Nah inilah yang menjadi asal persepsi bahwa tukang obat adalah penipu. Karena sang pembeli terlanjur percaya dengan obat yang dibeli tapi ternyata khasiatnya tidak ada, sehingga merasa dirugikan maka gelar tukang obat adalah penipu.
Sebenarnya tukang obat yang menipu berjumlah sangat kecil dibandingkan jumlah tukang obat yang punya obat mujarab. Karena cerita sedih dari pasien yang gagal sembuh memang sangat menyentuh hati yang selalu bersih.
Dan tanpa sadar setiap orang pernah menjadi tukang obat. Contohnya pernahkan anda memberikan saran kepada teman atau tetangga untuk mengkomsumsi suatu obat agar penyakitnya sembuh?
Di dalam dunia kedokteran penyakit tidak hanya ada dalam bentuk fisik yang bisa dilihat dengan mata kepala namun ada penyakit yang tertanam di dalam pikiran manusia sehingga membuat emosinya menjadi tidak normal.
Contohnya pernahkan anda pada suatu hari mendapatkan nasehat bathin dari ulama atau pendeta agar hidup tidak bertambah susah?
Malu dong curhat kepada dokter jiwa. Ini memang bukan sikap orang Indonesia. Mungkin di masa depan  curhat kepada dokter jiwa adalah sikap yang lumrah.
Obat adalah solusi dari penyakit fisik yang membuat gelisah hati. Bentuknya ada yang melingkar gepeng, ada yang kapsul, ada yang bubuk, ada yang cairan.
Ada rasa manis, ada rasa pahit, ada rasa mint. Dan semua ada aturan penggunaan agar tidak terjadi kesalahan fatal bagi pasien.
Tapi ada pengunaan obat fisik, pasien harus tetap di berikan obat non fisik yaitu nasehat.
Penggunaan obat secara sembarangan bisa jadi menambah parah kondisi pasien. Dengan mengikuti nasehat dari dokter atau apoteker proses penyembuhan bisa berlangsung baik.
Dengan situasi pandemi covid19 saat ini nasehat adalah obat manjur untuk semua manusia yang gelisah. Melalui nasehat yang di sebarkan dengan cara yang baik maka pasien merasa masih ada harapan indah di masa depan.