Sadar pada arah tujuan demonstrasi membuat sang bupati lagi-lagi merespon dengan sikap yang tidak elegan. Bupati menuduh ada pihak-pihak yang menunggani aksi masyarakatnya, padahal semua bersumber dari perilakunya sendiri.
Tidak mengherankan bila masyarakat sepertinya benar-benar kehilangan respek dan kepercayaan terhadap sang bupati. Mungkin posisi sang bupati masih kuat karena masih satu partai dengan penguasa negara, tetapi dinamika politik tidak pernah dapat diduga. Mungkin presiden dapat melindungi sang kader dari jabatannya, tapi tak ada yang mampu memulihkan kehormatannya dari masyarakatnya sendiri.
Arogansi sering digunakan untuk menakut-nakuti orang lain dengan memamerkan kekuatan dirinya, melalui sikap, ucapan dan tindakan. Bukannya membuat orang lain takut dan menyerah, sikap arogan justeru memancing respon sebaliknya. Orang yang disombongi justeru kehilangan respek, bahkan dengan mudah balik merendahkannya.
Pimpinan publik berbeda dari memimpin lembaga bisnis, yang mana kekuasaan seseorang tidak bergantung pada masyarakat. Memimpin masyarakat membutuhkan sikap "ngemong", rendah hati. Itulah yang disebut sikap bijaksana.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI