Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Umur, Perasaan, dan Kesempatan

25 April 2021   06:58 Diperbarui: 25 April 2021   09:20 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                  Renungan Ramadan kali ini, saya belum menulis sesuatu pun. Ingin menulis apakah? Adakah kenangan yang pantas dijadikan bahan renungan agar berhati-hati dalam melangkah yang berkaitan dengan perasaan sesama?  Ingatan pun melayang menuju masa lalu. Masa-masa saya masih sebagai mahasiswa.

          "Kita ke Madura, yuk,"tiba-tiba seorang teman menyampaikan keinginannya untuk berjalan-jalan pagi itu. Hal itu sudah sekian lama berlalu.  Sejak sebelum Jembatan Suramadu membentang di Selat Madura, bahkan sejak saya masih kuliah dan kos di Surabaya.

            Maka, kami pun menyeberangi Selat Madura menaiki Kapal menuju Kamal di Bangkalan. Di sana, seorang teman mengajak mengunjungi familinya di Bangkalan.

            "Wah, ada tamu dari jauh nih,"ujar tuan rumah dengan ramahnya. Tuan rumah bukan hanya ramah melainkan juga memberi hidangan kudapan berlimpah. Selain kue-kue di piring, masih ada lagi hidangan yang disebut kolak, isinya ketan dan pisang yang diberi santan.

            Setelah beberapa saat bersilaturahim, kami pun menuju Pantai Salopeng di Sumenep. Pasir pantai tampak berkilauan terlebih dari kejauhan. Selain pantai yang tampak luas dengan kilauan pasir, pohon kelapa pun bertebaran sehingga pantai pun terasa teduh.

            Seorang turis asing ditemani guidenya mendekati kami berlima. Rombongan kami lima orang teman perempuan dan seorang teman lelaki. Mereka pun mengajak kami berbincang tentang apa saja yang terlihat di pantai.

            Setelah mengetahui kami mahasiswi Fakultas Pendidikan jurusan Bahasa Indonesia, ia pun mengatakan bahwa dirinya dulunya dari Fakultas Teknik yang kini telah bekerja. Beberapa kali tertangkap basah ia melirik ke arahku, agak-agak lama malah, yang membuatku agak jengah. Maklum, saat itu masih mahasiswa, masih semengit-semengitnya alias masih jutek-juteknya.

            "Kamu cantik dan seksi, seperti wanita Filipina. Mau jadi isteriku?"

            Waow, tawaran spontan dan berterus terang dari turis Australia tersebut membuatku terkejut sesaat. Sekilas teringat kepada pacar pertama. Awal mengajak berjalan-jalan ke toko buku, ia pun menanyaiku, beranikah diajak menikah setelah saya lulus kuliah? Setahun kemudian, turis asing pun menyampaikan tawaran serupa.

            Ada apakah dengan diriku? Karena  mahasiswi Fakultas Pendidikankah? Karena calon gurukah? Akan tetapi, apa pun alasannya, seharusnya saya bersyukur mereka serius bukan hanya mengajak pacaran. Masalahnya saat itu, saya belum pernah pacaran ketika sekolah, sehingga begitu kuliah, lelaki yang mendekat malah mengajak menikah, yang terasakan  adalah perasaan tidak nyaman. Hehe...aneh-aneh saja manusia. Ibaratnya diberi hujan minta kemarau, saat kemarau tiba malah berharap kapan hujan segara datang menjelang.

            Maka, tawarannya pun kutanggapi sambil lalu dengan menjawab,"Mau,". Jawaban yang asal saja karena kuanggap ia pun iseng ketika mengatakan demikian. Kuanggap ia terpaksa mengatakan demikian karena salah tingkah ketika tertangkap basah tengah memandang lama ke bagian tubuhku yang dikatakan seksi itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun