Kehidupan pasangan tidak hanya berkutet dimasalah ekonomi saja. Masalah hubungan intim juga tidak kalah sengitnya. Bahkan, terkadang masalah tersebut bisa menjadi hancurnya sebuah komitmen kebersamaan.
Ada hal-hal yang sulit dijelaskan mengapa sebuah komitmen begitu mudahnya hancur. Apakah peranan kata 'cinta' dan sakralnya perkawinan menjadi kurang begitu penting dibanding masalah kehidupan seksual pasangan?
Terlepas dari pribadi dan watak seseorang, 'citra rasa' seks merupakan hak alami setiap mahluk hidup setelah mereka dilahirkan. Dalam kondisi tertentu, efek psikologis dari masalah tersebut menjadi 'tidak tersaingi' dengan faktor-faktor lainnya.
Bagi wanita yang sering melakukan hubungan intim, pernah melahirkan, ataupun berusia lanjut, ini menjadi tantangan sendiri. Mengapa demikian?
Semua proses tersebut melahirkan efek penurunan fungsi dan performance organ kewanitaan yang akan dirasakan baik oleh wanita itu sendiri maupun pasangannya. Penurunan fungsi dan performance ini sebenarnya normal, dan memang terjadi pada kondisi-kondisi tersebut.
Apakah kita harus complain dengan kenyataan tersebut?
Ya tidak demikian. Selain perlunya membina keharmonisan pasangan secara sehat, benar dan berlandaskan agama, wanita dalam kondisi tersebut juga tidak salah jika tetap bisa memberi 'service' pada pasangannya yang maksimal.
Tahukah anda, dalam sebuah survey yang dilakukan majalah Magazine, US, hampir diatas 70% kaum pria masih tetap berpikiran 'seks' sekalipun dalam kondisi krisis finansial.
Walaupun tidak semua pria demikian, ini juga menjadi gambaran betapa dahsyatnya 'faktor gejolak hormone' yang mengalahkan segala sesuatu yang kita anggap tidak logis.
Pada kenyataannya memang demikian.
Pertanyaannya jika memang demikian, apakah kondisi miss V yang kendor pada kondisi-kondisi tersebut bisa di perbaiki?
Tentu saja bisa.