Pagi ini ramai dengan para expatriat, mahasiswa internasional yang tinggal di Beijing, serta para turis seperti saya, pastinya sibuk mengambil gambar dan berfoto di depan gereja sebelum misa.
Jam 11 pas, pintu gereja ditutup dan Pastor Simon yang asli Tiongkok memimpin misa minggu ini.
Sungguh suatu perasaan bahagia yang tidak akan terlupakan bisa ikut hadir misa di salah satu gereja yang berdiri di tanah Cina Daratan, dan umat Katoliknya diperkirakan hanya 6 juta jiwa (Pew Research Center, 2020).
Para WNI yang bekerja dan kuliah di Beijing banyak yang menjadi pengurus gereja ini, terutama ikut terlibat dalam misa dalam bahasa Inggris.
Misa berlangsung dengan khidmat, dan akhirnya Pastor Simon sedikit memberikan sepatah dua kata kepada seorang warga Indonesia yang akan kembali ke tanah air, dan berterima kasih karena selama ini sudah banyak membantu kegiatan pastoral.
Selesai misa, saya bertemu dengan 2 WNI yang sedang dikirim sebuah perusahaan dari Morowali untuk memperdalam bahasa Mandarin di Beijing, dan sempat berbincang tentang keadaan umat Katolik di Beijing.
Ia mengatakan bahwa untuk urusan hak beribadah, mereka sangatlah dilindungi oleh pemerintah Tiongkok.
Di Beijing sendiri berdiri 4 gereja Katolik di empat penjuru mata angin: Gereja Barat, Timur, Utara, dan Selatan. Sungguh penamaan yang unik, mengikuti arah mata angin.
Layanan misa juga tersedia dalam bahasa Mandarin dan Inggris. Bahkan jika ada perayaan besar seperti Natal dan Paskah, maka para petugas kepolisian dan keamanan akan turun menjaga kelancaran misa.
Teman saya dari Morowali tersebut juga menyarankan agar anak saya, yang kebetulan sedang belajar di Beijing, agar nantinya menghadiri misa dalam bahasa Mandarin dan mengunjungi 3 gereja lainnya di Beijing.