Mohon tunggu...
Irfan Tamwifi
Irfan Tamwifi Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

Pengajar yang terus belajar apa saja

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Modus Kriminalisasi Pengusaha UKM

25 Desember 2019   12:08 Diperbarui: 25 Desember 2019   12:27 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kriminalisasi terhadap pengusaha UKM akhir-akhir ini sudah sangat memprihatinkan. Banyak pengusaha kecil-menengah yang sudah bekerja puluhan tahun, turut menggerakkan roda perekonomian dan membantu pemerintah menyediakan lapangan kerja bagi banyak orang tiba-tiba didatangi aparat, terancam proses hukum dan dikuatkan dengan pemberitaan media massa sebagai pelaku kriminal, tanpa paham kesalahannya. 

Aturan Pembuka Peluang Kriminalisasi 

Upaya pemerintah mendorong industrialisasi dan tumbuhnya usaha kecil-menengah bertolak belakang dengan aturan yang dibuat dan praktik di lapangan.  RUU KUHP soal Korporasi yang ditolak KADIN sudah sukses memakan korban. Ironisnya, korban-korban terbanyak dari peraturan-peraturan pemerintah justeru mereka yang oleh presiden Jokowi diharapkan menjadi roda perekonomian Indonesia. . 

Berbagai aturan yang dibuat membuka peluang kriminalisasi terhadap pengusaha, yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab "mempermainkan hukum" dan mengeruk keuntungan. Aparat leluasa "menuduh" pengusaha melakukan pelanggaran dan mengancam dengan pidana. Aparat benar-benar di atas angin karena memiliki keuntungan ganda, baik bila masalah diselesaikan secara "damai" ataupun proses hukum. 

Pengusaha kecil-menengah pada umumnya hanya bermodal tekad dan kerja keras, serta awam dengan berbagai aturan yang dibuat oleh pemerintah. Mereka awam dengan urusan-urusan birokrasi dan administratif. Bahkan untuk urusan perpajakan, istilah-istilah yang digunakan begitu asing bagi pengusaha kecil-menengah. Ketidaktahuan dan fokus perhatian pada pengembangan usaha membuat mereka rentan dikriminalisasi. 

Terbukti, akhir-akhir ini kriminalisasi pengusaha di daerah sudah benar-benar marak terjadi hingga taraf memprihatinkan. Di antara potret kriminalisasi pengusaha kecil-menengah di daerah dapat dicermati dari kasus pemenjaraan terhadap pengusaha mie yang diduga tidak memiliki izin, petambak di Lampung, penangkapan petani kangkung dan buncis  di Gresik, Kediri, Blitar dan Mojokerto. Usaha-usaha kecil yang sebenarnya bisnis rakyat dan sudah berjalan puluhan tahun, tiba-tiba mencuat sebagai kasus kriminal dan aparat yang justru "kriminal sejati" di kasus ini menjadi "pahlawan". 

KADIN sudah menyuarakan keberatannya terhadap aturan-aturan yang tidak ramah investor, tapi suaranya nyaris tak terdengar. Para pengusaha sudah menolak RUU KUHP, tetapi gaungnya tidak terdengar. Suara mereka kalah jauh dari politisi yang dengan mudah mengeksploitasi massa demi mendukung atau menolak kepentingan tertentu. Mereka dapat menggerakkan demo besar-besaran untuk isu-isu remeh-temeh dan tidak penting, tetapi tidak demikian halnya dengan kepentingan ekonomi riil.

Modus Kriminalisasi

Modus kriminalisasi aparat mirip dengan modus pemerasan yang dulu biasa dilakukan oleh orang-orang yang mengatasnamakan LSM di era pemerintahan SBY, yang di masyarakat dikenal dengan LSM bodreks. Modusnya hampir sama, bahkan kali ini lebih "canggih" dan sistemik, karena dari luar terkesan memperlihatkan ketegasan dalam penegakan hukum, padahal hakekatnya tidak lebih dari kriminalitas kaum berseragam. 

Aparat dengan mudah berlindung di balik penegakan hukum akibat aturan-aturan yang tidak dipenuhi oleh pengusaha meski sebenarnya hanyalah kesalahan  "dicari-cari". Itu sebabnya, kasus-kasus kriminalisasi UKM terdengar aneh di telinga masyarakat, tetapi tidak banyak masyarakat yang menyadari apalagi menyuarakannya. 

Biasanya kriminalisasi dimulai dengan kedatangan satu atau beberapa aparat yang mengaku dari kepolisian ke tempat pengusaha. Aparat nakal biasanya menyampaikan aturan-aturan yang dianggap dilanggar oleh pengusaha, padahal sebelumnya tidak ada pemberitahuan, undangan ataupun pembinaan apapun dari dinas-dinas terkait. Bahkan sangat boleh jadi aparat dinas sebenarnya "bermain mata". karena aparar kepolisian tentu tidak memiliki data kecuali dari dinas terkait. Pengusaha dibuat shock karena langsung dipanggil pihak kepolisian, dan biasanya setingkat Polda. 

Sepertinya pemanggilan tersebut sengaja ditujukan untuk menekan pengusaha agar memohon "penyelesaian damai", meski aparat berpura-pura bersikap formal dan aparat yang "suci". Bila "tawaran" sang pengusaha tidak sesuai keinginan aparat, mereka langsung diproses hukum. Saat proses hukum dimulai, aparat mengundang media massa untuk meliput, sehingga "permainan" mereka terkesan sebagai proses penegakan hukum yang legal. Masalah selesai dan aparat memperoleh keuntungan baik berupa materi atau "prestasi" penegakan hukum.

Sasaran kriminalisasi adalah para pengusaha yang dipandang memiliki uang dan keuntungan banyak di sektor-sektor domestik dengan skala yang tidak begitu besar. Pengusaha produk-produk makanan, kosmetik, peternakan, perilakanan, pertanian, mebel, dan industri-industri kecil menengah adalah sasaran empuk bagi kaum "kriminal berseragam", karena pengusaha level ini biasanya belum mampu mempertimbangkan berbagai aspek usaha seperti halnya pengusaha besar. Soal perijinan, pajak, hingga limbah yang pada umumnya belum terpikirkan dan tertangani menjadi celah bagi "aparat nakal" untuk melancarkan aksinya.

Hari-hari ini adalah masa "kejayaan" aparat yang bermental kriminal. Aparat dengan mudah melakukan kejahatan luar biasa tanpa mungkin tersentuh hukum apapun. Sudah sangat banyak pengusaha yang dikriminalisasi dengan berbagai kesalahan yang tidak masuk akal dan dicari-cari. Para pengusaha menjadi permainan dari kepastian hukum yang sesungguhnya hanya "alat permainan" aparat. Tidak mengherankan bila di mata para pengusaha UKM, aparat dan perampok dinilai tidak ada bedanya, sebab jargon yang berlaku pada dasarnya juga sama, "Serahkan uang atau masuk penjara?" 

Aparat Dinas Tak Berguna?

Membuat usaha yang mampu bertahan dan berkembang bukan hal mudah. Ribuan orang di negeri ini berupaya membangun usaha, yang sebagian kecil berhasil tetapi lebih banyak yang gagal. Apalagi di tengah iklim persaingan usaha yang semakin tidak mudah dan penuh ketidakpastian, membangun usaha tak ubahkan sebuah gambling yang lebih banyak berpotensi merugi dibanding untung. 

Karena itu, pengusaha kecil-menengah seharusnya dipandang aset berharga yang didorong untuk berkembang demi kemajuan perekonomian. Kalaupun ada aturan yang belum dipenuhi, seharusnya dinas terkait memberikan pembinaan hingga pengusaha mampu memenuhinya, sebab faktanya sangat banyak pengusaha yang awam dengan berbagai aturan yang dibuat oleh pemerintah. 

Masalahnya, pemerintah sama sekali tidak berbuat apa-apa dengan situasi ini. Bahkan secara hukum pemerintah sendirilah yang membukakan peluang bagi aparat nakal untuk memainkan kejahatannya. 

Bila pemerintah lebih suka mengedepankan pendekatan hukum dibanding pembinaan, dinas-dinas terkait yang menghabiskan anggaran negara dan nyaris tidak melakukan apa-apa itu ditutup saja, sebab mereka sama sekali tidak ada upaya mendorong pertumbuhan dunia usaha, malah sangat boleh jadi sebaliknya. Mereka turut menggerogoti pengusaha dengan berkolaborasi bersama aparat-aparat nakal. Dinas-dinas pemerintahan sama sekali tidak ada gunanya, ada tapi tak berguna, apalagi bila masalah sudah ditangani kepolisian. Pengusaha UKM di negeri ini benar-benar tanpa perlindungan, karena kerja aparat tak ubahnya "pagar makan tanaman".

Sungguh tidak adil bagi pengusaha UKM karena aparat dinas tidak melakukan pembinaan apapun, tiba-tiba aparat kepolisian "bermain" sendiri dengan bermodalkan aturan yang tidak berpihak pada pengembangan usaha. Lebih konyol, lagi media massa di daerah yang seharusnya menyuarakan keadilan, hanya berperan sebagai corong aparat untuk melegitimasi "kejahatan" aparat terhadap para pengusaha.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun