Mohon tunggu...
NaBe
NaBe Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Sedang doyan berfikir aneh

Berkhayal indah memang enak dan jadi pemenang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

The Jokers dan Robin Hood Kaleng-kalengan

5 Mei 2020   07:00 Diperbarui: 5 Mei 2020   07:03 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
FOTOGRAFER yunandri agus

          Ternyata bencana alam ini berlangsung sampai tiga bulan atau terjadi sekitar sembilan puluh hari.

          Akhirnya yang terjadi pemerintah pusat dan pemerintah daerah memberikan keputusan untuk melakukan lockdown versi Indonesia.

          Lockdown versi Indonesia bagaikan gadis cantik berbusana renang. Berbusana tertutup secukupnya dan berbusana terbuka yang wajar. Karena jika semua tertutup bisa menimbulkan persepsi negatif. Apakah si cantik ingin berenang atau sebenarnya dia ingin ke pasar murah?

          Namun lockdown versi Indonesia yang di namakan pembatasan sosial berskala besar pelan namun pasti melahirkan cerita baru yaitu kemiskinan.

          Kemiskinan yang lahir dari keputusan pemerintah agar menutup ruang usaha penghasil ekonomi bagi negara dan pribadi.

          Tidak sedikit warga negara Indonesia terkena dampak dari penyebaran virus terkutuk itu. Apa pun agama, suku, ras dan golongan ternyata mempunyai nasib yang sama yaitu merasa miskin.

          Kelompok buruh dan pemilik pabrik merasa sama-sama berkurang pendapatan ekonominya. Pegawai swasta dan pegawai negeri merasa was-was akibat krisis ekonomi di depan mata. Gaji yang di terima tidak cukup untuk membeli sembako.

          Ada keputusan yang patut di berikan simbol jempol tangan seperti kebijakan bantuan uang tunai dan sembako untuk masyarakat miskin. Bantuan yang di harapakan bisa meringankan bagi rakyat miskin sehingga tidak timbul gejolak politik.

          Masyarakat menyambut dengan tangan terbuka dan tanpa unjuk rasa besar-besaran. Rakyat senang pemerintah peduli terhadap air mata mereka. Tangis kaum pinggiran berganti senyum kebanggaan menjadi warga Indonesia.

          Pengiriman bantuan ekonomi di lakukan namun selalu ada cacat di balik kesempurnaan manusia. Tersebarlah kisah pilu tentang bantuan sosial bagi kaum  pinggiran yang menerima bungkusan sembako dan uang tunai namun tidak utuh.

          Apa yang sebenarnya yang terjadi? Bukankah sudah tersedia sembako dan uang tunai yang cukup? Di mana letak keanehan dalam pengiriman kepada kelompok yang berhak menerima? Apakah ada tata cara bantuan yang rumit?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun