Mohon tunggu...
nanik kartika
nanik kartika Mohon Tunggu... Jurnalis - menulislah, maka engkau ada!

wanita biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Komunikasi Itu Berwujud Kesabaran

8 Maret 2020   17:47 Diperbarui: 8 Maret 2020   18:01 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sang istri, setali tiga uang. Karena suaminya suka marah-marah, diapun ikut-ikutan membalas dengan kemarahan. Yang menjadi korban tentu saja anak-anak yang tidak terurus.

Lalu, si istri yang nampaknya diberi hidayah oleh Tuhan ini, hatinya sedikit melembut. Ia berpikir, harus mengurusi anak-anaknya lebih serius lagi. Bila memikirkan tingkah suami yang penghasilannya sedikit dan suka marah-marah, keadaan tidak akan berubah. Justru akan menjadi neraka bila berlarut-larut.

Si istri mulai berdagang kecil-kecilan. Itupun masih diomelin suaminya, katanya gak usah dagang-dagangan, blab la bla. Menangis? Tentu saja menangis, dia kan juga wanita yang mempunyai hati rapuh? Nangis berlarut-larut? Enggaklah. Dia mulai bangkit lagi. Meskipun suami ngomel-ngomel, dia tetap berdagang. Hasilnya? Usaha keras tidak akan pernah mengingkari hasilnya. Perekonomian keluarganya membaik. Setidaknya, tidak perlu pusing lagi harus berpikir, makan apa hari ini.

Bahkan dari dagang kecil-kecilan ini, karena berkah, bisa menyekolahkan anak hingga ke perguruan tinggi. Keren kan? Rahasianya apa? Sabar dong.

Dalam beragama bagaimana? Istri C ini selalu dilarang bila C ikut komunitas pengajian ini atau itu oleh suaminya. Nah, serem banget kan nasibnya istri C? Tuhan tak pernah berhenti dalam memberikan jalan untuk umatNya yang gigih berusaha. Istri C tetap ikut komunitas pengajian, tanpa sepengetahuan suaminya. Padahal dalam agama Islam dijelaskan, bahwa seorang istri tidak boleh keluar rumah tanpa seijin suaminya. Dalam masalah ini, istri C tetap nekad. Siapa yang salah? Wallahualam.

**

Lalu apa yang bisa kita petik dari kisah tiga keluarga ini? Kesabaran, ya kesabaran yang ternyata bisa menyelesaikan banyak masalah. Setelah sabar, lalu memahami dan mengambil tindakan.

''Aku tak mungkin minta cerai pada suamiku, hanya karena masalah ini. Meskipun keluarga kami tidak ideal, dengan batas kesabaran yang bisa aku lakukan, semua berjalan sebagaimana mestinya. Aku tak mungkin menuntut hati suamiku yang kaku menjadi lembut. Akulah yang harus memahami itu, lalu mengambil tindakan berbuat yang positip untuk keluarga,'' begitulah alasan istri C, tanpa dia harus berlarut-larut dalam masalah yang ada.

Bagaimana istri B? Kesabarannya boleh juga. Dia begitu sabar menghadapi suaminya yang cuek. Maksudnya, sama-sama cuek. Prinsipnya, asal uang bulanan lancar, semua baik-baik saja.

''Toh aku sudah mempunyai komunitas yang tepat, komunitas ibu-ibu pengajian, jalan menuju akherat. Jalan yang aku tempuh ini tidak salah kan?'' tanyanya.

Tidak salah memang. Tetapi dalam memahami agama jangan letterlijk. Masalah pelik apapun dengan suami, harus dikomunikasikan. Memahami beragama bagi Penulis, tidak harus melakukan atau membahas yang berat-berat. Cukup ajukan pertanyaan ringan pada diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun