Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menyikapi Ujian Berat bagi Aspek Sikap Kurikulum 2013 karena Pandemi Covid-19

11 Agustus 2020   10:04 Diperbarui: 11 Agustus 2020   10:03 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kurikulum 1994 yang dianggap sebagai kurikulum superpadat, merupakan perpaduan kurikulum-kurikulum sebelumnya ini (terutama Kurikulum 1975 dan 1984) perpaduan antara tujuan dan proses, dianggap belum berhasil dna banyak kritik berdatangan yang menganggap bahwa beban belajar siswa terlalu berat. Materi yang harus dipelajari meliputi muatan nasional dan muatan lokal, misalnya keterampilan daerah, dan lain-lain.

Sebagai penggantinya, muncullah kurikulum 2004, juga disebut KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) dengan ciri khas, menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman. Kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran yang variatif, sumber belajar tidak lagi berpusat pada guru, sepanjang sumber belajar tersebut edukatif.

Kurikulum 2006 ini masih sama dengan Kurikulum 2004. Perbedaannya pada kewenangan penyusunan, yaitu desentralisasi pendidikan. Pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Guru dituntut mampu mengembangkan silabus dan penilaian sesuai dengan kondisi setempar, hasilnya dihimpun menjadi perangkat pembelajaran yang dinamai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Kurikulum 2013 yang dilanjutkan dengan kurikulum 2015 sebagai penyempurnaan. Kurikulum 2013 memiliki tiga aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek sikap. Ciri khas kurikulum 2013 adalah menekankan penilain aspek sikap sebagai penilaian yang diutamakan. Mengapa aspek sikap yang diutamakan? Mengapa tidak lagi menonjolkan pengetahuan seperti kebanyakan kurikulum era 90-an?

Berbagai fenomena negatif telah mengemuka di masyarakat Indonesia, misalnya kecurangan saat ujian, perkelahian antar pelajar, korupsi, narkoba dan sebagainya. Ulah yang memunculkan was-was, tentang bagaimana kondisi Indonesia pada masa depan? Kemerosotan nilai-nilai moral telah menunjukkan semacam sinyal lampu merah bagi lembaga pendidikan, tak terkecuali orangtua, masyarakat, lingkungan, bahkan negara, serta warga masyarakat lainnya.

Dunia pendidikan pun segera mengantisipasi dengan perlunya kembali menomorsatukan pendidikan karakter di sekolah untuk membentuk watak dan kepribadian siswa yang diwujudkan dalam mengutamakan aspek sikap. Walaupun sebetulnya pendidikan karakter telah menjadi pusat perhatian sejak tahun 1947 sebelum berkurang karena kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum superpadat.

"Plato menekankan pentingnya pengalaman masa dini dalam pembentukan karakter, akan tetapi ia juga menyatakan bahwa pengalaman dikemudian hari juga dapat mengubah karakter" (Santrock, 2003: 9). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa aspek sikap merupakan hal yang memerlukan perhatian lebih dalam karena dunia pendidikan merupakan tempat siswa menghabiskan sebagian besar waktunya.

Dunia pendidikanlah yang diharapkan akan sanggup mengarahkan karakter siswa demi membentengi pengaruh negatif pada era globalisasi ini. Dengan panduan pendidikan sikap pulalah, kecerdasan emosional siswa diharapkan akan tumbuh selaras mengiringi aspek intelektualnya. Aneka ilmu pengetahuan dan keterampilan telah dengan mudah mereka peroleh dari google. 

Bahkan ada siswa yang menyampaikan bahwa google lebih pintar dalam memberikan ilmu pengetahuan. Hal yang mengharukan dan menyentuh perasaan para guru, karena ungkapan tersebut menyiratkan harapan betapa mereka masih memerlukan arahan pendidikan formal dalam bersikap.

Walaupun Kurikulum 2013 mengharapkan siswa selain memahami teori, juga mampu mengaplikasikannya agar mutu pendidikan menjadi baik, tidak lagi sesuai laporan "Programme for International Study Assessment (PISA) 2012 yang  menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara berperingkat terendah dalam mutu pendidikan dari skor yang dicapai pelajar usia 15 tahun untuk kemampuan membaca, matematika, dan sains" (dalam Tempo, 6 Desember 2013), tetapi aspek sikap tetaplah harus diutamakan demi membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur, berilmu, dan berketerampilan memadai untuk menyongsong globalisasi.

Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan nomor 21 tahun 2016 mengatur standar isi Pendidikan dasar dan menengah. Kompetensi inti yang dirumuskan juga mencakup aspek sikap spiritual maupun sikap sosial. Contoh kompetensi inti sikap sosial yang tertuang pada lampiran peraturan tersebut untuk tingkat SMA kelas X yaitu "Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, santun, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), bertanggung jawab, responsif, dan pro-aktif dalam berinteraksi secara efektif sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan kawasan internasional".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun