Mohon tunggu...
Narani Priwanggita
Narani Priwanggita Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa di Universitas Jember

Saya memiliki ketertarikan pada pembahasan mengenai dunia internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Globalisasi dan Ketenagakerjaan: Kekurangan Tenaga Kerja di Jerman

20 Maret 2023   19:54 Diperbarui: 20 Maret 2023   20:08 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : spie.org

 Globalisasi mengubah banyak hal dari kehidupan manusia. Dampak yang dihasilkan dapat dirasakan pada berbagai dimensi kehidupan. Tidak hanya dari segi budaya, dampaknya juga bisa dirasakan di bidang ekonomi dan politik. Utamanya dalam ekonomi, globalisasi menjadi salah satu pendorong terciptanya interdependensi ekonomi antar negara. Dikatakan demikian karena negara akan memenuhi kebutuhannya dengan melakukan impor dari negara lain. 

Sebaliknya, negara juga akan mengirimkan komoditas yang dimiliki untuk pemenuhan kebutuhan negara lainnya. Globalisasi juga menciptakan perdagangan bebas yang memberikan peluang negara untuk bersaing dalam produk yang dihasilkan. Peningkatan mutu tenaga kerja juga dapat terjadi sebagai salah satu aspek globalisasi.

Membicarakan mengenai tenaga kerja, globalisasi memberikan pengaruhnya terhadap pasar tenaga kerja. Dengan meluasnya pasar hingga dalam ranah internasional, maka tingkat produksi juga akan meningkat. Peningkatan tersebut kemudian berpengaruh dalam kebutuhan tenaga kerja. Akan tetapi globalisasi juga menandakan perkembangan teknologi yang kian canggih. Sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan juga mengalami pergeseran. Yaitu tenaga kerja yang memiliki kemampuan ber-keterampilan tinggi atau high skilled workers.

Mengambil contoh apa yang sedang terjadi di Jerman saat ini. Kabar terbaru yang beredar menyebutkan Jerman sedang menghadapi kekurangan tenaga kerja. Namun tenaga kerja yang dimaksud adalah tenaga kerja yang memiliki kemampuan dalam bidang khusus atau skilled-worker. Selain itu kondisi minimnya tenaga kerja tidak terjadi secara nasional, melainkan untuk sectok khusus. 

Kondisi kekurangan tersebut sangat terasa pasca terjadinya pandemi covid-19. Fenomena yang terjadi juga di dorong dengan fakta bahwa individu dengan usia produktif kerja (15-74 tahun) akan berkurang mulai tahun 2023 ke depan. (ifo Institut, 2021) Diasumsikan apabila kondisi tersebut terus berlanjut maka pertumbuhan ekonomi Jerman  akan mengalami kemerosotan.

Kondisi kekurangan high skilled workers di Jerman merupakan bagian dari adanya globalisasi. Pada tahun 2003 hingga 2006, Jerman sangat diuntungkan dengan tingkatan ekspor yang tinggi. Hal tersebut mempengaruhi peningkatan investasi atas perusahaan asing di Jerman. Perusahaan asing yang ada memperkerjakan  2.2 juta pekerja Jerman yang tentunya memiliki tinggi. Permintaan atas tenaga kerja ber-keterampilan tinggi selanjutnya membawa Jerman pada kondisi kekurangan tenaga kerja pada sektor lainnya.  

IFO Institut, sebagai peneliti ekonomi melakukan survei pada 9000 perusahaan di Jerman. Menemukan hasil bahwa 43% perusahaan mengalami kekurangan tenaga kerja pada Oktober 2021. Persentase tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 30% di tahun 2019. Beberapa industri yang menyatakan terdampak dalam kurangnya tenaga kerja antara lain 36% sektor manufaktur, grosir dan retail 30% dan 37% juga sektor konstruksi sejumlah 35.3%. (ifo Institut, 2021)

Dalam usaha mengatasi kondisi atas kekurangan tenaga kerja, pemerintah Jerman memutuskan untuk membuka lebar pintu untuk migrasi tenaga kerja. Keputusan tersebut bukan berarti Jerman tidak pernah menerima imigran tenaga kerja. Akan tetapi, Jerman dikenal dengan kebijakan yang begitu ketat terhadap imigran. Melihat dari sejarahnya, Jerman berkali-kali melakukan pembaharuan terkait kebijakan migrasi. Sejarah migrasi tenaga kerja Jerman ditandai dengan keberlanjutan sistem memperkerjakan tenaga kerja asing. 

Penarikan tenaga asing tersebut memang sudah dilakukan sejak pergeseran dari pertanian ke arah industrial atau tepatnya saat PD II. Para imigran tersebut juga disambut sangat baik dan diperlakukan layaknya warga asli. Akan tetapi permasalahan muncul saat para imigran berhasil menyatukan dirinya dengan kesetaraan hak warga negara penuh. Imigran dianggap melewati batas karena ingin warga negara asli harus melayani kebutuhan dari para imigran.

Sebagai bentuk tindak lanjut, pemerintah Jerman mengeluarkan kebijakan pemberhentian penarikan tenaga kerja dari negara non EU. Kebijakan keluar atas dasar parlemen Jerman yang khawatir atas konflik yang mungkin akan terjadi antara imigran dan warga negara asli. Sejak saat itu kebijakan Jerman atas imigran bersifat defensif dan sangat membatasi. Seiring berjalannya waktu kebijakan kemudian menjadi lebih terbuka. Mengingat kebutuhan atas tenaga kerja yang dihadapi. 

Namun tantangan yang dihadapi Jerman pasca menerima pekerja imigran adalah kemampuan yang dimiliki tenaga kerja. Berdasarkan data dari OECD, Jerman menjadi salah satu negara di Eropa yang memiliki inflow imigran yang tinggi. Sayangnya, berdasarkan pernyataan dari parlemen European Union, pekerja dengan kemampuan keterampilan hanya 3% dari total imigran. Jika secara keseluruhan dibanding dengan Amerika adalah 55% skilled workers berada di Amerika dan 5% nya ke Eropa. (Hamilton & Quinlan, 2008)

 Sebagai upaya untuk menanggulangi permasalahan tenaga kerja berketerampilan maka terjadi pembaharuan kembali atas kebijakan  imigrasi di tahun 2005. Pada kebijakan terbarukan, bagi mahasiswa asing yang lulus dari universitas di Jerman diperbolehkan untuk tetap tinggal dalam 1 tahun.

Dimaksudkan untuk mencari kerja dalam jangka waktu yang diberikan. Hal tersebut dilakukan karena imigran ber keterampilan dinilai banyak datang dari migrasi mahasiswa. Dikatakan demikian karena mahasiswa tersebut kredensial Jerman juga mampu berbicara bahasa Jerman. Dipermudah lagi pada tahun 2007, bahwa lulusan tersebut terbebas dari tes ketenagakerjaan selama pekerjaan yang diambil sesuai dengan studi. Kemudian di tahun 2009, kembali di ringankan yaitu sudah pasti diterima atas tawaran kerja yang sesuai studi.

Sehingga kemudian dalam upaya menyelesaikan permasalahan tenaga kerja, Jerman kembali melakukan modernisasi terhadap kebijakannya. Dapat dilihat pada kebijakan terbaru yaitu Skilled Immigration Act, yang merupakan kebijakan untuk memperluas kesempatan bagi siapa pun yang ber keterampilan tinggi untuk bekerja di Jerman. 

Sehingga kebijakan terbaru adalah langkah bagi Jerman untuk menarik tenaga kerja ber keterampilan untuk bekerja di sana. Bagi siapa pun yang memiliki keterampilan sesuai dengan kualifikasi yang ditetapkan maka Jerman akan siap menerima. Mengutip dari laman kedutaan besar Jerman, kualifikasi atas skilled workers terbagi menjadi dua yaitu professional training dan academic training. Untuk professional training setidaknya adalah 2 tahun sedangkan untuk academic training harus memiliki sertifikasi yang diakui di Jerman.

Dari pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa globalisasi, ekonomi dan pasar tenaga kerja memiliki keterkaitan. Bagaimana globalisasi kemudian menciptakan lapangan kerja di berbagai negara. Kemudian menciptakan kesempatan bagi negara untuk menarik tenaga kerja dari berbagai negara. Sehingga dengan globalisasi maka setiap individu internasional memiliki kesempatan untuk bekerja di luar negaranya. Maka globalisasi akan membawa dampak positif apabila sebuah negara mampu memanajemen dengan baik kebijakan atas ekonomi serta ketenagakerjaan yang dimiliki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun