Sebagian besar guru yang dikirim ke Sabah, selain menguasai ilmu pengetahuan umum, juga menguasai ilmu agama, khususnya baca tulis Al-Quran. Pada malam hari, para guru akan berada di masjid untuk mendidik anak-anak baca tulis Al-Quran.Â
Banyak masjid yang tadinya mati, hidup lagi oleh kegiatan keagamaan. Pada kegiatan shalat Jumat jamaahnya mencapai 200 orang. Bahkan banyak warga yang memesan kitab suci Al-Quran, ketika para guru cuti di hari libur sekolah, yang membuktikan keinginan mereka untuk mempelajari Al-Quran.
Para guru juga dapat bekerja sama dengan imam setempat untuk membina masyarakat. Pada malam Ramadhan, bisa dilaksanakan kultum dan salat taraweh. Dalam kesempatan itu, para guru menjadi Pembina akhlak masyarakat. Demikian juga pada hari Jumat, para guru dapat menjadi khatib. Bahkan, setiap acara kenduri, penulis sering diundang untuk memberikan ceramah.Â
Di situlah kesempatan kita memberikan pencerahan kepada masyarakat. Juga ditekankan pentingnya mendidik anak melalui bangku sekolah. Bisa dibayangkan, jika anak-anak TKI tidak bisa baca tulis, berada di luar negeri, mereka akan rawan menjadi korban  human trafficking.
Untuk membekali karakter anak-anak TKI dengan karakter bangsa Indonesia yang luhur, maka Kemdikbud setiap tahunnya mengirimkan para guru, mereka telah dibekali dengan berbagai pengetahuan agar mampu memberikan warna pada anak-anak TKI yang belajar di sekolah milik Yayasan Humana atau Pusat-pusat Belajar milik Kemdikbud. Bukan itu saja, Pemerintah, dalam hal ini Kemdikbud, juga harus membayar gaji bulanan para guru, yakni Rp. 19.000.000,- yang menandakan, betapa seriusnya Pemerintah mengurus pendidikan anak-anak Indonesia di luar negeri.