Agak berteriak kusapa Kang Karep yang tiba-tiba melintas. Seperti biasa, berjalan agak cepat sambil mendekap tas kumal warna hitam. Tapi kali ini batiknya berwarna merah dengan motif burung cenderawasih.
"Iya Mas Bagus. Selamat pagi Pakde Karto?"
Kang Karep membalas dan menyapa ayahku yang sedang menikmati hangatnya sinar matahari pagi. Ayahku melambai sambil memanggil Kang Karep. Dengan tergopoh-gopoh Kang Karep mendekat menghampiri kami.
"Apa yang kamu bawa Rep?"
"Ini keris Pakde. Saya menemukan ini saat menggali tanah."
"Mau kamu bawa ke mana? Coba kulihat."
Kang Karep mengeluarkan bungkusan kain putih dari tas kumalnya. Dibukanya bungkusan itu dan sebuah keris berwarangka kuning mengkilap diserahkan ke ayahku.
"Hmmm...."
Ayahku bergumam sambil manggut-manggut saat mencabut bilah keris dari warangkanya. Dicermati betul keris luk pitu itu. Masih manggut-manggut. Terus menggeleng-gelengkan kepala. Aku tak tahu maksud anggukan dan gelengan kepala ayahku. Kang karep pun turut memandanginya.
"Pakde paham tentang keris? Keris ini punya keampuhan apa nggih Pakde? Saya sudah bertanya ke beberapa orang seminggu ini tak dapat jawaban pasti. Apalagi membelinya, menjawab saja hanya dengan gelengan kepala."
Kang Karep antusias bertanya ke ayahku tentang kerisnya. Sementara ayah dengan senyum tipis menyerahkan keris itu kembali. Ayah masih menggeleng-gelengkan kepala sambil terkekeh. Kemudian menyerahkan kembali keris itu kepada Kang Karep.