Mohon tunggu...
Nashwa Aulia Ardhini
Nashwa Aulia Ardhini Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Sekolah Vokasi IPB University

Saya sangat menyukai musik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Vokasi untuk PMI adalah Solusi yang Kurang Tepat

9 Februari 2024   08:00 Diperbarui: 23 Februari 2024   19:23 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.antaranews.com/ Erlangga Bregas Prakoso (Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani dan Calon Presiden (Capres) Ganj

Rencana yang diusulkan oleh cawapres PDIP Ganjar Pranowo untuk mendirikan lembaga pendidikan vokasi, telah menyebabkan banyak perdebatan. Hal tersebut diusulkan oleh Ganjar, agar mencegah terjadinya masalah di lingkungan Pekerja Migran Indonesia (PMI). Meskipun pendirian sekolah vokasi adalah ide yang baik, tetapi itu tidak akan menyelesaikan masalah utama PMI. Sistem rekrutmen dan penempatan PMI saat ini, rentan terhadap penyalahgunaan dan eksploitasi.

Pendidikan vokasi, sangat penting untuk meningkatkan keterampilan dan kemandirian PMI. Akan tetapi, ini tidak akan berhasil tanpa dukungan yang memadai dari pemerintah. Pemerintah perlu memberikan pelatihan dan kesempatan kerja yang layak bagi PMI. Selain itu, sebelum memikirkan untuk mendirikan sekolah vokasi, pemerintah harus memastikan bahwa PMI mendapatkan perlindungan hukum dan kesejahteraan yang layak. Oleh karena itu, pendirian sekolah vokasi untuk PMI bukanlah solusi yang tepat untuk masalah yang telah terjadi.

Kurikulum yang Tidak Tersinkronisasi

Kurikulum pendidikan, merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan kualitas pendidikan di sebuah negara. Akan tetapi, seringkali terjadi sebuah kesenjangan antara kurikulum yang diajarkan dengan kebutuhan di luar sana. Terlebih, bagi para Pekerja Imigran Indonesia (PMI) yang nantinya akan mencari pekerjaan. Hal ini, terjadi karena kurikulum yang tidak tersinkronisasi dapat menghambat kemajuan PMI di dunia kerja.

Kesenjangan antara kurikulum vokasi dan kebutuhan PMI, merupakan salah satu contoh yang paling nyata dari kurikulum yang tidak tersinkronisasi. Pada kurikulum vokasi, PMI diajarkan berbagai keterampilan dan pengetahuan yang terkait dengan dunia kerja. Misalnya, bahasa asing, keterampilan teknis, dan masih banyak lagi. Akan tetapi pada saat mereka tiba di negara tujuan, seringkali menemukan bahwa kebutuhan dunia kerja di sana sangat berbeda dengan apa yang mereka pelajari.

Misalnya di negara tujuan PMI nanti, lebih sering dituntut untuk memiliki keterampilan dalam manajemen waktu, keterampilan komunikasi yang baik, dan kemampuan beradaptasi pada kondisi tertentu. Hal ini tentu berbeda dan dapat menggambarkan, bahwa terdapat kesulitan dalam membuat kurikulum yang sesuai. Artinya, pemerintahan tidak dapat sepenuhnya mempersiapkan PMI menghadapi tantangan dunia kerja yang sesungguhnya.

Dampak Negatif terhadap Kualitas Pendidikan dan Tenaga Kerja

Kurikulum yang tidak sesuai dengan kebutuhan, dapat menyebabkan lulusan sekolah vokasi tidak memiliki keterampilan yang diperlukan. Nantinya, hal tersebut dapat menciptakan kesenjangan antara apa yang diajarkan di sekolah dan apa yang dibutuhkan di dunia nyata. Sehingga, membuat pekerja migran Indonesia sulit untuk bersaing di pasar tenaga kerja luar negeri.

Mereka tidak memiliki pilihan lain, lulusan sekolah vokasi dapat dieksploitasi oleh pemberi kerja yang tidak bertanggung jawab. Akibatnya, mereka dapat dipaksa bekerja dalam kondisi yang buruk. Bahkan sampai mendapatkan gaji yang rendah tanpa perlindungan hukum yang layak.

Lulusan sekolah vokasi yang memiliki kurikulum yang tidak sinkron, mungkin akan mengalami kesulitan. Seperti menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja di negara tujuan, karena mereka tidak memahami praktik kerja, teknologi, dan standar yang berlaku di luar negeri. Sehingga, memperlambat proses adaptasi dan menurunkan produktivitas di tempat kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun