Mohon tunggu...
Nasrul
Nasrul Mohon Tunggu... Guru - nasrul2025@gmail.com

Pengajar sains namun senang menulis tentang dunia pendidikan, bola dan politik, hobi jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tentang Ayah, Kami Rindu Dinasehati

13 November 2020   10:52 Diperbarui: 13 November 2020   16:50 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ayah di sawah (dok. voa-islam.com)

Ayah adalah sosok pemimpin dalam keluarga kami, beliau selalu memenuhi apa yang kami minta, walaupun ayah kadang -- kadang tidak cukup uang tapi beliau mau bekerja keras untuk bisa memenuhi semua permintaan anak -- anaknya. Ayah kami meninggal 6 tahun yang lalu, penyebab meninggalnya karena muntah darah. Kami tentu merasa sangat kehilangan. Apalagi ayah belum mencapai cita -- citanya yaitu umrah dan ikut wisuda dengan anaknya.

Kami semua ada enam bersaudara, 3 laki --laki dan 3 perempuan. Anak pertama Ayah adalah kakak perempuan, yang mana tidak lulus sekolah menengah pertama, di susul kakak kedua yang hanya lulus Diploma 2, selanjutnya kakak laki --laki yang sedang menyusun skripsi saat ayah meninggal sama dengan kakak perempuan juga. Dan saya yang sedang kuliah semester 6 saat ayah meninggal serta pada saat yang sama adek sedang sekolah SMK.

Ayah tidak pernah mengutarakan keinginannya secara langsung tapi beliau mengutarakan cita -- citanya dengan membandingkan kami dengan anak saudaranya yang terlahir kaya. Kata beliau lihat kakakmu yang itu, dia kuliah  dan lulus di kampus terkenal dan kamu harus contoh kakak mu itu yang beda nenek dengan kami. Ayah seorang petani tulen yang bisa menggarap sawahnya sendiri dengan baik. Beliau tidak pernah mengeluh dengan pekerjaannya. Biasanya saya di ajak ke kebun dan sawah yang sedang di kerjakan oleh ayah. Saya yang memang senang membantu melihat langsung bagaimana kemampuan ayah bertani dengan baik. Yaitu beliau dengan tekun membersihkan rumput yang menggangu tanamannya. Padahal, rumputnya bisa di semprot tapi kata ayah bahwa tanaman perlu juga perhatian seperti manusia.

Pekerjaan Ayah memang seorang petani tapi beliau mempunyai jiwa kepemimpinan yang bertanggung jawab. Hal itu tercermin saat kami terkena musibah Tsunami Aceh yang membuat seluruh kehidupan hancur dan rumah kami juga hancur total, maklum kami tinggal di daerah di dekat pantai saat Tsunami terjadi pada 26 Desember 2004. Ayah sebagai pemimpin kami sekeluarga tidak bisa diam sebelum kami bisa makan. Dan ibu yang berada di samping ayah selalu mendukung ayah untuk tetap tegar dalam menghadapi musibah Gempa dan Tsunami.

Pada saat kejadian yang menyedihkan itu  ayah tidak pernah putus asa, beliau terus mencari bantuan dan tempat tinggal sementara untuk kami, walaupun tempat tinggal kami tidak layak tapi beliau mampu membuat kami bisa tidur nyenyak. Karena ayah berhasil dapat rumah di dalam semak dan di bersihkan, dan rumah rusak itulah kami tinggal selama satu bulan lebih, selama masa darurat. Padahal, teman -- teman kami yang lain mereka tinggal di bawah tenda yang panas. Kami pikir begitu sayang ayah sama kami.

Selain tempat tinggal Ayah yang carikan, beliau juga mencari makanan, yang mana makanan saat baru Tsunami sangat sulit di dapat. Alhamdulillah, Ayah bisa dapat beras yang sudah terendam oleh air laut. Walaupun nasinya tidak enak tapai kata ibu makan saja daripada sakit nanti tambah ruwet permasalahannya. Karena memang kondisi yang tidak memungkinkan untuk mencari beras yang tidak terendam air laut.

Selama kami mengungsi di rumah yang ada di dalam semak. Kami hidup dengan keterbatasan dari tempat kamar mandi tidak ada sampai sulit mendapat air putih yang bersih. Selama itu pula Ayah terus membuat kami merasa nyaman dan berharap tidak ada yang sakit. Sebab rumah sakit sudah di penuhi oleh korban Tsunami.

 Tsunami telah membuat hati seorang Ayah menangis, sehingga Ayah hanya mampu berbuat dengan kemampuannya. Namun, walaupun begitu kami melihat di mata Ayah tetap ada harapan semoga kami anak -- anaknya bisa membuat Ayah bahagia suatu saat nanti.

Terimah kasih Ayah telah membuat kami belajar menjadi manusia yang bertanggung jawab, menjadikan kami manusia yang peka dan sayang sama keluarga berkat kasih sayang Ayah kepada kami yang penuh dengan ikhlas. Ayah maafkan kami yang belum bisa terpenuhi cita -- cita dan harapan ayah sama kami. Tapi Ayah, anak ayah sekarang sudah menyelesaikan sarjana dan sedang menjadi guru seperti yang ayah ceritakan bahwa jika jadi guru bisa bermanfaat bagi orang lain.

Jujur ayah, kami sangat menrindukan cerita dan nasehat Ayah. Kami masih sekarang kehilangan separuh jiwa sejak ayah meninggal. Dirumah Ayah tidak ada lagi gercak tawa dari Ayah. Dan ayah , kami ingin sekali curhat dan bercerita dengan Ayah keadaan kami sekarang yang sudah nyaman dan tidak lagi seperti hidup di pengungsian dulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun