"We do not want war, nor are we afraid of it, nor do we beg peace from the imperialists."
-Kim Il Sung-
Kutipan di atas berasal dari Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Il Sung. Kutipan tersebut juga dijadikan sebagai salah satu dasar bagi pengembangan sikap militer Korea Utara (Grace, 2003). Terlihat bahwa Korea Utara memiliki kegigihan untuk tidak menginginkan terjadinya perang, namun tidak pula takut akan hal itu. Terlebih lagi, mereka tidak menginginkan perdamaian yang bersumber dari para imperialis (Amerika Serikat dan sekutu). Tampaknya prinsip tersebut juga masih tetap dipertahankan hingga saat ini.
Semangat militeristik nasional Korea Utara diimplementasikan melalui aktivitas peluncuran misil bermuatan nuklir di kawasan. Seperti peluncuran Rudal Nodong-1 (1993), Rudal Taepodong-1, hingga rudal balistik (Intercontinental Ballistic Missile -- ICBM) Hwasong-18 (Center for Korean Language Studies, 2024). Sikap agresif Korea Utara tersebut tentunya mengancam stabilitas dan keamanan dunia.
Guna mengatasi ancaman tersebut, maka diperlukan langkah yang lebih konkret dari langkah-langkah sebelumnya. Layaknya mata uang yang memiliki dua sisi, penting rasanya untuk mengkaji masalah ini dari berbagai perspektif. Oleh karena itu, artikel ini akan mencoba memberikan opsi solusi dari perspektif yang berbeda. Yakni melalui perspektif Ideologi Juche (Ideologi Korea Utara) dengan berpegang pada perjanjian win-win solution.
Menelaah Kegagalan Upaya Denuklirisasi Semenanjung Korea
Banyak hal telah dilakukan untuk mengatasi konflik nuklir di Semenanjung Korea. Misalnya, melalui disepakatinya perjanjian genjatan senjata tahun 1953, perjanjian NPT (Non-Proliferation Treaty), dan Deklarasi Panmunjom (Pailo & Agussalim, 2024). Namun, berbagai upaya tersebut masih belum mampu mengatasi konflik nuklir di Semenanjung Korea.
Banyak faktor yang menjadi alasan mengapa berbagai upaya perjanjian perdamaian antar kedua Korea tersebut mengalami kegagalan. Faktor-faktor tersebut diantaranya ialah rendahnya rasa kepercayaan, perbedaan tujuan strategis, dan dinamika politik internasional (Pailo & Agussalim, 2024). Salah satunya tercermin pada sikap Korea Utara yang menganggap bahwa PBB bersikap lebih dominan dalam mendukung Korea Selatan, hingga adanya sanksi dan embargo yang diberikan dari Amerika Serikat (Lam'anah & Alfian, 2023).
Ideologi Juche, Ideologi Kebanggaan Korea Utara
Ideologi Juche merupakan ideologi resmi negara Korea Utara yang diresmikan pada tahun 1972 dan diciptakan oleh Kim Il Sung (Don, 1997; Grace, 2003). Ideologi ini merupakan pengembangan dari prinsip Ideologi Marxisme-Leninisme yang diselaraskan dengan realita politik di Korea Utara (Yuk-Sa, 1972; Grace, 2003). Pada dasarnya, Ideologi Juche dapat dideskripsikan kepada suatu bentuk "self-reliance" negara. Artinya negara memiliki hak dan kemampuan untuk hidup mandiri serta menentukan sendiri nasibnya.
Ideologi Juche memiliki tiga komponen kunci yang berasal dari isi perkataan Kim Il Sung, sebagai berikut (Grace, 2003).
"Let us defend the revolutionary spirit of independence, self-reliance, and self-defence more thoroughly in all fields of state activities." --Kim Il Sung
Berdasarkan kutipan tersebut maka terlihat ketiga komponen yakni 1) (Chaju) bermakna kemerdekaan dalam urusan domestik dan luar negeri, 2) (Charip) bermakna kemerdekaan ekonomi, dan 3) (Chawi) bermakna kemerdekaan militer.
Konsep Win-Win Solution
Solusi sama-sama menang (win-win solution) dapat dimaknai sebagai kemenangan yang dicapai oleh suatu pihak tanpa didasarkan atas kerugian pihak lain (Sari, 2017; Sari et al., 2023). Melalui win-win solution ini diharapkan pihak-pihak yang berunding akan mencapai kesepakatan bersama dengan memperhatikan keinginan dari masing-masing pihak. Konsep win-win solution ini umumnya akan dilaksanakan melalui proses negosiasi dengan dibantu oleh negosiator.
Implementasi Win-Win Solution Agreement Melalui Perspektif Ideologi Juche
Opsi solusi Win-Win Solution Agreement melalui perspektif Ideologi Juche merupakan perjanjian yang mengedepankan jalan tengah dari kepentingan kedua pihak dengan berdasarkan pada ketiga komponen kunci Juche, yakni (Chaju), (Charip), (Chawi). Kemudian, selama prosesnya maka perjanjian harus dipandu oleh negosiator yang berasal dari negara atau organisasi negara yang bersifat netral (non-blok).
Pertama, memperhatikan win-win solution dari komponen (Chaju) atau kemerdekaan urusan domestik dan luar negeri. Hal ini bermakna bahwa Pihak Barat dan Timur tidak akan terlalu mengintervensi urusan politik Korea Utara dan Korea Selatan. Korea Utara harus dijamin kebebasannya dalam menerapkan Ideologi Juche berbasis suksesor keluarga Kim tanpa adanya intervensi dari Barat. Sedangkan, Korea Selatan harus diberikan kebebasan dalam melaksanakan demokrasinya tanpa ada: 1) intervensi yang berlebihan dari Amerika serikat dan Blok Barat, serta 2) tidak diperbolehkan adanya intimidasi dalam bentuk apapun yang dilakukan oleh Korea Utara dan Blok Timur.
Kedua, memperhatikan win-win solution dari komponen (Charip) atau kemerdekaan ekonomi. Hal ini bermakna bahwa semua pihak harus melakukan segala macam upaya yang dapat mendorong adanya pertumbuhan dan kemerdekaan ekonomi di Semenanjung Korea. Korea Utara harus mendapatkan pencabutan sanksi dan embargo ekonomi dari Amerika Serikat. Sedangkan, Korea Selatan harus mendapatkan jaminan kebebasan melakukan ekonomi berbasis pasar atau Kapitalisme tanpa adanya ancaman dari Korea Utara dan Pihak Timur dalam bentuk apapun (ancaman politik, ancaman pertahanan-keamanan, dsb).
Ketiga, memperhatikan win-win solution dari komponen (Chawi) atau kemerdekaan militer. Hal ini bermakna bahwa kedua belah pihak harus menjamin adanya kemerdekaan pertahanan militer di Semenanjung Korea yang berbasis pada self-defence dan sistem pertahanan yang tidak mengancam Inter-Korea, kawasan, maupun dunia. Korea Utara harus melakukan denuklirisasi di Semenanjung Korea. Mengingat bahwa adanya pengembangan senjata nuklir oleh Korea Utara merupakan ancaman bagi Korea Selatan, Amerika Serikat, kawasan, dan dunia. Sedangkan, Korea Selatan dan Amerika Serikat tidak diperbolehkan melakukan segala macam hal yang dapat memprovokasi Korea Utara (seperti peningkatan kehadiran jumlah militer AS di Korea Selatan, latihan militer bersama berskala besar di wilayah Korea Selatan, dsb). Mengingat bahwa hal tersebut dianggap sebagai bentuk ancaman pertahanan-keamanan negara Korea Utara.
Peran Indonesia dan Dunia dalam Mewujudkan Keberhasilan Perjanjian
Upaya mewujudkan Win-Win Solution Agreement melalui perspektif Ideologi Juche ini membutuhkan adanya peranan dari pihak luar. Mengingat bahwa perlu adanya pihak ketiga atau negosiator. Nantinya, dunia akan berperan sebagai negosiator yang netral dalam proses penyusunan perjanjian. Selain itu, dunia juga akan berperan sebagai pengawas selama proses pelaksanaan atau tindak lanjut dari perjanjian.
Indonesia sebagai negara netral memiliki peluang besar untuk bertindak sebagai negosiator dalam hal ini, utamanya adalah melalui ASEAN. Mengingat bahwa ASEAN merupakan organisasi kerjasama antar negara yang dikenal memiliki kenetralan dan stabilitas yang lebih baik dari organisasi serupa (seperti BRICS, Uni Afrika, dsb). Kemudian, peran Indonesia dan ASEAN dapat dilanjutkan sebagai pengawas proses berjalannya perjanjian. Sedangkan, peran dunia dapat diwakilkan melalui PBB sebagai bentuk tindak lanjut. Misalnya, dengan pengerahan pasukan perdamaian PBB pada zona demiliterisasi di kedua wilayah Korea.
Kesimpulan
Situasi nuklir Korea Utara mungkin dapat dianalogikan dengan, 'mereka mungkin memang miskin, tapi mereka mempunyai harga diri'. Melalui nuklir, Korea Utara berhasil meningkatkan moral militer dan martabat bangsa di tengah sanksi dan kecaman dunia. Namun demikian, mereka perlu ingat bahwa 'dimana bumi dipijak maka disitu langit dijunjung'. Sebagai bagian dari bangsa-bangsa di dunia, Korea Utara perlu menjunjung tinggi peraturan internasional dan menjaga perdamaian dunia.
Opsi solusi yang disajikan memang bukan yang terbaik, tetapi opsi ini menunjukan keadilan tanpa keberpihakan. Mengingat bahwa perjanjian ini dilandaskan atas pandangan komponen kunci dalam Ideologi Juche, namun tetap terkandung nilai-nilai penting dari Pihak Barat. Keberhasilan pada perjanjian ini akan menjadi simbol kemenangan bagi kedua belah pihak. Pihak Timur akan mendapatkan fakta bahwa ideologi mereka berhasil menciptakan perdamaian. Sedangkan, Pihak Barat akan mendapatkan jaminan situasi dan kondisi yang lebih kondusif serta keberhasilan denuklirisasi di Semenanjung Korea.
Referensi
Center for Korean Legal Studies. (2024). North Koreas Nuclear Programs History. New York: Columbia Law School.
https://kls.law.columbia.edu/content/north-koreas-nuclear-program-history
Don, O. (1997). The Two Koreas (Reading Mass.: Addison-Wesley), 401
Grace, L. (2003). The Political Philosophy of Juche. Stanford Journal of East Asian Affairs, 3(1), 105-112
Lam'anah, N. & Alfian, M. F. (2023). Analisis Ketidakefektifan Deklarasi Panmunjom sebagai Upaya Reunifikasi Semenanjung Korea. Journal of International Relations, 9(2), 127-139
Pailo, B. L. & Agussalim, B. (2024). Evaluasi Efektivitas Deklarasi Panmunjom dalam Proses Denuklirisasi Semenanjung Korea. PARADIGM: Journal of Multidisciplinary Research dan Innovation, 2(1), 58-71
Sari, A. F. K. (2017). Financial Engineering Win-Win Solution 'Sun Tzu' untuk Jaminan pada Akad Mudharabah. Jurnal Penelitian Teori dan Terapan Akuntansi (PETA), 2(2)
Sari, A. I., dkk. (2023). Win-Win Solution dan Produktivitas Organisasi. Jurnal Idaarah, 7(1), 18-28
Yuk-Sa, L. (1972). Juche! The Speeches and Writings of Kim Il Sung (New York: Grossman Publishers), 157
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI