Mohon tunggu...
Awliya
Awliya Mohon Tunggu... Freelancer - mahasiswa

entitas fana

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Seternak Tabu

31 Agustus 2019   02:10 Diperbarui: 12 September 2019   07:32 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun hal itulah yang mulai meruncingkan nalar kami, kami terpahat dengan batu dari kejadian alam sekitar. Kami yang tadinya bulat mulai terpipih walau sedikit bopel sana sini karena tubrukan batu alam tadi. Kami kian memahami dari berbagai sisi dan mulai berani dalam keputusan dan andil yang kami putuskan dari berbagai pendiskusian yang perlahan mulai kembali. Dan ternyata runcing saja tidak cukup dalam menghadapi realitas ini.

Chapter ketiga 'Empat Teman Pemikir

Dari berbagai realitas dan problematik yang terbentuk, tentu menyisakan sebuah tanya bagaimana menghadapi serta solusi guna menyikapi. Dan hal itu membuat kami kian giat bercenkrama dengan kopi. Sebuah cairan yang tinggi cafein guna impulsifkan energi untuk pengganti karena derasnya nalar kami terkuras serta dinginnya malam menghempas. Ya pergubahan kami dalam mengoprek problematika selalu terjadi di paruh malam hingga larut paginya. karena entah mengapa nalar kami hanya tersentak pada malam dan tidak ada aksinya di siang terang.

Oleh karenanya pergubahan demi pergubahan silih berganti kami yang disenjatai dua orang tanpa disengaja bertambah personil menjadi empat. Itu pun dengan proses walau terbentuk dengan sendirinya dan tanpa adanya kesengajaan. Dengan berbagai latar belakang dan jabatan kami saling mengisi, bertukar, dan menyilang antar nalar kami untuk mendapatkan konklusi baru dari setiap problematik yang disugguh. Lagi dan lagi terkadang hanya sampainya nalar terhadap lisan namun tak kunjung perbuatan membuat kami kadang kelimpungan.

Proses yang disebut sebelum ialah dari berbagai kawan dan kalangan dalam serumpun rumah yang kami ajak bersilang dalam gubahan. Tak sedikit dari kalangan yang sesampainya nalar mereka bercengkarama dengan nalar kami, mereka termanggug dan sulit diajak berkompromi. Ada sebagian yang paham dan mengerti namun sulit dalam lintas waktu yang menjadi batas kami. Ada yang mengerti namun tersentak dalam momen tertentu seperti gerak mesin pacu kendaraan terhadap mekanisme turbo ia kosong di sentakan awal namun tersentak di tengah membuat pengemudi dibuat kagetnya dengan dorongan.

Maka dari situ lah kami bertemu diantara batas batas waktu dan keserasian cara berfikir yang sebetulnya semu. Kami memang sering pula berdifrensial dalam sanggahan namun semua itu dapat diselaraskan dalam gubahan dan kopi suguhan sebagai teman dalam pendiskusian. Topik silih berganti kami bak pabrik pengagas narasi yang sengaja dibuat guna menyiasati dari apa langkah yang kelak didatangi. Kemudain kami pun silih berganti bertukar posisi dalam narasi-narasi yang digagas dalam tajuk pendiskusian yang sebelumnya terjadi .

Berjalannya kami dalam gubahan tak selamanya sesuai ekpetasi realita lapangan. Dari narasi-narasi yang ada bahkan hanya segelintirnya yang matang. Kami pun bahkan terkena narasi didalam narasi tersebut, indahnya alam dalam kejadiannya membuat probabilitas kejadian sungguh acak dan kian tak tertebak dalam praktik dan gerak. Kita sebagai insan hanya dapat menerka dan bersiasat akan apa yang kelak dibuat dan digiat. Tanpa mengurangi nikmat Tuhan semesta alam dan tanpa menghardik jalannya yang sudah ditentukan.

Kami yang awalnya empat kian tiga atau dua maupun satu. Semua tak tentu dan tak menjadi jelas dari batas waktu yang telah awal di aminkan namun tak berkumandang itu. Kami memiliki banyak gagasan banyak gubahan banyak guratan dari ilmu yang ingin kami terapkan. Tapi apa daya realitasnya dan berbeda pula narasinya. Kami mulai dicengkram dengan apa yang disebut nikmat dunia dari belahan yang berbeda. Beda pula concernnya beda pula prioritas yang dibangun dalam benak masing masingnya.

Itu semua ternyata fana dan lain dan tak bukan ternyata kami pun terkena imbas dari berbagai konflik alam sekitar yang terjalin bersamanya. satu diantara dua mulai berkecimpung melebarkan relasinya dalam-dalam guna kepentingannya yang tak tahu pula saya arahnya dan tujuan karena sebagian hanya ia yang mengerti mengenai apa yang akan dilakukan. Dua diantara satu dan tiga mulai merambak dunia wirausaha yang ia jalin bersama koleganya dalam naungan partai yang tidak saya tau asal muasalnya.

Tiga diantara dua dan empat terkena imbas konflik yang cukup nyata antara entitas dirinya terhadap alam sekitarnya ia mencari kebenaran akan mengapa dirinya dan apa sebenarnya yang ada didalam dan mengapa ia pun bisa terlibat didalam. Empat diantara empat terlibat pula dalam konflik yang dianggap bualan namun realitasnya tertajam keras dari apa yang ia pikirkan. Bahkan diantara konflik nan konflik pun taada imbas nya apabila perkotakan dan pembentukan politik elit tak mengakar dan membudaya dalam lingkup pergaulan yang membuat rasa terasa gerah didalamnya.

Chapter tiga satu/dua  'Pengembala Suci

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun