Bahasa Indonesia tidak hanya sekadar alat komunikasi, melainkan juga identitas kebangsaan dan wahana penyebarluasan ilmu pengetahuan. Di tengah derasnya arus globalisasi dan menjamurnya penggunaan bahasa asing dalam ranah akademik, terutama bahasa Inggris, Bahasa Indonesia seakan kehilangan ruang dalam lingkungan perguruan tinggi. Padahal, justru di lembaga-lembaga pendidikan tinggi inilah Bahasa Indonesia seharusnya mendapatkan tempat terhormat, khususnya dalam penulisan karya ilmiah.
Mengapa Bahasa Indonesia penting dalam konteks perguruan tinggi dan penulisan ilmiah? Jawabannya sederhana: karena ilmu pengetahuan harus dapat diakses, dipahami, dan dikembangkan oleh masyarakat Indonesia sendiri. Sayangnya, saat ini banyak mahasiswa dan bahkan dosen yang menganggap bahwa menulis dalam bahasa asing---terutama untuk jurnal-jurnal internasional---adalah simbol kualitas akademik. Akibatnya, karya ilmiah berbahasa Indonesia kerap dianggap kelas dua, tidak bergengsi, dan bahkan tidak relevan.
Pandangan seperti ini sangat keliru dan berbahaya bagi masa depan keilmuan bangsa. Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi negara, termasuk dalam sistem pendidikan tinggi. Maka, penggunaan Bahasa Indonesia dalam karya ilmiah bukan hanya soal kebanggaan, tetapi juga soal keberlanjutan intelektual dan keterlibatan masyarakat luas dalam pengembangan ilmu.
Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Ilmu
Mungkin kita bertanya-tanya, mungkinkah Bahasa Indonesia menjadi bahasa ilmu? Tentu saja bisa. Banyak negara maju seperti Jerman, Jepang, dan Prancis, tetap memproduksi karya-karya ilmiah penting dalam bahasa nasional mereka. Mereka membuktikan bahwa bahasa ibu bukan penghalang untuk maju dalam ilmu pengetahuan. Yang penting bukan bahasanya, tetapi bagaimana bahasa itu digunakan secara konsisten dalam diskursus ilmiah yang serius.
Hal yang sama sangat mungkin dilakukan di Indonesia. Kita memiliki kosakata teknis yang terus berkembang, kemampuan gramatikal yang memadai, dan struktur kalimat yang logis. Bahasa Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pengantar dalam diskusi akademik lintas disiplin, asalkan kita sebagai penggunanya memiliki kesadaran dan komitmen untuk menggunakannya secara benar, sistematis, dan ilmiah.
Meningkatkan Literasi Akademik
Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam penulisan karya ilmiah bukan hanya soal estetika kebahasaan, melainkan soal cara berpikir. Ketika mahasiswa dilatih menulis dengan Bahasa Indonesia yang logis dan runut, mereka secara otomatis juga belajar berpikir sistematis. Tulisan ilmiah mencerminkan cara berpikir penulisnya. Bahasa yang kacau, ambigu, atau tidak baku seringkali menjadi indikator bahwa penulis belum sepenuhnya menguasai materi dan belum terlatih dalam menyampaikan ide secara jernih.
Oleh karena itu, pembelajaran Bahasa Indonesia tidak seharusnya berhenti di tingkat sekolah menengah. Justru di perguruan tinggi, pembinaan terhadap Bahasa Indonesia ilmiah harus diperkuat. Sayangnya, di banyak kampus, mata kuliah Bahasa Indonesia sering dianggap sebagai pelengkap, tidak penting, atau bahkan menjadi beban administratif belaka. Padahal, keterampilan menulis ilmiah adalah pondasi dari seluruh aktivitas akademik.
Menjangkau Masyarakat Lebih Luas
Tujuan akhir dari ilmu pengetahuan bukanlah hanya untuk publikasi jurnal, tetapi untuk memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. Maka, jika seluruh hasil penelitian hanya tersedia dalam bahasa asing, bagaimana masyarakat umum bisa memanfaatkannya? Bahkan kalangan birokrat atau pengambil kebijakan di daerah pun sering kesulitan memahami laporan atau hasil penelitian yang terlalu teknis dan berbahasa asing.