Mohon tunggu...
Nara
Nara Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pendiam dan lebih suka berkomunikasi lewat tulisan. Instruktur di PPPPTK bidang otomotif dan elektronika Malang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mudik dan Beragam Cerita dari Kampung

23 Juli 2015   14:09 Diperbarui: 23 Juli 2015   14:09 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lebaran tahun ini saya ikut menambah keramaian di jalan raya. Ya, kami pun mudik ke kampung halaman saya. Alhamdulillah perjalanan dari Malang menuju Klaten lancar. Sekitar 7 jam waktu yang kami perlukan untuk sampai di kampung saya. Dan mulailah pengamatan kondisi di kampung setelah lama tak mengunjunginya.

Para petani di kampung saya baru saja selesai panen padi, dan bersiap untuk menghadapi musim tanam berikutnya. Karena ini musim kemarau, seharusnya mereka menanam palawija. Jaman saya kecil dulu, paling suka kalau para petani menanam palawija. Sawah ditanami kacang kedelai, diselingi jagung, diselingi kacang panjang, ada juga mentimun. Jadi kalau pulang sekolah, kepanasan dan capek karena berjalan kaki, bisa istirahat dulu dipinggir sawah. "Mencuri" kacang panjang atau mentimun. Lumayan sebagai pelepas dahaga.

Tapi dengan kemajuan teknologi, para petani tak mau lagi menanam palawija. Mereka akan tetap menanam padi.

Padi kan butuh banyak air? Ini kan musim kemarau? Lalu airnya dari mana?

Dengan menggunakan mesin diesel, air bisa disedot dari dalam tanah. Air di sedot untuk mengairi sawah yang ditanami padi. Sudah bertahun-tahun hal ini terjadi. Dan tahun ini mulai terasa akibatnya. Pompa air di rumah orang tua saya tak lagi lancar, tak lagi deras alirannya, tak lagi segar airnya. Panen padi memang bisa sukses, berlangsung tiga kali. Tapi cadangan air tanah jadi terkuras.

Bisa panen setahun tiga kali, tentu saja perekonomian jadi meningkat. Dan dimulailah perlombaan. Perlombaan perolehan materi. Ada beberapa tetangga yang mampu membeli mobil, tapi bingung kala ada tetangga lain yang butuh bantuan. Semisal mengantar ke rumah sakit. Pemilik mobil bingung karena tak bisa nyetir, sementara orang yang biasa disuruh nyetir entah pergi kemana. Saya dan suami hanya saling pandang kala mendengar kisah ini dituturkan oleh kakak saya, lalu menggelengkan kepala. Sejurus kemudian saya kasih kode pada suami, untuk menambah waktu liburan dikampung "kita buka kursus setir mobil" hahahaha..... Yang tentu saja ditolak oleh suami, dengan alasan males ngajarin para orang tua. Dibutuhkan kesabaran ekstra.


Para pemuda lebih banyak yang merantau dibandingkan yang tetap memilih tinggal dikampung. Maka lebaran adalah saat yang tepat untuk bertemu dengan teman-teman masa kecil saya. Ketemu dengan para remaja, yang dulu masih balita saat saya pergi meninggalkan kampung. Berharap ada keakraban, mengenang masa kecil sambil tertawa terbahak. Maka sengaja saya tak membawa ponsel saat pergi berkeliling bersilaturahmi.

E tapi, kok yang saya harapkan nggak jadi kenyataan. Kecewalah saya. Orang-orang yang dituju ternyata asyik dengan ponselnya. Berbincang sebentar, lalu berulang kali meraih ponsel dan mengetik. Tentu saja perbincangan jadi tak nyaman karena beberapa kali terputus. Dan benar-benar terputus kala saya memutuskan untuk mengakhiri dan berpamitan.

Itulah cerita mudikku tahun ini, bagaimana dengan mudikmu?

Terakhir, saya bagikan suasana pagi dikampung, yang berhasil terekam oleh ponsel saya.

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun