Sebagai mahasiswa, tulisan Drs. Study Rizal yang berjudul "Bahasa Kalbu di Tangga Birokrasi: Air Mata, Lagu, dan Kuasa dalam Perpisahan Sri Mulyani" dapat dilihat sebagai karya yang menonjolkan sisi emosional dan humanis dalam dunia birokrasi, yang biasanya dianggap kaku dan penuh formalitas. Penggunaan bahasa puitis yang sarat dengan metafora menciptakan suasana yang mendalam dan menyentuh, sehingga membuka pintu bagi pembaca untuk melihat sisi kemanusiaan di balik sosok birokrat.
Namun, dari sudut pandang akademik, tulisan ini cenderung terbatas pada ekspresi emosional tanpa menyertakan analisis kritis mengenai aspek birokrasi yang lebih luas, seperti mekanisme kekuasaan, tantangan struktural, atau dampak kebijakan yang diambil oleh figur seperti Sri Mulyani. Sebagai mahasiswa yang berusaha dengan pemikiran kritis, penting untuk mengembangkan tulisan ini lebih jauh dengan mengaitkan rasa dan simbolisme dengan konteks sosial dan politik birokrasi, termasuk potensi kritik sosial terhadap sistem dan praktek korupsi serta ketimpangan kekuasaan yang mungkin terjadi. Dengan memperluas perspektif tersebut, karya ini tidak hanya menjadi ungkapan kalbu, melainkan juga refleksi kritis yang dapat memperkaya diskursus tentang birokrasi dan kepemimpinan di Indonesia.
Tulisan ini juga bisa menjadi awal yang baik untuk mengangkat diskusi tentang bagaimana dunia birokrasi yang kerap dianggap kaku dan penuh formalitas tetap menyimpan sisi kemanusiaan yang sering tersembunyi, tapi masih terasa kuat lewat bahasa dan simbol seperti air mata dan lagu. Namun, elaborasi tema ini masih bisa diperluas agar menjadi bahan refleksi sosial yang lebih kaya dan kritis.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI