Mohon tunggu...
Nararya
Nararya Mohon Tunggu... profesional -

Blog pribadi: nararya1979.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Ini Kompasiana, Bukan Pengadilan! Rejoinder untuk Pepih Nugraha

15 Oktober 2015   00:27 Diperbarui: 15 Oktober 2015   01:37 1707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Terima kasih atas artikel responsif Pepih Nugraha berjudul: "Pantaskah Akun Pakde Kartono Diberangus?" (14/10/2015). Tulisan responsif tersebut, saya percaya termasuk respons terhadap sejumlah artikel terbaru saya (walau Pepih Nugraha sebenarnya mengabaikan begitu saja argumen-argumen saya dalam artikel-artikel tersebut), pada artikel terbarunya sangat stimulatif dan akan menjadi pokok utama dalam rejoinder ini.

Meski stimukatif, tulisan Pepih Nugraha tersebut sebenarnya tidak memuat argumen apa pun selain kesalahpahaman-kesalahpahaman yang akan saya perlihatkan dalam rejoinder ini.  Artikel stimulatif Pepih Nugraha langsung mendorong munculnya dua pertanyaan krusial: Apakah ada bukti meyakinkan bahwa Gayus Tambunan adalah pemilik akun Pakde Kartono?; dan salahkah seorang narapidana bermedia sosial? Dua pertanyaan ini akan saya jawab dalam rejoinder ini.

Bukti Apa yang Anda Inginkan?

Bicara soal bukti, saya menggunakan dua kategori pembuktian yang sebenarnya dikenal juga dalam dunia hukum, yaitu: factum probans (fakta-fakta yang diajukan sebagai bukti) dan factum probandum (proposisi yang hendak dibuktikan). Factum probans itu bisa macam-macam: bukti fisik, testimoni, dan pendapat ahli. Sedangkan, factum probandum bisa disebut juga sebagai bukti logis (logical evidence) karena ia melibatkan aturan-aturan penalaran (logika) untuk mendukung sebuah klaim/dalil.

Karena itu, let’s start from the facts (factum probandum) kemudian saya akan menganalisisnya menggunakan beberapa kriteria pembuktian yang sudah pernah saya cantumkan dalam artikel terdahulu saya dalam rangka factum probandum-nya.

Sejauh ini, kita memiliki sejumlah bukti (facts):

  1. Ifani dan Vita Sinaga adalah dua Kompasianers (dari sekian banyak Kompasianers) yang sangat akrab dengan Pakde Kartono di Kompasiana.
  2. Beredarnya foto Gayus Tambunan bersama Vita Sinaga dan Ifani (foto di restoran) juga beredarnya foto Gayus Tambunan sedang menyetir sementara di sampingnya tampak wajah Vita Sinaga dengan jaket yang sama dengan jaket yang dikenakan Vita Sinaga pada foto di restoran.
  3. Ifani menulis artikel kopdaran bersama Gayus Tambunan yang di dalamnya terdapat foto “pamer jam tangan” (artikel ini sudah dihapus entah oleh siapa pasca beredarnya foto di restoran tersebut.
  4. Mendadak, Ifani “menghilang” dari Kompasiana berbarengan dengan penghapusan seluruh artikelnya (entah oleh siapa).
  5. Vita Sinaga masih muncul memberikan vote di beberapa artikel termasuk menulis komentar copasan dari artikel Baskoro yang di-HL beberapa hari lalu.
  6. Pada saat Gayus Tambunan dipindahkan ke Lapas Gunung Sindur, tidak lagi ada postingan di akun Pakde Kartono.
  7. Artikel klarifikasi di akun Pakde Kartono menyatakan bahwa ia adalah pengacara Gayus Tambunan yang disusul dengan klarifikasi Pepih Nugraha di Kompasiana TV berdasarkan pengakuan Vita Sinaga (melalui telpon) dan juga berdasarkan artikel klarifikasi tersebut.

Sekarang muncul semacam “hipotesis” bahwa pemilik akun Pakde Kartono adalah seorang lawyer ternama di Jakarta. Tetapi, “hipotesis” ini telah saya bantah dalam artikel-artikel saya. Tidak ada karakteristik seorang lawyer dalam seluruh tulisan Pakde Kartono yang berjumlah ribuan. Maka “hipotesis” ini menjadi sangat lemah dan terbuka untuk sekadar dianggap sebagai salah satu kemungkinan kecil karena sangat kuat nuansa “ad hoc”-nya, sekaligus tidak meng-cover seluruh fakta yang ada (explanatory scope) juga tidak memiliki kekuatan logis untuk menjelaskan seluruh fakta di atas (explanatory power). Dengan ketiadaan explanatory power, explanatory scope, dan less ad hoc, maka “hipotesis” bahwa pemilik akun Pakde Kartono adalah seorang lawyer menjadi sebuah ketidakmungkinan logis!

Di sisi lain, seluruh fakta di atas menjadi sangat masuk akal (memiliki plaussibility), ketika kita menyimpulkan bahwa Gayus Tambunan adalah pemilik akun Pakde Kartono. Ini bukan hanya masuk akal, melainkan juga memenuhi ketiga kriteria pembuktian lainnya yang sudah saya kemukakan di atas, yakni: less ad hoc, explanatory scope,dan explanatory power.

Dengan terpenuhinya kriteria-kriteria ini, klaim bahwa Gayus Tambunan adalah pemilik akun Pakde Kartono menjadi sebuah klaim yang tidak terbantahkan secara logis. Dan karena tidak terbantahkan secara logis, maka klaim ini harus dianggap sebagai bukti meyakinkan lainnya (logical evidence).

Tampaknya, Pepih Nugraha mengharapkan sebuah jenis pembuktian yang sangat pasti, dan jenis pembuktian itu adalah bukti yang tidak memiliki ruang kemungkinan lain apa pun. Well, jenis pembuktian semacam ini dalam kasus ini adalah ilusi semata. Sebuah jenis pembuktian yang tidak dapat diberikan, karena memang seperti kata Pepih Nugraha, “...hanya GT yang tahu”.

Pertanyaannya, mengapa harus jenis pembuktian itu yang dituntut oleh Pepih Nugraha? Apakah jenis pembuktian itu merupakan satu-satunya jenis pembuktian yang dapat kita harapkan untuk tiba pada kesimpulan meyakinkan mengenai isu ini? TIDAK (with capital letters!). Jenis pembuktian ini hanya bisa diharapkan di pengadilan (untuk sejumlah kecil kasus saja!), dan karena ini bukan pengadilan, Pepih Nugraha sedang mengharapkan sebuah jenis pembuktian yang tidak kontekstual!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun