Suatu kebijakan yang dibuat oleh pemimpin daerah bertujuan untuk memberikan manfaat bagi rakyat semua golongan. Namun jika kebijakan yang dibuat ternyata bisa membuat bingung masyarakat, justru secara diam-diam akan melahirkan masalah baru yang lebih berat.
Seperti kebijakan pelarangan penggunaan kantong plastik dengan alasan untuk mengurangi kerusakan alam dari sampah kantong plastik yang dibuang sembarangan.
Memang alasan tersebut masuk akal tapi kalau peraturan yang dibuat hanya selesai di langkah pertama namun menjadi gagal di nomor selanjutnya maka boleh dikatakan bahwa sikap pemimpin daerah tersebut sebagai kosmetik politik.
Kerusakan alam yang terjadi akibat sampah plastik yang ada di saluran air dan mengambang di laut tidak bisa dihentikan dengan cara melarang penggunaan kantong plastik.
Sebab kantong plastik mempunyai faedah sebagai tas ringan yang membungkus belanja. Apalagi kantong plastik biasanya sudah tersedia di pasar tradisional dan pasar modern. Jadinya setiap penduduk merasa dimanjakan dengan pelayanan yang menyenangkan.
Tapi saat ini sepertinya sejarah sedang terulang. Sejak ada peraturan yang melarang penggunaan kantong plastik beberapa warga membawa tas belanja secara mandiri, persis saat saya melihat almarhum mama ketika belanja ke pasar tradisional tahun 80-an.
Oke saja beberapa pemerintah daerah melarang penggunaan kantong plastik. Namun alangkah sempurna jika peraturan yang dilahirkan juga memberikan pendidikan mental untuk warga sekitar agar lebih bijaksana menggunakan kantong plastik.
Pencemaran sampah kantong plastik bermula dari sikap manusia yang belum terdidik biasa untuk menghormati sampah. Bagi kita orang Indonesia sampah adalah benda yang sangat nista.
Sampah harus disingkirkan jauh-jauh dari perhatian sehari-hari. Sampah bukan sesuatu yang terhormat. Sampah bukan iblis yang punya manfaat.
Beda dengan negara kita ketika banjir datang maka situasinya jadi lengkap, ada sampah plastik dan air keruh.
Sampah plastik yang terlihat sebenarnya adalah tabungan dari sikap warga yang belum terdidik secara baik bagaimana melakukan khususnya sampah kantong plastik.
Di negara Jepang yang kalah perang dunia kedua dan industri pornografinya terbesar kedua setelah negara Amerika Serikat, berhasil memberikan pendidikan penduduknya untuk tidak membuang sampah sembarangan.
Bisa saja pendidikan untuk tidak membuang sampah sembarangan dilakukan terus menerus dan tidak hanya diajarkan di gedung sekolah. Kampanye kebersihan dilakukan tanpa ada rasa bosan dari pemerintah setempat.
Dan ada sanksi tegas bagi pembuang sampah sembarangan juga ada kemauan yang sangat kuat dari pemerintah Jepang untuk menciptakan kondisi bersih sehat di negaranya.
Bersih lingkungan bisa menjadi nilai tambah bagi suatu daerah dan negara agar mendapat persepsi positif dari negara lain.
Mohon maaf lahir dan bathin untuk pengendali pemerintahan di sini. Untuk kebijakan pelarangan penggunaan kantong plastik yang merakyat sebaiknya juga harus ada perhatian lebih kepada benda itu seperti dibuatnya sanksi bagi pembuang sampah sembarangan.
Adanya semangat sangat kuat pemerintah daerah untuk menata sampah plastik seperti terlihatnya tempat pembuangan sampah yang dekat dengan kerumunan warga.
Adanya anggaran yang lumayan sehingga pekerja kebersihan dan alat pendukungnya bisa bekerja lebih baik. Dilibatkannya para tokoh agama dan adat untuk mengajak warga berbuat baik terhadap kebersihan lingkungan sekitar.
Malulah kita yang merasa kaum terpelajar dan suci namun masih sering berbuat dosa kecil seperti membuang sampah sembarangan.
Dosa kecil yang bertumpuk bisa menjadi dosa besar penghalang masuk surga. Tapi dosa besar bisa terkikis pelan-pelan dengan perbuatan baik yang terlalu sering.
Bagi manusia pintar dan berhati suci sampah pasti ada manfaatnya, contohnya kotoran binatang yang bisa menjadi pupuk dan bahan bakar gas. Sampah besi bisa menjadi benda bermanfaat seperti alat pertanian.
Semoga dalam waktu yang sesingkat-singkatnya sampah plastik juga punya hasil yang positif.
Semoga.