Budaya kewarganegaraan dapat dipahami sebagai sebuah rasa kepemilikan yang berkualitas dalam konteks identitas sosial, mencakup unsur-unsur seperti ras, etnisitas, dan bahasa asli (Timothy P. Daniels, 2005: 50). Budaya kewarganegaraan, atau civic culture, berfungsi sebagai fondasi bagi kewarganegaraan itu sendiri, yang terdiri dari seperangkat ide dan gagasan. Gagasan-gagasan ini dapat diimplementasikan dengan baik dalam bentuk representasi budaya, yang bertujuan untuk membentuk identitas sebagai warga negara. Dengan memahami konsep budaya kewarganegaraan ini, diharapkan praktik kewarganegaraan serta pendidikan untuk kewarganegaraan yang demokratis dapat menjadi pendorong yang memperkuat identitas warga negara di Indonesia.
Dalam konteks budaya kewarganegaraan, kita melihat bahwa budaya itu sendiri memiliki keragaman yang mendalam. Berbagai aspek seperti sikap, nilai, keyakinan, dan pola perilaku saling berhubungan dan mempengaruhi perkembangan iklim demokrasi yang sehat. Oleh karena itu, penting bagi budaya kewarganegaraan untuk tidak menjadi penghalang bagi penerapan prinsip-prinsip demokrasi. Budaya, yang secara historis bersifat dinamis, harus mampu beradaptasi dan tidak terjebak dalam stagnasi.
Budaya kewarganegaraan diharapkan dapat dibentuk melalui pendidikan kewarganegaraan. Di Indonesia, pendidikan ini berperan penting dalam mempersiapkan generasi muda agar menjadi warga negara yang memiliki komitmen yang kuat dan potensi untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan semangat kebangsaan serta kesadaran hidup bermasyarakat, pemahaman akan komitmen ini perlu terus ditingkatkan di kalangan seluruh elemen bangsa Indonesia.
Hak dan Kewajiban Warga Negara
Pengertian hak dapat dipahami sebagai kekuasaan untuk menerima atau melakukan hal-hal yang seharusnya kita terima, atau dengan kata lain, sesuatu yang merupakan bagian dari kehidupan kita dan tidak boleh dirampas oleh orang lain, baik secara paksa maupun tidak. Dalam konteks kewarganegaraan, hak ini mencakup hak setiap warga negara untuk mendapatkan penghidupan yang layak, jaminan keamanan, perlindungan hukum, dan berbagai hal lainnya.
Sementara itu, kewajiban adalah hal yang mesti kita lakukan untuk memperoleh hak atau wewenang yang seharusnya kita miliki. Kewajiban sering kali muncul sebagai konsekuensi dari hak yang telah kita terima, tergantung pada situasi yang ada. Sebagai warga negara, kita memiliki kewajiban untuk menjalankan peran kita sesuai dengan kemampuan masing-masing agar dapat menikmati hak kita sebagai warga negara yang baik. Perlu diketahui bahwa hak dan kewajiban tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Namun, dalam pelaksanaannya, keduanya harus seimbang. Jika tidak seimbang, bisa menimbulkan konflik yang berpotensi membawa kita ke jalur hukum.
Warganegara merupakan orang-orang yang menjadi bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsure Negara. A.S. Hikam menjelaskan bahwa warganegara, yang merupakan terjemahan dari istilah citizenship, adalah anggota sebuah komunitas yang mengorganisasi suatu negara. Secara singkat, Koerniatmo S. juga mendefinisikan warganegara sebagai anggota negara. Sebagai anggota negara, warganegara memiliki posisi khusus yang memberikan mereka hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negara tempat mereka tinggal.
Di Indonesia, istilah warganegara sesuai dengan pasal 26 UUD 1945 mencakup bangsa Indonesia asli serta bangsa lain yang telah diakui berdasarkan hukum sebagai warganegara. Selain itu, sesuai dengan pasal 1 UU No. 22/1958, dijelaskan bahwa warga negara Republik Indonesia adalah mereka yang, berdasarkan undang-undang, perjanjian, atau peraturan yang berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945, sudah menjadi warganegara Republik Indonesia.
Selanjutnya, asas kewarganegaraan merujuk pada status sebagai anggota sebuah negara yang memiliki tanggung jawab dan hubungan timbal balik dengan negara tersebut. Setiap negara memiliki hak dan kekuasaan untuk menentukan asas kewarganegaraan bagi individu. Dalam penerapan asas kewarganegaraan, terdapat dua pedoman, yakni asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan asas kewarganegaraan berdasarkan perkawinan.
Dalam konteks Indonesia, hak-hak warga negara diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta berbagai peraturan lainnya yang merupakan turunan dari hak-hak umum yang tercantum dalam UUD tersebut. Salah satu hak yang dijamin adalah hak asasi manusia, yang secara rinci diatur dalam Pasal 28 UUD amandemen kedua. Pasal ini mencakup berbagai hak asasi yang melekat pada setiap individu, seperti hak untuk bebas beragama dan menjalankan ibadah sesuai kepercayaannya, hak untuk berserikat dan berkumpul (Pasal 28E), hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, hak untuk bekerja dan mendapatkan imbalan serta perlakuan yang adil dalam hubungan kerja, hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan, hak atas status kewarganegaraan (Pasal 28E), serta hak asasi manusia lainnya yang tertera dalam pasal tersebut.
Di sisi lain, terdapat pula kewajiban-kewajiban yang melekat pada setiap warga negara. Contohnya adalah kewajiban membayar pajak sebagai bentuk kontrak utama antara negara dan warga, membela tanah air (Pasal 27E), menjaga pertahanan dan keamanan negara (Pasal 29E), menghormati hak asasi orang lain, serta mematuhi pembatasan yang diatur dalam peraturan (Pasal 28E), dan berbagai kewajiban lainnya dalam undang-undang. Prinsip utama dalam penentuan hak dan kewajiban warga adalah partisipasi langsung atau melalui perwakilan dari warga itu sendiri dalam setiap pembentukan hak dan kewajiban tersebut. Dengan demikian, warga dapat menyadari dan menganggap hak serta kewajiban tersebut sebagai bagian dari kesepakatan yang mereka bentuk bersama.