Mohon tunggu...
Nasrullah Mappatang
Nasrullah Mappatang Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

Alumni Fakultas Sastra UNHAS dan Pascasarjana UGM - Pegiat Sekolah Sastra (SKOLASTRA) - Mahasiswa Doktoral/ PhD di University of Malaya, Malaysia.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Messi Juara, Bangga Mbappe

6 Mei 2023   07:38 Diperbarui: 6 Mei 2023   12:39 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The Guyana Chronicle

Di Malaysia, Maroko dikenal dengan nama Maghribi. Radio - radio tempatan ramai memberitakan dan membincangkan perihal kejayaan negeri Utara Afrika itu di pentas Piala Dunia Qatar 2022 kali ini. Sementara itu, penyokong Argentina, Kroasia, dan Prancis tetaplah sahut menyahut. Jersey tim sepakbola klub - klub itu pun laris manis di pasaran. Seolah yang berlaga adalah tim negaranya saja. Sungguh unik.

Wacana identitas lain di samping "The rise of Asia" dan "The revivalism of Muslim Country" (baca: kebangkitan Asia dan negeri Muslim), wacana identitas lain sebetulnya yang sedikit mengemuka adalah The rise of African and Postcolonial countries (Kemunculan orang - orang Afrika dan negeri - negeri bekas jajahan). Asia, Muslim, Afrika, dan bekas jajahan adalah identitas - identitas yang mengemuka dan turut berkontestasi selama helatan Piala Dunia Qatar 2022 ini.

Seperti disebutkan sebelumnya, wacana kebangkitan Asia mencuat kala Saudi Arabia mengalahkan Argentina dan Jepang mempecundangi Jerman di penyisihan grup. Belum lagi performa baik juga ditunjukkan Korea Selatan dan Australia di penyisihan grup. Iran sempat menguat setelah memenangi laga kontra Wales, namun mengikuti nasib Qatar dan Arab Saudi yang tersingkir di penyisihan Grup. Wacana Asia pun meredup perlahan hingga satu per satu berguguran di babak enam belas besar.

Di sisi lain, Maroko mewakili tiga identitas: Muslim, Afrika dan Dunia Arab. Disebutkan, bahwa Maroko adalah negeri Afrika-Arab pertama yang menembus semifinal Piala Dunia dalam sejarah. Barangkali, juga merupakan negeri dengan penduduk mayoritas Muslim pertama. Untuk diketahui, Maroko merupakan negeri bekas jajahan Prancis dan Spanyol yang merdeka pada tahun 1956 setelah Perang Dunia kedua.

Pascakolonialitas Argentina dan Kemenduaan Prancis

Sementara itu, Argentina adalah negeri bekas jajahan (Post-Colonial country)  Spanyol yang merdeka di paruh kedua abad ke-19. Negeri yang terletak di selatan Amerika ini bersama Brazil dan Uruguay adalah pemenang Piala Dunia selain negeri - negeri di Eropa sana. Argentina boleh dibilang merepresentasi negeri - negeri bekas jajahan yang berhasil sampai di puncak tertinggi tahta persepakbolaan dunia itu. Apatahlagi, ketika tato Che Guevara di badan Diego Armando Maradona ramai dipamerkan di postingan - postingan media sosial para fans Argentina.


Hampir serupa pada Piala Dunia 2018, Prancis menampilkan wajah ambivalen. Negeri yang dikenal menyebabkan negeri - negeri lain banyak memakai Bahasa Prancis (francophone) itu, karena merupakan bekas koloninya, diwarnai oleh dominasi pemain - pemain berkulit hitam keturunan Afrika. Bahkan, tiga diantaranya adalah Muslim, yakni Ibrahima Konate, Youssouf Fofana, dan Ousmane Dembele. Mereka adalah Muslim keturunan Afrika di skuad Les Bleus.

Prancis tak lagi diisi oleh pemain kulit putih Eropa semata, namun telah berbaur bahkan didominasi oleh pemain kulit hitam keturunan Afrika. Sehingga, Prancis adalah negeri bekas kolonis, namun telah diperkuat oleh pemain keturunan dari negeri - negeri bekas koloninya. Suatu kemenduaan dengan kombinasi yang unik namun menguatkan.

Kemenangan Amerika Selatan dan Kebanggaan kaum Afrikan

Pada akhirnya, Argentina dan Prancis, Messi dan Mbappe menampilkan wajah - wajah pascakolonialnya. Argentina sebagai negara bekas jajahan yang berjaya mengalahkan negara Eropa sebagai asal para kolonis. Sementara Mbappe dan kawan - kawan sekaum Afro-France nya, berjaya menyelamatkan muka Tim Nasional Prancis dari kekalahan telak di partai final.

Olehnya, Messi boleh berbahagia dengan juaranya. Namun, Mbappe tak boleh menyembunyikan rasa bangganya, sebagai pemain muda yang dihampiri Presiden Macron pasca laga usai. Itu sebelum dia mendapatkan penghargaan sepatu emas, di usia ke-23 tahunnya. Usia yang masih relatif muda dan memang berbahaya.

Bangga Mbappe!!! Viva Messi, Viva La Argentina!!!

Kuala Lumpur, 20 Desember 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun