Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menjadi Guru Kurikulum atau Guru Inspiratif dan Kreatif?

15 Agustus 2020   14:28 Diperbarui: 15 Agustus 2020   15:03 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Minggu pagi. Cuaca cerah. Mentari bersinar ramah diselingi kicau burung piaraan tetangga depan rumah. Betapa saya ingin berjalan-jalan, namun pandemi covid 19 menghalangi langkah.

Setelah membersihkan rumah dan semua yang berkaitan dengan rumah,  saya pun ingin selonjoran sambil menyandarkan punggung di kursi menikmati kudapan dan secangkir kopi.

Tiba-tiba sebuah buku bersampul putih dengan tulisan merah seakan melambai.  Perpaduan warna  merah dan putih serupa dengan umbul-umbul yang banyak berkibaran di sekitar pada bulan Agustus ini, membuat saya terdorong untuk mengambilnya dari tumpukan buku, lalu menikmatinya bersama kudapan dan secangkir kopi.

Tentu kedua tangan diberdayakan untuk menikmati semuanya, menyuapkan kudapan ke mulut diselingi membuka-buka halaman buku. Betapa nikmatnya sambil membayangkan kelak saat pensiun, tentu setiap hari dapat menikmati situasi begini.

Situasi menikmati kudapan, secangkir kopi, ditemani buku-buku sambil duduk di teras dikelilingi tanaman yang bunga-bunganya bermekaran.  

Ada subjudul menarik dari buku berjudul Let's Change! karya Renald Kasali. Subjudul yang sudah pernah saya baca awal terbit, tahun 2014. Buku yang mengalami cetak ulang sampai lima kali dalam tahun yang sama oleh penerbit Kompas itu, saya pinjam lagi dari perpustakaan sekolah.

Saya meminjam beberapa buku secara acak tanpa melihat judul, sekadar agar ada bacaan yang bisa menahan langkah kaki untuk di rumah saja era pandemi covid 19 ini.

Oleh karena ada tulisan dilarang keras mengutip isinya tanpa seizin penerbit, saya pun membacanya kemudian menuliskan lagi sesuai dengan pemahaman saya tentang isi subjudul "Guru Inspiratif". Dulu, saya hanya membacanya lalu berlalu begitu saja tanpa kesan.

Akan tetapi, pada era pandemi ini ditambah slogan Merdeka Belajar dari Menteri Nadiem, membuat saya memperoleh gambaran nyata akan perbedaan dua tipe guru dalam tulisan tersebut yaitu "guru kurikulum" dan "guru inspiratif".

Para guru kurikulum adalah tipe guru yang akan merasa berdosa jika tidak menuntaskan pembelajaran sesuai dengan kurikulum. Selain mengajarkan sesuatu sesuai dengan standard kurikulum, mereka biasanya melahirkan manajer-manajer andal dan membentuk kompetensi siswa.

Para guru teladan pada umumnya adalah juga guru yang patuh mengikuti kurikulum serta aktif menulis karya tulis di jurnal-jurnal ilmiah. Guru kurikulum yang patuh ini pun adakalanya tidak menyukai manakala ada guru yang dianggap "lepas dan melanggar" kurikulum walaupun kreativitas tersebut disenangi siswa, tapi belum tentu menyenangkan bagi rekan yang patuh pada kurikulum ini.

dok. pribadi
dok. pribadi
Guru inspiratif lain lagi targetnya. Pada umumnya mereka tidak melulu mengejar target kurikulum, melainkan mengajak murid-muridnya untuk berpikir kreatif (maximum thinking). Mereka, yang jumlahnya kurang dari 1 persen itu, berani melangkah mengajak muridnya "melihat" sesuatu di luar (thinking of the box).

Maka dari itu, tidak mengherankan jika guru inspiratif dianggap dapat membentuk calon pemimpin-pemimpin baru yang berani menghancurkan kebiasaan lama. Walaupun sistem seolah hanya memberikan tempat bagi guru kurikulum, namun kesediaan menjadi guru inspiratif sekaligus kreatif dalam era Merdeka Belajar dan pandemi ini seolah merupakan solusi alternatif.

Dengan demikian, tanpa mengabaikan keberadaan kurikulum, pembelajaran tetap berjalan dan dari para guru tersebut diharapkan para siswanya menghasilkan karya-karya pembaharuan, temuan-temuan spektakuler, produk-produk komersial, tanpa mengabaikan aspek sosial.

Dari para guru inspiratif inilah diharapkan akan muncul kreativitas untuk memperbaiki dan menghubungkan hal-hal yang sebetulnya tidak terhubung ( connecting the unconnected).

Dalam buku tersebut pun dikisahkan tentang seorang guru inspiratif bernama Erin Gruwell. Ia ditempatkan untuk mengajar di kelas yang dikategorikan "bodoh", karena murid-muridnya sering terlibat perkelahian antargang, awalnya, Erin pun menemui kesulitan, karena selain bodoh akibat tidak disipilin, mereka pun suka melawan, membuat kerusuhan, tamperamental pula. Di luar sekolah, mereka saling mengancam dan membunuh, di pinggang mereka terselip pistol dan kokain.

Bagaimana Eren menghadapinya? Eren tidak putus asa. Dalam situasi begini kreativitasnya pun muncul. Ia membuat kurikulum sendiri yang bukan hanya berisi aneka pengetahuan, tetapi ada pengetahuan tentang hidup. Ia  mengawalinya dengan permainan line games,  menarik garis merah di lantai, membagi mereka dalam dua kelompok kiri dan kanan, jika menjawab "ya" mereka harus mendekati garis.

Maka, pertanyaan pun dimulai dari hal yang ringan-ringan semisal album musik kesayangan, kepemilikan narkoba, sampai adakah yang mati dalam perkelahian antargang? Line games tiba-tiba seakan mempertemukan anak-anak yang senasib, yang merasa was-was, tegang, terancam kelompok lain, dan merasa tak punya masa depan.

Tiba-tiba saja mereka merasa santai terhadap guru dan teman-temannya, kemudian mereka bertekat memperbarui hubungan. Eren kemudian membagikan buku biografi untuk dibaca, dilanjutkan dengan meminta mereka menuliskan kisah hidupnya sendiri. tulisan mereka pun dibukukan. 

Alhasil, mereka pun bisa merasa lebih baik dan banyak yang menjadi pelaku perubahan dalam masyarakat. Kisah hidup yang difilmkan dengan judul Freedom Writers.

Kisah berikutnya adalah pengalaman teman sesama guru yang juga diberi tugas sebagai wali kelas murid yang nakal-nakal serta suka membuat gaduh di kelas. Anak yang paling nakal, sebagai ketua gang, malah diminta berperan sebagai ketua kelas. Hasilnya?

Ternyata, murid lelaki tersebut menunjukkan perubahan juga, dari siswa yang nakal sering keluar masuk kelas sesukanya, begitu ditunjuk sebagai ketua kelas, ia pun bisa mengekang dirinya. Bahkan akhirnya ia bisa menjadi ketua kelas yang bertanggung jawab dan terpilih lagi ketika naik tingkat,

Bagaimanapun, siswa memang berubah atas  keinginannya sendiri, karena mereka memang ingin berubah.  Banyak faktor yang memengaruhi selain faktor di sekolah juga di rumah dan lingkungan tempat tinggal dan teman-teman bergaulnya. Dalam hal ini, peran guru hanyalah menginspinspirasi dan memotivasi agar kreativitas mereka menjadi semakin tergali.

Oleh karena itu, bukan hanya guru tipe kurikulum saja yang dibutuhkan memotivasi belajar siswa dalam era pandemi ini. Dengan perubahan jam belajar, keterbatasan kuota dan listrik, serta situasi rumah yang belum tentu mendukung siswa untuk belajar, guru kurikulum pun bisa berperan ganda sebagai guru inspiratif dan kreatif.

Guru inspiratif dan kreatif dibutuhkan untuk memotivasi siswa agar menggali kreativitas dalam mengisi waktu dalam PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) ini. Pembelajaran yang bukan semata terpaku pada hasrat untuk menuntaskan kurikulum, melainkan juga memotivasi bagaimana mereka memanfaatkan waktu luang dalam PJJ ini untuk menghadapi kerasnya kehidupan pada masa mendatang, berkaitan dengan aktivitas di dalam rumah yang dapat dikerjakan secara mandiri.

Bagaimanapun, keberadaan guru inspiratif yang kreatif memang dibutuhkan terlebih pada era pandemi covod 19 dan merdeka belajar ini. Manakala masih banyak lulusan yang tidak dapat bekerja sesuai dengan bidang studi yang ditempuhnya, kita tentu saja tidak harus memproduksi generasi yang kepatuhannya pada kurikulum malah hanya melahirkan generasi yang cerdas akademis, mengetahui kebenaran internal, tapi kurang kreatif dalam dalam menggali kesempatan, serta tidak memahami kebenaran eksternal, bukan?

Dalam hal keterkaitannya dengan slogan Merdeka Belajar, Menteri Nadiem dalam detiknews pun mengingini adanya generasi yang memerdekakan pemikirannya sebagai generasi penerus. Beliau ingin agar pemikiran generasi muda dapat merdeka sehingga kelak dapat meraih kehidupan ekonomi yang lebih baik.

Oleh karena itu, guru pun diharapkan dapat menentukan apa yang terbaik bagi kompetensi muridnya sesuai dengan minat mereka. Slogan yang juga diharapkan akan mnerdekakan institusi  pendidikan untuk terus berinovasi mencoba hal-hal yang baru.

Beliau mengingini adanya kemerdekaan pemikiran, kemerdekaan dalam  berintraksi, kemerdekaan dalam  institusi, dan lain-lain. Dalam hal ini, memang dibutuhkan guru kurikulum yang juga inspiratif, kreatif, serta fleksibel dalam pembelajaran terlebih dalam era pandemi covid 19 ini.

Bahan Bacaan

Chaterine, Rahel nada 2020. https//newsdetik.com Menteri Nadim Jelaskan Maksud Slogan Merdeka Belajar.

Kasali, Rheinald, 2014. Let's Change! Kepemimpinan, Keberanian, dan Perubahan. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun