naufaridho Adifa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Apakah Thrifting Merusak UMKM Lokal dan Menyebabkan Penumpukan Limbah Tekstil?

21 Maret 2023   11:45 Diperbarui: 21 Maret 2023   11:47 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di era modern seperti sekarang ini, masyarakat semakin sadar akan pentingnya menjaga lingkungan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan meminimalisir penggunaan barang baru dan memanfaatkan barang bekas. Hal ini kemudian mendorong munculnya gerakan thrifting, yaitu membeli barang bekas atau secondhand. Namun, belakangan ini terdapat isu mengenai larangan thrifting di Indonesia yang cukup kontroversial.

Thrifting adalah kegiatan membeli dan menjual barang bekas dengan harga yang lebih terjangkau. Thrifting atau membeli barang bekas memang bukan hal baru. Praktik ini telah dilakukan oleh masyarakat sejak lama, terutama di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa. Kegiatan ini mulai populer di Indonesia beberapa tahun terakhir, terutama di kalangan anak muda. Thrifting dianggap sebagai cara yang ramah lingkungan dan ekonomis dalam berbelanja, karena dapat mengurangi sampah dan meminimalkan pengeluaran untuk barang-barang yang sebenarnya masih layak pakai.

Namun, di sisi lain, terdapat pandangan bahwa membeli barang bekas justru dapat merugikan industri fashion dan juga ekonomi nasional. Beberapa pihak mengklaim bahwa thrifting dapat mengurangi permintaan terhadap produk fashion baru, sehingga membuat industri fashion semakin sulit berkembang. Selain itu, banyak barang bekas yang diimpor dari luar negeri, sehingga mengurangi potensi pengembangan industri fashion lokal. Oleh karena itu, terdapat wacana untuk melarang praktik thrifting di Indonesia.

Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mengambil keputusan terkait larangan thrifting di Indonesia. Pertama-tama, penting untuk mempertimbangkan dampak lingkungan dari praktik thrifting. Memanfaatkan barang bekas memang dapat membantu mengurangi limbah dan emisi, namun perlu diingat bahwa tidak semua barang bekas aman bagi lingkungan dan kesehatan. Beberapa barang bekas yang dijual di Indonesia tidak memenuhi standar kebersihan dan kesehatan. 

Dalam beberapa kasus, barang bekas tersebut mengandung bahan kimia berbahaya dan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit. Pihak yang mendukung larangan thrifting berargumen bahwa praktik ini dapat merugikan ekonomi nasional. Mereka mengklaim bahwa membeli barang bekas dapat mengurangi permintaan terhadap produk fashion baru, sehingga membuat industri fashion semakin sulit berkembang. Selain itu, banyak barang bekas yang diimpor dari luar negeri, sehingga mengurangi potensi pengembangan industri fashion lokal.

Selain itu, pihak yang mendukung larangan thrifting juga berpendapat bahwa membeli barang bekas dapat memicu peredaran barang ilegal. Ada beberapa kasus di mana barang bekas yang diimpor dari luar negeri ternyata mengandung bahan berbahaya atau tidak memenuhi standar kesehatan dan keamanan. Jika tidak diatur dengan baik, praktik thrifting bisa saja menjadi pintu masuk bagi peredaran barang-barang ilegal di Indonesia.


Namun, pelarangan thrifting akan memberikan dampak negatif bagi masyarakat, khususnya bagi mereka yang memiliki keterbatasan ekonomi. Thrifting dianggap sebagai alternatif yang murah dan terjangkau bagi mereka yang tidak mampu membeli barang baru. Selain itu, thrifting juga dianggap sebagai cara yang lebih ramah lingkungan dalam berbelanja barang. 

Terdapat beberapa pandangan yang menentang larangan thrifting. Mereka berpendapat bahwa membeli barang bekas merupakan cara yang lebih ramah lingkungan dan juga bisa menghemat pengeluaran. Selain itu, praktik thrifting juga bisa menjadi alternatif bagi masyarakat yang ingin tampil modis namun tidak memiliki banyak uang.

Selain itu, pihak yang menentang larangan thrifting juga mengklaim bahwa industri fashion tidak akan terlalu terpengaruh oleh praktik thrifting. Mereka berpendapat bahwa konsumen yang membeli barang bekas biasanya memiliki alasan tersendiri, seperti ingin tampil unik atau memilih barang yang tidak lagi diproduksi oleh industri fashion. Oleh karena itu, praktik thrifting tidak akan mengurangi permintaan terhadap produk fashion baru secara signifikan.

Pihak yang menentang larangan thrifting juga menganggap bahwa praktik ini dapat membantu mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif di Indonesia. Dengan membeli barang bekas, masyarakat dapat memperluas pasar bagi produk-produk kreatif dan inovatif yang dihasilkan oleh pengrajin lokal. Hal ini tentu saja dapat membantu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan bagi mereka.

Dampak pelarangan thrifting

Industri fashion memang penting bagi perekonomian Indonesia, namun perlu diingat bahwa tidak semua masyarakat mampu membeli produk fashion baru. Dengan adanya praktik thrifting, masyarakat yang memiliki keterbatasan finansial masih dapat memperoleh barang-barang berkualitas dengan harga yang terjangkau. Oleh karena itu, perlu ada kebijakan yang mampu menyeimbangkan antara kepentingan industri fashion dan kepentingan konsumen.

Larangan thrifting dapat berdampak pada kegiatan ekonomi masyarakat yang bergantung pada praktik thrifting, seperti pedagang barang bekas dan komunitas pecinta thrifting. Oleh karena itu, perlu ada pendekatan yang lebih inklusif dan partisipatif dalam mengatasi masalah limbah, yang mempertimbangkan kepentingan masyarakat dan mengambil solusi yang tepat dan berkelanjutan.

Dampak sosial dari larangan thrifting juga harus diperhatikan. Praktik thrifting telah menjadi bagian dari budaya dan gaya hidup beberapa komunitas di Indonesia, terutama di kalangan anak muda. Melarang praktik ini dapat membuat mereka merasa tidak dihargai dan diabaikan oleh pemerintah. Oleh karena itu, perlu ada pendekatan yang lebih dalam mengatasi isu ini. 

Dalam menghadapi isu larangan thrifting di Indonesia, perlu ada pendekatan yang holistik dan terintegrasi. Pemerintah perlu berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk industri fashion, konsumen, dan komunitas pecinta thrifting, untuk mencari solusi yang tepat. 

Beberapa opsi yang dapat dipertimbangkan adalah mengatur regulasi yang memastikan keamanan dan kualitas barang bekas, mempromosikan industri fashion lokal yang ramah lingkungan, dan memberikan insentif bagi masyarakat yang membeli produk lokal. Dengan pendekatan yang tepat, larangan thrifting di Indonesia dapat dihindari tanpa mengorbankan kepentingan lingkungan, ekonomi, dan sosial.

Peran media dalam membentuk opini dan persepsi masyarakat mengenai praktik thrifting sangat penting. Media memiliki kekuatan yang besar dalam membentuk citra dan pandangan masyarakat terhadap suatu hal. Oleh karena itu, media perlu memainkan peran yang lebih bertanggung jawab dan adil dalam memberikan informasi mengenai praktik thrifting.

Faktor sosial dan budaya yang mempengaruhi praktik thrifting di Indonesia harus diperhatikan. Praktik thrifting bukan hanya sekadar membeli barang bekas, namun juga mencerminkan nilai-nilai sosial dan budaya tertentu, seperti kreativitas, keberlanjutan, dan kebebasan berekspresi. Oleh karena itu, perlu ada pendekatan yang lebih sensitif dan memperhatikan konteks sosial dan budaya dalam mengatasi isu larangan thrifting di Indonesia. Perlu juga ada peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam menjaga lingkungan. 

Memanfaatkan barang bekas memang merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengurangi limbah dan emisi, namun perlu diingat bahwa penggunaan barang bekas juga memiliki risiko tersendiri. Oleh karena itu, perlu ada edukasi yang lebih intensif mengenai manfaat dan risiko dari praktik thrifting bagi lingkungan.

Teknologi juga berperan penting dalam mengatasi isu ini. Teknologi dapat digunakan untuk mengoptimalkan proses produksi dan pengelolaan limbah, sehingga dapat membantu mengurangi dampak lingkungan dari industri fashion. Selain itu, teknologi juga dapat digunakan untuk mengembangkan platform dan aplikasi digital yang memudahkan konsumen dalam mencari dan membeli produk fashion lokal yang ramah lingkungan. 

Perlu juga diperhatikan aspek hukum dalam mengatasi isu larangan thrifting di Indonesia. Pemerintah perlu mengatur regulasi yang jelas dan tegas terkait praktik thrifting, yang memastikan keamanan dan kualitas barang bekas yang dijual di pasar. Regulasi ini juga perlu mempertimbangkan aspek ekonomi dan sosial, sehingga tidak merugikan kepentingan konsumen dan komunitas pecinta thrifting.

Peningkatan kesadaran dan partisipasi industri fashion dalam menjaga lingkungan. Industri fashion perlu menyadari dampak lingkungan dari proses produksi dan pengelolaan limbah, dan berkomitmen untuk mengurangi dampak tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadopsi praktik-produksi yang ramah lingkungan, seperti pemanfaatan bahan-bahan daur ulang dan penggunaan teknologi yang lebih efisien. 

Salah satunya adalah peran pendidikan dalam meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya menjaga lingkungan. Pendidikan lingkungan dan keberlanjutan dapat diajarkan di sekolah-sekolah dan universitas, sehingga generasi muda dapat memahami dampak lingkungan dari praktik konsumsi mereka dan menjadi agen perubahan yang lebih bertanggung jawab.

Peran pemerintah dalam menciptakan kebijakan yang mendukung praktik konsumsi yang ramah lingkungan. Pemerintah dapat memberikan insentif dan fasilitas bagi industri fashion yang berkomitmen untuk memproduksi produk yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Selain itu, pemerintah juga dapat memberikan insentif bagi konsumen yang memilih produk lokal dan ramah lingkungan. 

Selain itu, perlu juga ada pendekatan yang lebih kreatif dalam mengatasi isu larangan thrifting di Indonesia. Salah satunya adalah dengan mengembangkan program-program sosial dan bisnis yang memanfaatkan barang bekas untuk menciptakan produk-produk yang bernilai jual tinggi. Program seperti ini dapat membantu mengurangi limbah dan emisi, sambil menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.

Selain opsi yang telah disebutkan sebelumnya, ada beberapa hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam menghadapi isu larangan thrifting di Indonesia. Pertama-tama, perlu ada edukasi yang lebih intensif mengenai manfaat dan risiko dari praktik thrifting bagi lingkungan, ekonomi, dan sosial. Edukasi ini dapat diadakan secara online maupun offline, dan dapat melibatkan berbagai pihak, seperti pemerintah, industri fashion, komunitas pecinta thrifting, dan media.

Perlu juga ada peningkatan kualitas dan kuantitas produk lokal yang ramah lingkungan dan inovatif. Hal ini dapat membantu meningkatkan daya tarik dan nilai jual produk lokal, sehingga konsumen lebih memilih produk lokal daripada produk impor atau barang bekas. Pemerintah dapat memberikan insentif dan dukungan bagi para pengusaha lokal untuk memproduksi barang-barang berkualitas dan ramah lingkungan, sehingga masyarakat lebih tertarik untuk membeli produk lokal.

Selain itu, perlu juga ada kerjasama antara pemerintah, industri fashion, dan komunitas pecinta thrifting untuk mengatur regulasi yang memastikan keamanan dan kualitas barang bekas yang dijual di pasar. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan sertifikasi dan pemeriksaan kualitas secara berkala, serta menindak tegas penjual barang bekas yang tidak memenuhi standar kesehatan dan keamanan.

Keterkaitan Thrifting dengan Limbah Tekstil

Salah satu dampak positif dari thrifting adalah mengurangi jumlah limbah tekstil yang dihasilkan. Di Indonesia, limbah tekstil menjadi salah satu jenis limbah yang sulit diolah dan masih menjadi masalah lingkungan. Thrifting dapat mengurangi jumlah limbah tekstil yang dihasilkan, karena barang-barang bekas yang masih layak pakai dapat digunakan kembali.

Namun, di sisi lain, thrifting juga dapat meningkatkan jumlah limbah tekstil yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena sebagian besar barang bekas yang tidak terjual akan menjadi limbah textile. Dalam beberapa kasus, limbah tekstil tersebut dibuang ke tempat pembuangan akhir tanpa melalui proses pengolahan yang benar, sehingga dapat mengganggu lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Selain itu, thrifting juga dapat mempengaruhi industri tekstil dalam hal penggunaan bahan baku. Penggunaan bahan baku yang lebih ramah lingkungan menjadi penting bagi industri tekstil untuk mengurangi dampak negatifnya terhadap lingkungan. Namun, thrifting dapat mengurangi permintaan terhadap produk tekstil yang ramah lingkungan, sehingga industri tekstil dapat kehilangan insentif untuk mengembangkan produk yang lebih ramah lingkungan.

Kegiatan thrifting memang dapat membantu mengurangi jumlah limbah tekstil yang dihasilkan dari produksi barang baru, namun juga dapat menciptakan masalah limbah tekstil baru. Banyak orang yang membeli barang bekas dengan niat untuk memperoleh potongan harga, tanpa mempertimbangkan kualitas atau kegunaan barang tersebut. Akibatnya, barang-barang tersebut seringkali digunakan hanya untuk jangka waktu yang singkat atau bahkan tidak pernah digunakan sama sekali, sehingga akhirnya dibuang ke tempat pembuangan sampah.

Limbah tekstil akibat thrifting sangat tidak ramah lingkungan, terutama karena banyak dari barang bekas tersebut terbuat dari bahan sintetis seperti polyester dan bahan-bahan lain yang tidak dapat terurai dengan cepat. Limbah tekstil yang dihasilkan dari thrifting juga seringkali tidak didaur ulang dan akhirnya terbuang ke tempat pembuangan sampah, menciptakan masalah lingkungan yang semakin besar.

Namun, dampak negatif limbah tekstil akibat thrifting dapat diatasi dengan cara yang tepat. Pertama, kita dapat membeli barang bekas dengan bijak. Pertimbangkan kualitas dan kegunaan barang sebelum membelinya. Pastikan bahwa barang tersebut akan digunakan dalam jangka waktu yang cukup lama dan memberikan manfaat yang memadai. Kedua, jika kita memiliki barang bekas yang masih layak pakai namun tidak digunakan lagi, kita dapat mendonasikannya ke organisasi amal atau toko barang bekas yang bersedia menerimanya. 

Dengan demikian, kita dapat memperpanjang masa pakai barang tersebut dan mengurangi jumlah limbah tekstil yang dihasilkan. Ketiga, kita juga dapat mendaur ulang atau menggunakan kembali barang bekas untuk mengurangi jumlah limbah tekstil yang dihasilkan. Limbah tekstil akibat thrifting dapat menciptakan masalah lingkungan yang serius. Namun, jika kita membeli barang bekas dengan bijak, mendonasikan barang bekas yang masih layak pakai, dan mendaur ulang atau menggunakan kembali barang bekas, kita dapat membantu mengurangi dampak negatif limbah tekstil yang dihasilkan dari thrifting. Dengan melakukan tindakan yang tepat, kita dapat menjaga lingkungan dan menciptakan gaya hidup yang berkelanjutan.

Berikut wawancara singkat dengan salah seorang pebisnis thrift online

Narasumber                      : Pedagang Pakaian Bekas

Nama Narasumber          : Hafizh Alfayed

Umur                                  : 21 Tahun

Tanya    : Halo, Selamat siang

Jawab    : Ya selamat siang

Tanya    : Kenapa sih memilih untuk mulai berbisnis di umur segini?

Jawab    : Kebetulan orang tua saya merupakan seorang pedagang tekstil, dari kecil saya sering di bawa untuk ikut berdagang, dari situ saya mulai menyukai dunia bisnis. Sejak sekolah dasar saya sudah mulai menjual hal – hal yang di sukai anak- anak seumuran saya seperti kelereng, stik es, petasan dan lain sebagainya. 

Lalu beranjak ke masa SMA tepatnya pada saat covid 19 melanda saat itu saya kelas 11, karena di keluarkannya aturan untuk PSBB saya jadi tidak bisa mendapatkan uang jajan karena tidak bersekolah, oleh karena itu saya dan teman teman saya berinisatif untuk memulai bisnis makanan secara online, singkat cerita sekolah pun di laksanakan secara daring dan kami kewalahan untuk berjualan dan memutuskan untuk berhenti. 

Kebetulan saya dari smp suka menggunakan pakaian bekas karena di ajarkan oleh orang tua saya, karena dengan menggunakan pakaian bekas kita lebih dapat menghemat pengeluaran dan mendapat barang bekas yang berkualitas, dan mencoba untuk menekuni hobi ini menjadi bisnis

Tanya    : Kenapa ingin mencoba bisnis thrift shop?

Jawab    : Karena, saya menyukainya dan saya suka mendapatkan uang dari hobi saya

Tanya    : Gimana mengawali bisnis ini?

Jawab    : Pada awalnya saya tidak terpikir untuk berbisnis di dunia pakaian bekas, namun saat lulus SMA saya jadi memiliki banyak waktu luang dan saya sadar bahwa pakaian bekas yang saya beli untuk pakaian sendiri itu sudah terlalu banyak, dari situ lah saya awal saya berpikiran untuk membuka bisnis pakaian bekas

Tanya    :  Apa saja yang diperlukan dalam membangun bisnis ini?

Jawab    : Yang pertama pastinya harus ada kemauan yang di dukung dengan usaha karena bisnis kecil kecilan seperti saya dengan modal yang minim, membutuhkan banyak waktu dan tenaga untuk mengumpulkan barang yang akan di jual, ke dua yaitu branding. Kita harus dapat memikat hati para calon konsumen bisa dengan konten video maupun foto, dan yang paling penting adalah konsisten

Tanya    :  Apa yang memotivasi untuk membangun bisnis ini?

Jawab    : Karena saya suka dengan uang dan ingin meringankan beban ibu saya sebagai single parents

Tanya    : Kendala apa saja yang dialami saat menjalani bisnis ini?

Jawab    : Seperti yang kita tau semua bisnis itu tidak ada yang berjalan dengan lancar, pasti akan ada rugi- ruginya, namun jika tidak melalui proses itu kita tidak akan tau bagaimana rasa nya menjadi seorang pengusaha

Tanya    : Apa saja keuntungan yang didapatkan saat menjalani bisnis ini?

Jawab    : Saya dapat menjalani hobi saya dan saya mendapatkan keuntungan. Saya juga dapat mengenal pedagang- pedagang lain dan berbagi ilmu sambil menambah relasi. Saya juga dapar memahami tipe-tipe pembeli yang akan menjadi calon konsumen saya

Tanya    : Keuntungan nya digunakan untuk apa?

Jawab    : Keuntungan pastinya saya gunakan untuk menambah wawasan, belajar, dan sebagai acuan untuk memperbaiki diri kedepannya. Kalau uangnya tentu saya gunakan untuk menambah uang jajan saya sebagai mahasiswa perantau

Tanya    :  Kenapa banyak masyarakat yang tertarik dengan thrifting ?

Jawab    : Menurut saya itu semua bisa terjadi karena banyak public figure dan influencer yang menggunakan pakaian bekas hingga pengikut-pengkutnya juga ingin mengikuti idola mereka dan juga menggunakan pakaian bekas dapat menghemat pengeluaran, masyarakat dapat mendapatkan barang dengan kualitas baik dengan harga yang jauh lebih murah dari harga pasarannya

Tanya    : kementrian koperasi dan ukm mengusulkan larangan thrifting karena merusak                umkm lokal,   gimana pendapat tentang persoalan itu?

Jawab    : Sebagai penyuka barang bekas saya tertawa melihat ini, padahal bisnis barang bekas sudah ada sejak dulu, mungkin karena tren pakaian bekas sedang naik naiknya sekarang itu yang menjadi alasan kementrian koperasi dan ukm mengusulkan larangan itu, menurut saya ya pemerintah sebenernya gak rugi, cuman gak dapet keuntungan aja. Realitanya adalah setiap warga negara wajib ikut serta dalam pembangunan negara, salah satunya bayar pajak. Pajak yang dipungut akan dijadikan anggaran untuk berbagai macam hal, walaupun realitanya banyak yang menyimpang, tapi kewajiban harus tetap di jalankan. Masalah penyelewengan dana dll, itu masalah pemerintahan dan tuhan.

Tanya    : Menurut kamu jika usulan ini terjadi bakal memperbaiki umkm lokal yang katanya rusak ga?

Jawab    : Menurut saya bakal sama aja, orang-orang menyukai barang bekas karena ingin mendapat kualitas bagus dengan harga yang sangat murah. Bukan bermaksud untuk merendahkan produk produk lokal dalam negri, namun setiap orang memiliki selera yang berbeda, tiap produk pasti memiliki pasarnya sendiri

Tanya    : Jika usulan itu beneran bakal kejadian apa yang bakal kamu lakuin?

Jawab    : Menurut saya perdagangan pakaian bekas tidak akan ada habisnya, banyak masyarakat yang menggantungkan dirinya pada bisnis pakaian bekas ini dan saya akan tetap berjualan karena itu adalah hobi saya

Tanya    : Kalau bicara tentang pakaian bekas pasti akan ada berkaitan dengan persoalan limbah tekstil gimana menurut kamu?

Jawab    : Kalau soal itu menurut saya tujuan awal dari bisnis penjualan pakaian bekas ini adalah untuk mengurangi limbah tekstil di Indonesia, namun memang sebagian besar barang yang di perjual belikan adalah barang import dari luar negri. Namun barang import lah yang memiliki barang-barang yang memiliki harga jual yang tinggi, tentu saja itu lah yang menjadi pilihan terbaik untuk yang ingin berbisnis di sini

Tanya    : Gimana sih solusinya mengatasi persoalan itu?

Jawab    : Menurut saya karena itu barang yang mungkin tidak bisa di perjual belikan tinggal bagaimana cari kita cara mengolahnya agar mengurangi limbah itu sendiri.

Dalam menghadapi isu larangan thrifting di Indonesia, perlu ada pendekatan yang holistik dan terintegrasi yang mempertimbangkan dampak lingkungan, ekonomi, dan sosial. Pemerintah perlu berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk industri fashion, konsumen, dan komunitas pecinta thrifting, untuk mencari solusi yang tepat. 

Beberapa opsi yang dapat dipertimbangkan adalah mengatur regulasi yang memastikan keamanan dan kualitas barang bekas, mempromosikan industri fashion lokal yang ramah lingkungan, dan memberikan insentif bagi masyarakat yang membeli produk lokal. Dengan pendekatan yang tepat, larangan thrifting di Indonesia dapat dihindari tanpa mengorbankan kepentingan lingkungan, ekonomi, dan sosial.

Hingga saat ini, belum ada larangan resmi terhadap praktik thrifting di Indonesia. Namun, beberapa daerah di Indonesia telah mencoba untuk membatasi atau melarang aktivitas thrifting untuk alasan kesehatan dan keamanan. Beberapa toko thrift di daerah-daerah ini juga telah ditutup oleh pihak berwenang karena tidak memenuhi persyaratan keamanan dan kesehatan. Namun, sebelum melarang praktik thrifting, kita harus mempertimbangkan dampak positif dan negatifnya. 

Di sisi lain, larangan ini juga dapat mendorong inovasi dalam desain dan pengembangan teknologi untuk mendaur ulang limbah tekstil, serta mendorong masyarakat untuk membeli pakaian yang berkualitas dan tahan lama. Kesimpulannya, sebelum melarang praktik thrifting, kita harus mempertimbangkan dampak positif dan negatifnya terhadap lingkungan, ekonomi, dan kesejahteraan sosial. Dengan cara ini, kita dapat menemukan solusi yang lebih baik dan berkelanjutan bagi masa depan industri fashion dan lingkungan hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun