Mohon tunggu...
Naufal Nabilludin
Naufal Nabilludin Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Ternyata mikir itu lebih susah dari pada dapet ranking

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Karena Gagal adalah Teman

27 Juli 2021   06:00 Diperbarui: 27 Juli 2021   06:23 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gue adalah orang yang kalo lomba lebih sering dapet sertifikat peserta dari pada sertifikat juara. Atau mungkin ke hal yang lebih luas lagi, hal-hal yang sifatnya kompetitif, gue lebih banyak kalah atau gagalnya ketimbang menang atau berhasilnya.

Selama SMA tepatnya kelas 10 gue berkesempatan mewakili sekolah dalam 3 perlombaan, lomba debat bahasa Indonesia, lomba 4 pilar MPR/DPR, sama lomba cerdas cermat yang diadain kepolisian (enggak banyak emang, cuma buat anak yang gak punya organisasi dan gak punya eskul itu sebuah pencapaian). Dan dari ketiga lomba itu gue kalah semua, gak ada yang menang satu pun.

Selama pandemi covid 19 ini gue juga coba beberapa lomba-lomba esai online dan hal yang sifatnya kompetitif semacam seleksi pengurus organisasi/event, seleksi volunteering, sampe daftar seleksi buat magang juga.

Dan dari sekitar 4/5 kali lomba esai yang gua ikutin, cuma 1 lomba yang gue berhasil jadi juara nya, itu juga kayaknya bukan karena esai gue yang terlalu bagus, tapi karena pesertanya terlalu sedikit. Itu baru lomba esai, belum yang lainnya.

Dari pengalaman yang lebih banyak gagalnya itu, gue belajar satu hal yang gue bersyukur banget bisa menyadari ini diusia segini. Kalau ternyata gagal-berhasil, menang-kalah itu adalah hal yang biasa, sangat biasa malah.

Semakin banyak menerima kegagalan pada akhirnya jadi terbiasa dengan kegagalan itu, bahkan ternyata bisa jadi teman. Dan rasa kecewa hanyalah konsekuensi dari ekspektasi yang gak jadi realita. Kalau gue gak berekspektasi diawal, gue gak bakal kecewa di akhir. Simpel. 

Filosofi Stoicism juga bilang kalau segala sesuatu yang sifatnya ekternal atau diluar kendali itu  NETRAL, gak positif dan gak negatif. Yang membuat hal ekternal itu positif atau negatif itu opini kita sendiri. (Pembahasan yang ini bisa dibaca terpisah disini.)

It's not things that disturb us, but our opinion of them" - Epictetus

Bukan berarti kalau kalah lomba gue gak pinter atau bego. Ada banyak banget variabel atau hal yang bikin kejadian itu terjadi (baik ekternal maupun internal). Misalnya mungkin aja lawan gue lebih berpegalaman dan udah beberapa kali ikut lomba sedangkan gue baru pertama kali, atau lawan gue persiapannya lebih mateng dibandingkan dengan gue. 

Atau yang lain-lain. Masalahnya gak semua dari variabel ini bisa gue kontrol. Balik lagi ke dikotomi kendali. Walaupun gue kalah atau gagal, tapi selama gue udah memaksimalkan potensi yang gue punya, gue udh menjadi versi terbaik dari diri gue sendiri, gue merasa bangga banget sama diri gue sendiri. Gue merasa menang versi diri gue sendiri

Gue sering mengilustrasikan perlombaan atau kompetisi layaknya bermain dadu 

Misalkan peluang gue buat menang adalah <5 ( yaitu ketika munculnya angka 1, 2, 3, dan 4). Sedangkan peluang gue buat kalah adalah ≥ 5 (yaitu ketika munculnya angka 5, dan 6).Secara matematika peluang gue buat menang lebih besar dari peluang gue buat kalah yaitu 4/6 dengan 2/6. Tapi apakah realitasnya gue bakal dapat angka ( 1, 2, 3, 4)? KAN BELUM TENTU!!!

Bisa saja kan angka yang keluar ternyata adalah angka 5 dan 6. Semua itu mungkin aja terjadi kan?

Gue gak bisa menentukan / memastikan kalau gue bakal menang atau kalah, berhasil atau gagal, sekalipun peluang gue buat menang lebih besar dibanding peluang gue buat kalah atau sebaliknya. 

Karena menang atau kalah itu diluar kendali gue, artinya gue gak punya kontrol atas hal itu. Yang bisa gue lakukan adalah memperbesar peluang buat menang atau memperkecil peluang untuk kalah, dengan memaksimalkan potensi yang gue punya dan menjadi versi terbaik dari seri sendiri.  Tapi peluang kalah bakal tetap ada walaupun sekecil apapun.

Yang terpenting adalah jangan pernah takut dengan kegagalan, karena gagal adalah teman yang akan memberikan pelajaran untuk sebuah keberhasilan.

Hanya ada satu hal yang membuat mimpi tidak mungkin tercapai: ketakutan akan kegagalan. -Paulo Coelho

Dan menang yang gue pahami sekarang itu beda sama menang yang gue pahami dulu. Dulu gue beranggapan menang itu ketika dapet piala atau penghargaan, atau ketika gue lolos dari sebuah kompetisi atau seleksi. 

Sekarang menang yang gua pahami adalah ketika gue dapet ngambil pelajaran dari sebuah perlombaan, kompetisi atau seleksi. Karena sejatinya setiap peluang mengandung pelajaran bukan kemenangan atau keberhasilan. Kemenangan atau keberhasilan adalah ketika gue bisa mengambil pelajaran dari peluang itu sendiri. Kadang hasil gue gak dapet, tapi proses jauh lebih penting. 




HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun