Mohon tunggu...
M. Nasir Pariusamahu
M. Nasir Pariusamahu Mohon Tunggu... Penulis - -

Saya Manusia Pembelajar. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfat untuk orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Segelas Kopi di Atas Awan (1)

24 Oktober 2017   09:41 Diperbarui: 24 Oktober 2017   09:53 743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi para penikmat kopi. Kopi punya filosofi hidup dan rasa. Bahkan tenarnya kopi, baru-baru ini diangkat ke layar lebar dengan judul Filosofi Kopi (1) dan (2). Kopi dulunya yang digandrungi tetua-tetua kampung. Hanya kopilah pengganti suntuk dalam kerjaan kala itu.

Zaman ini pula, kopi tidak pernah dilupakan dalam sejarah "chief". Segala aneka rasa sangat better lezat. Jika dulu, kopi bersahabat dengan rokok. Kini lain cerita. Kopi tak lagi menjadi sempit makna melainkan kaya rasa, menembus lapis masyarakat. Tua muda. Bahkan tulisan ini pun ada karena alas rasa kopi pahit.

Maka tak ubahlah kita dengan kopi. Hitam, berwarna tapi namanya tetap kopi. Seperti itu pula hidup kita. Allah memberi firmanNya, " Aku menciptakanmu karena untuk diuji dan bermanfaat bagi alam. Itulah pelajaran sebagai manusia hamba.

Hidup itu pasang surut. Dikala sedih atau susah kita tidak boleh "merenung" lama. Ditinggal mati seseorang yang kita cintai. Terludesnya harta kekayaan. Bukankah ada pelajaran penting dari kisah nabi Syuaib AS.

Dikala kita bahagia dan mempunyai segalanya. Kita pun tidak lantas berdiri dan menyombongkan diri. Bahwa ini adalah hasil dari pekerjaan kita. Lantas lihatlah Haman yang Allah binasakan.

Maka, hidup-hidupilah hidupmu dengan keberkahan. Kekayaan bukan terletak pada materi. Kenalkan anda dengan Bob Sadino, sang miliader negeri ini? Semakin banyak harta semakin sederhana hidup seseorang. Disini kita akan mengambil hikmah bahwa cara berpikir orang-orang kaya itu hanya sedikit yang punyai.


Tentang kopi di atas awan. Gulanya tak manis amat. Bahkan lebih enak buatan emakku di kampung dikala purnama sedang telanjang di langit. Tapi, itulah suguhan kopi, tak pernah kenal tempat. Membuat fikiran terbuka lebar.

Lewat jendela pesawat berukuran buku atlasku, teringatku dengan kedahsyatan sains Allah SWT. Nalarku berkutik, "semua benda yang dibuang ke atas, akan jatuh ke bawah. Walau selembut kapas pun. Karena, pada dasarnya benda itu memiliki gaya gravitasi. Lantas mengapa awan tidak mengalami hal tersebut?

"Fabiayyi 'aalaa'i Rabbikumaa Tukadzdzibaan?"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun