Mohon tunggu...
Nasuri Suray
Nasuri Suray Mohon Tunggu... Jurnalis - Guru Menggambar yang Suka Dunia Tulis Menulis

Menulis untuk berbagi pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Sebuah Kisah 29 Oktober

30 Oktober 2014   09:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:12 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1414610503373148731

[caption id="attachment_332042" align="aligncenter" width="672" caption="Pernikahan Uni & Suray"][/caption]

Tiga tahun yang lalu tepatnya 2011. Pada tanggal 29 Oktober, aku mengajak keluargaku ke rumah seseorang yang aku cintai di kawasan Rempoa Banten. Penghasilanku ketika itu hanya 350 ribu/bulan sebagai guru lepas di salah satu bimbel jetset di Jakarta. Penghasilan yang jangankan untuk menghidupi sebuah keluarga, untuk diri sendiri sangatlah kurang.

Mungkin sebagian orang tak percaya. Di Jakarta, tahun 2011. Gaji seorang guru honorer hanya 350ribu/bulan.  Tapi begitulah adanya. Dan aku tak pernah mengeluh atas rezeki yang aku dapat. Seorang sarjana, yang mengeluarkan uang jutaan rupiah untuk biaya pendidikannya, bergaji 350 ribu/bulan.

Bagiku, daripada berdiam diri di rumah tanpa menghasilkan apa-apa. Lebih baik aku bekerja apapun itu yang penting halal. Untuk apa memelihara gengsi? Padahal gaji seorang OB di tempat bimbelku 1,5 Juta/bulan.
Aneh, tapi begitulah kenyataannya. Aku mengajar hanya ketika dipanggil saja. Tak ada jadwal tetap. sekalipun ada, itu hanya 1 kali dalam 1 minggu. Dan jika beruntung, aku bisa mendapat uang 500 rb/bulan.

Padahal sebelum menjadi Guru lepas, aku menjadi tenaga marketing. Gajiku ketika itu 2 juta/bulan. Angka yang sangat lumayan untuk seorang bujang. Apa daya, ternyata gaji yang besar sesuai juga dengan tekanannya. Aku tak sanggup, hingga akhirnya beralih profesi menjadi guru.

Entah kenapa, aku pun tak pernah mengerti hingga detik ini. Tiba-tiba aku punya segunung keberanian untuk melamar anak gadis orang. Padahal penghasilanku ketika itu sangatlah memprihatinkan. Aku juga tak mengerti tentang makna sebuah pernikahan. Ilmuku terlalu sedikit untuk bab yang satu itu. Tapi aku yakinkan orangtuaku bahwa aku bisa dan mampu untuk membangun sebuah rumah tangga.

Malam itu selepas isya. Tanggal 29 oktober 2011. Kami sekeluarga kerumahnya. Orangtuaku ingin melamar seorang gadis cantik yang begitu aku cintai. Terpujilah Allah dengan segala kemahakuasaan-Nya. Lamaran keluargaku diterima.

Benarlah apa yang sering diucapkan oleh orang-orang tua di daerahku. "Bila ingin menikah, Allah PASTI kasih jalan. Jangan takut gak punya duit. Rezeki mah urusan Allah. Kalo udah nikah PASTI rezekinya lebih banyak"

Alhamdulillah, kini aku telah memiliki sebuah rumah dan sebuah sepeda motor. Akupun kini telah bekerja di salah satu stasiun TV swasta nasional yang berada di kawasan Senayan. Penghasilanku berlipat-lipat jika dibandingkan dengan penghasilanku ketika awal nikah.

Ingin ku tutup tulisan sederhana ini dengan ucapan seorang ustad  : "Hey anak muda, buruan pada nikah. Jangan pacaran mulu. Pacarannya nanti aja pas udah nikah. Nikah itu membuka pintu rezeki. Kalo ente nikah, dijamin, rezeki ente makin banyak. Beneran!"

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun