Mohon tunggu...
Nasywa ArdeliaVasti
Nasywa ArdeliaVasti Mohon Tunggu... Universitas Negeri Semarang

Mahasiswa Fakultas Hukum Negeri Semarang

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukum Masyarakat Menjadi Landasan Wehea Mengelola Sumber Daya Alam

5 Juni 2025   13:45 Diperbarui: 5 Juni 2025   13:42 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di tengah meningkatnya krisis ekologi dan tantangan penegakan hukum lingkungan di berbagai wilayah Indonesia, masyarakat Adat Wehea di Kalimantan Timur menunjukkan cara berbeda dalam menjaga alam. Mereka menggunakan hukum adat aturan hidup yang dibuat sendiri oleh warga dan dijalankan secara kolektif. Hukum ini bukan datang dari negara, tapi tumbuh dari pengalaman hidup dan nilai-nilai budaya yang diwariskan turun temurun.

Hukum adat yang berlaku di Wehea disebut sebagai hukum yang hidup (living law), karena terus berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Aturan-aturan ini dibuat lewat musyawarah, dan dipatuhi karena dianggap adil serta sesuai dengan cara hidup masyarakat. Hukum adat ini menyentuh banyak aspek kehidupan, mulai dari cara membuka lahan hingga menjaga hutan, dan semuanya dibuat agar masyarakat bisa hidup seimbang dengan alam.

Lembaga Adat Dayak Wehea menjadi pihak yang menjalankan dan menegakkan hukum ini. Peran lembaga adat sangat penting, karena selain berfungsi sebagai penjaga nilai-nilai budaya, mereka juga bertugas membuat aturan, menyelesaikan konflik, dan memberi sanksi jika ada yang melanggar. Bahkan, dalam beberapa kasus, kepala adat juga merangkap sebagai kepala desa. Ini membuat jembatan antara hukum adat dan pemerintahan resmi berjalan dengan baik.

Salah satu hal utama yang diatur dalam hukum adat Wehea adalah perlindungan terhadap hutan dan lingkungan. Ada aturan ketat yang melarang penebangan pohon sembarangan, perburuan satwa langka, atau pembakaran hutan. Jika ada warga yang melanggar, hukumannya tidak langsung dibawa ke pengadilan negara, tapi diselesaikan lewat musyawarah adat. Warga duduk bersama, membahas masalahnya, dan memberi sanksi yang mendidik bisa berupa permintaan maaf, denda adat, atau kerja sosial. Cara ini dianggap lebih adil, karena tujuannya bukan sekadar menghukum, tapi memperbaiki hubungan antarwarga dan menjaga keharmonisan.

Dalam budaya Wehea, hutan bukan milik perorangan. Sumber daya alam dianggap milik bersama yang harus dijaga dan dimanfaatkan dengan bijak. Setiap keputusan yang diambil, misalnya untuk menebang pohon atau membuka kebun, harus dipikirkan dampaknya bagi seluruh warga dan masa depan lingkungan. Nilai gotong royong dan kepemilikan kolektif ini membuat masyarakat saling menjaga satu sama lain.

Menariknya, hukum adat di Wehea juga memberi ruang besar bagi generasi muda dan perempuan untuk ikut terlibat. Melalui kelompok bernama Petkuq Mehuey, para pemuda dan perempuan ikut menjaga hutan, memantau pelanggaran, dan menyuarakan pentingnya adat. Keterlibatan mereka menunjukkan bahwa hukum adat tidak ketinggalan zaman, tapi bisa berkembang mengikuti nilai-nilai baru, seperti kesetaraan dan partisipasi aktif semua warga.

Meski begitu, hukum adat Wehea masih menghadapi tantangan besar, yaitu belum sepenuhnya diakui oleh hukum negara. Proses untuk mendapatkan pengakuan sebagai masyarakat hukum adat di tingkat nasional masih rumit dan lama. Akibatnya, hukum adat yang sudah berjalan baik ini sering tidak dihormati oleh pihak luar, seperti perusahaan yang ingin membuka lahan. Ini membuat masyarakat berada dalam posisi yang rentan, karena hak-haknya bisa tergeser tanpa perlindungan hukum formal.

Padahal, apa yang dilakukan masyarakat Wehea bisa menjadi contoh bagi daerah lain. Di saat banyak kebijakan lingkungan dari pemerintah tidak berjalan dengan baik, masyarakat Wehea justru berhasil menjaga alam dengan caranya sendiri. Mereka membuktikan bahwa aturan yang dibuat dari bawah, berdasarkan nilai dan kesepakatan bersama, bisa lebih efektif menjaga lingkungan dan membangun kehidupan yang adil.

Hukum adat di Wehea bukan sekadar tradisi lama, tapi sistem yang hidup dan terus berkembang. Ia menjadi bukti bahwa kearifan lokal bisa menjadi solusi nyata untuk krisis lingkungan dan sosial yang kita hadapi hari ini. Selama negara belum sepenuhnya mengakui dan melindungi sistem ini, masyarakat adat seperti Wehea akan terus berjuang bukan hanya untuk hak mereka, tapi juga untuk masa depan bumi yang lebih seimbang dan berkelanjutan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun