Yogyakarta-Â Di pojok warung yang sederhana, tak hanya terhampar jajanan es dawet, tapi juga kisah menginspirasi seorang ibu penjual. Dengan tekad kuat, ia berhasil menciptakan jejak sukses melalui setiap sajian kenikmatan di gelas es dawetnya. Di balik aroma manis, terselip doa dan ketekunan, menjadi bahan dasar es dawet yang membuatnya begitu istimewa. Mari kita simak lebih dekat perjalanan warna-warni hidupnya, mengungkap betapa sederhananya kebahagiaan dalam setiap tetes manis, melawan beratnya perjuangan.
Di tengah persaingan sengit kuliner yang menjajah sepanjang jalan Malioboro, beragam sajian menggoda tersebar di setiap sudut. Fenomena ini tak bisa dilewatkan tanpa membuat lapar mata pengunjung, yang dihadapkan pada godaan untuk mencicipi satu per satu kelezatan kuliner yang memikat hati. Padatnya kawasan Malioboro, dengan kunjungan wisatawan dari segala penjuru, baik lokal maupun mancanegara, semakin menambah warna dan keanekaragaman ragam kuliner yang memikat selera.
Seperti yang ditawarkan oleh Ibu Sri Utami, wanita berusia 43 tahun ini telah menjalani usaha berjualan es dawet di sekitar kawasan Malioboro selama lima tahun terakhir. Ia membuka lapaknya setiap hari mulai pukul 9 pagi hingga 4 sore. Perjalanan berjualan ini tidak lepas dari lika-liku yang dihadapi oleh Ibu Sri. Kawasan Malioboro yang bebas dari pedagang kaki lima menimbulkan tantangan tersendiri. Ketika terjadi operasi penertiban, Ibu Sri dan rekan-rekan pedagang lainnya harus segera menjauh atau mencari tempat yang aman agar terhindar dari pantauan Satpol PP.
Es dawet yang disajikan oleh Ibu Sri mengusung cita rasa yang unik, terutama dari gula merahnya yang wangi, serta dawet dan cendol yang dihadirkan dengan keistimewaan tersendiri. Berbeda dengan sebagian penjual es dawet lainnya, Ibu Sri memproduksi es dawet yang dijualnya secara mandiri. Inisiatif ini memberikan sentuhan khas pada rasa es dawetnya, menjadikannya berbeda dengan yang dihadirkan oleh sejumlah penjual es dawet lainnya. Keahlian Ibu Sri dalam meracik dan memproduksi es dawet secara langsung menjadi nilai tambah yang menciptakan keunikan dan kelebihan tersendiri bagi usahanya.
Ibu Sri mengungkapkan, "Omset yang saya dapat dalam sehari tidak menentu, kadang mencapai 200 ribu, bahkan pernah hanya 100 ribu saja. Berbeda dengan hari weekend atau libur, kadang omset yang saya dapat dua kali lipat dari hari biasanya. Ya begitulah, mas, kalau usaha kuliner, penghasilannya memang tidak menentu, naik turun."
Ibu Sri dengan tulus menyampaikan, " Dari hasil berjualan es dawet ini saya bisa nyekolahin anak saya hingga jenjang yang lebih tinggi mas." Ungkapan ini menyoroti perjuangan luar biasa dan betapa pentingnya pendidikan bagi anak-anak Ibu Sri. Sambil membantu suaminya dalam perekonomian keluarga, keberanian Ibu Sri berjualan es dawet tidak hanya memberikan keunikan kuliner, tetapi juga memberikan kontribusi positif sebagai sumber pendapatan tambahan bagi keluarganya.
Kisah perjuangan Ibu Sri menyiratkan beragam pelajaran berharga, bahkan sebelum berpisah, beliau menyampaikan doa semangat untuk kami agar tetap gigih menjalani perkuliahan dan tidak mengecewakan orang tua. Pesan yang begitu mendalam dan menyentuh hati dari Ibu Sri menciptakan kesan yang tak terlupakan. Semoga kisah inspiratif ini, meski sederhana, dapat memberikan secercah motivasi tambahan dalam perjalanan hidup, mendorong kita untuk tetap semangat dan berusaha dengan sepenuh hati.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI