Mohon tunggu...
Nara
Nara Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pendiam dan lebih suka berkomunikasi lewat tulisan. Instruktur di PPPPTK bidang otomotif dan elektronika Malang

Selanjutnya

Tutup

Catatan

17 Agustus, Dulu dan Kini

13 Agustus 2012   07:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:51 2867
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan Agustus selalu menjadi bulan yang paling meriah diantara 11 bulan lainnya. Gapura di setiap gang kampungku di cat baru. Umbul-umbul dipasang di jalan raya menuju kampungku. Aneka macam hiasan dari kertas berwarna merah putih menghias sebagian besar rumah warga.

Setiap minggu pagi ada kerja bakti membersihkan kampung, sorenya diadakan berbagai macam lomba. Mengambil uang logam yang diselipkan dalam buah pepaya yang dilumuri oli menggunakan mulut. Lomba makan kerupuk, balap karung, memasukkan pensil ke dalam botol, lari marathon. Lomba lari membawa kelereng dalam sendok, menangkap belut, bola volley bagi ibu-ibu dan juga kasti. Satu lagi yang paling seru dan paling di tunggu, lomba panjat pinang.  Perlombaan dilakukan di halaman masjid. Suasana riuh karena semua warga turut berpartisipasi, mengikuti lomba atau sekedar bersorak menjadi penonton.

Bagi kami, anak-anak, berbagai macam lomba itu wajib diikuti. Bukan panitia yang mewajibkan, tapi diri kami sendiri. Bahkan panitia kadang kerepotan karena banyaknya peserta lomba. Setiap anak ingin jadi juara. Jika tak jadi juara lomba lari, maka masih ada harapan menjadi juara lomba balap karung. Dalam lomba balap karung kalah, masih ada harapan juara lomba makan kerupuk. Penyemangat kami adalah hadiah bagi para juara lomba.

Hadiah lomba, bagi anak-anak biasanya berupa buku dan alat tulis. Buku dan alat tulis ini sangat besar nilainya bagi anak-anak petani miskin seperti kami. Bagi peserta dewasa, kain sarung dan handuk. Dananya berasal dari iuran warga. Para pemuda kampung berkeliling ke rumah warga mengumpulkan sumbangan, mereka pula yang menjadi panitia segala kegiatan yang berhubungan dengan peringatan 17 Agustus.

Malam 17 Agustus diadakan pengajian, sekaligus pengumuman dan penyerahan hadiah bagi para pemenang lomba. Acara diakhiri dengan makan bersama. Tua muda, besar kecil semua berkumpul di masjid. Semua diajak merenungi makna kemerdekaan. Jika tak merdeka, tak mungkin ada lomba-lomba, tak mungkin bisa berkumpul di masjid tanpa rasa was-was, tak mungkin bisa makan enak bersama.

Pagi harinya, anak-anak berangkat ke sekolah untuk mengikuti upacara bendera. Usai upacara, ada yang ikut karnaval. Para orang tua kembali pada rutinitasnya, bekerja di sawah. Menjelang jam 9 mereka pulang, berkumpul di depan TV, menyaksikan siaran langsung upacara bendera dari istana negara. Dalam diam, mereka menyaksikan seluruh prosesi upacara. Walau duduk santai, pikiran mereka seolah turut berada di istana. Turut serta dalam barisan para peserta upacara.

Begitulah cara warga kampungku turut merayakan peringatan kemerdekaan.

***

Kini kampungku tak seramai dulu. Bulan agustus tak lagi istimewa dan ditunggu-tunggu. Tak ada umbul-umbul, tak ada pengecatan gapura, tak ada kerja bakti membersihkan kampung. Kampungku kini sepi, tak ada lagi para pemuda yang menjadi penggerak dan pengumpul dana. Para pemuda lebih memilih merantau ke kota.

Aneka lomba tujuhbelasan pun sepi peminat. Anak-anak tak lagi antusias. Para orang tua lebih suka diam di depan TV dibanding berkumpul di halaman masjid meramaikan lomba. Padahal hadiah yang ditawarkan juga makin besar nilainya. Ada DVD player, magic jar, blender bahkan juga televisi. Namun rupanya iming-iming hadiah itu tetap tak bisa menarik banyak minat warga.

Malam 17 agustus, ada acara tirakatan di masjid. Pesertanya para sesepuh. Para pemuda lebih memilih menonton panggung hiburan di kampung sebelah. Berjoged dan begadang hingga menjelang pagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun