Mohon tunggu...
Naufal Pambudi
Naufal Pambudi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mr.

Koordinator Ikatan Masyarakat Muda Madani (IMAM)

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Kegembiraan Menyambut Kemajuan

13 April 2019   18:02 Diperbarui: 13 April 2019   18:07 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Kedaipena.com

Senyum itu ibadah, pemarah jauh dari berkah. Pepatah bijak itu sangat akrab di telinga kita. Sejak kecil, orang tua menyampaikan nasihat itu ketika kita menangis, merengek, ngambek. Para praktisi dan pakar psikologi juga sependapat, sebuah senyum mengandung energi positif sangat kuat. Setiap tujuan, masalah ataupun tantangan terasa lebih ringan ketika dihadapi dengan senyuman.

Hari ini, bertepatan dengan akhir masa kampanye Pemilu 2019, kita menyaksikan senyum dan optimisme itu bertebaran. Senyuman itu menghiasi jalan-jalan Jakarta, siaran televisi hingga laman Medsos. Pakaian dan berbagai atribut putih menjalar di berbagai ruang publik.

Suasana itu sangat kontras dengan rangkaian kampanye yang diperagakan Prabowo dan pendukungnya. Di Jogja misalnya, Prabowo dengan bangga menggebrak-gebrak prodium di depan para pendukungnya. Sebelumnya, di GBK Prabowo juga murka, memarahi orang, meminta mereka diam saat dirinya berpidato. Berbagai kritik dilontarkan, tapi Prabowo justru bangga dengan kebiasaannya marah-marah.

Cukup ironis, mengingat rangkaian kampanye Prabowo selama ini juga kental dengan atribut-atribut agama. Sayang, mereka gagal paham bahwa senyum adalah bentuk ibadah paling mudah dan murah. Sebaliknya, mereka tampak seperti gerombolan berjubah yang gemar marah-marah.

Kemeriahan suasana hari ini tampaknya belum akan berakhir, mengingat malam ini masih ada debat kelima Calon Presiden. Debat fiinal ini yang menghadirkan pasangan Capres-Cawapres kedua kubu ini membahas topik: Ekonomi, Kesejahteraan sosial, Investasi, Keuangan, perdagangan dan industri. Dilihat dari temanya, tentu debat terakhir juga akan cukup seru.

Pasangan Prabowo-Sandi tentu tak akan beralih dari argumen-argumen sebelumnya. Mereka akan menyebut aset yang dikuasai asing, indonesia terancam bubar, kekayaan mengalir ke luar negeri, dan seterusnya. Argumen itu sebenarnya tak lebih dari ekspresi kemarahan Prabowo terhadap kondisi Indonesia ini.

Sebagai menantu Suharto, dia menghadapi masalah rumit ketika Orde Baru runtuh. Kekuasaan yang sudah terlihat di depan matanya, tiba-tiba menjauh dari genggaman. Ketika demokrasi lebih terbuka, Pemilihan Presiden dilakukan secara langsung, dia pun berusaha meraih kembali kekuasaan itu. Sayang, pertarungan terbuka di era demokrasi tak semudah pertarungan tertutup di era Orde Baru, ketika Prabowo tinggal mendekati keluarga Cendana, dan karirnya pun meroket cepat.

Untunglah, rakyat cukup cerdas melihat situasi itu. Di balik kesadaran terdalam, rakyat mampu membedakan sistem otoriter Orde Baru dengan sistem demokrasi hari ini. Alih-alih menuruti kemarahan Prabowo dan para pendukungnya, rakyat justru menjadikan Pemilu kali ini sebagai ajang kegembiraan.

Hingga sore ini, kita melihat pertunjukan kontras antara senyuman dan kemarahan. Dan malam ini, pada rangkaian debat terakhir, kita akan kembali menonton perbedaan kontras antara optimisme dan pesimisme.

Sampai pencoblosan suara rabu 17 April 2019 pekan depan, tampaknya rakyat akan lebih suka tersenyum optimis. Rakyat cukup paham, Indonesia tengah berada di ambang kemajuan, yang harus disambut dengan kegembiraan. Sebaliknya pesimisme dan amarah hanya membuat negeri ini pecah dan jauh dari berkah.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun