Mohon tunggu...
NaBe
NaBe Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Sedang doyan berfikir aneh

Berkhayal indah memang enak dan jadi pemenang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sepi tapi Ramai, namun Sedih

27 Mei 2020   08:00 Diperbarui: 27 Mei 2020   08:01 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
FOTOGRAFER yunandri agus

Para pemimpin daerah berfikir untuk menjadi insan sukses dalam memimpin wilayahnya dan mereka tidak ingin mendapat sebagai pemimpin daerah yang gagal menyelamatkan warganya dari pandemi virus covid19.

Maka lahir pula aturan yang mengajak kerjasama dengan pihak keamanan negara seperti tentara dan polisi untuk menjaga tingkah warga di sekitar lingkungan.

Di sana pihak keamanan negara menegur santun dan memberikan petunjuk supaya warga bersikap benar tapi bila keadaan memaksa maka petugas memberikan perintah untuk putar balik ke daerah asal atau jika masih keras kepala, pada pemudik bisa di penjarakan.

Agar para warga tidak patah semangat dan terus optimis lahir pula suatu ide agar tetap bisa bersilahturahmi tanpa tindakan mudik. Para pemimpin daerah mendadak bagai seorang ahli komputer. Mereka gencar memberikan arahan agar warga mengunakan teknologi internet untuk bertatap muka dengan kerabat yang berada jauh di sana.

Ide tersebut terdengar hebat dan pantas di lakukan. Menurut saya menggunakan internet telepon pintar mampu membuat penghematan untuk ongkos mudik ke daerah yang jauh. Saya pun berhasil berhalal bihalal dengan kerabat yang berjarak jauh. Saya punya kesimpulan bahwa jarak yang jauh bukan halangan untuk berkomunikasi di hari yang fitri pasca bulan Ramadhan.

Namun dan tapi setelah bertatap muka dengan jalur daring ada rasa yang tak biasa. Rasa di hati bercampur aduk situasi yang aneh, rasa sepi tapi ramai namun sedih.

Kenapa begitu? Begini kisahnya. Dalam kondisi darurat penyebaran virus covid19, pemerintah pusat dan daerah melarang warga untuk berada di kerumunan karena bisa tertular virus terkutuk itu.

Kerumunan bisa terjadi di pasar tradisional atau di terminal transportasi udara, laut dan darat. Di sana bisa terjadi penularan virus terkutuk itu. Supaya kondisi tetap aman maka saya tidak ke tempat itu. Akhirnya saya melakukan komunikasi daring kepada kerabat yang jauh di sana.

Ada rasa bahagia saat berhasil online dengan mereka. Suasana rumah yang sepi berubah cepat terasa bagaikan berada di rumah di kampung.

Ada tawa, ada kalimat bahagia dan ada rasa senang melihat kerabat. Jarak jauh terasa dekat. Ha hahaha, hi hihihi. Bahagia di hati, bathin pun terasa lapang.

Ada awalan ada akhiran. Dan pertemuan di dunia maya berakhir. Rasa bahagia yang lahir namun kembali ke rasa awal yaitu sepi. Suasana hening dan hampa. Bagaikan astronot yang terjebak di pesawat luar angkasa yang rusak. Roket pendorong tidak dapat di gunakan karena terkena batu meteor dan radio komunikasi tidak berfungsi baik akibat sinyal yang lemah. Tidak ada teman yang mampu menghibur hati merana. Aku sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun