Mohon tunggu...
Nandita Endanina
Nandita Endanina Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

SBM ITB

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mengubah Ide Menjadi Uang dengan 'Ekonomi Kreatif'

7 Mei 2012   00:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:37 1768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_186719" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi. I Ketut Yut Dinastra (25), warga Desa Lodtunduh, Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali, menyelesaikan pesanan puluhan layang-layang naga, Rabu (22/2/2012). Sebagian besar warga desa tersebut menjadi perajin, di antaranya kreasi layang-layang yang tak mengenal musim sepanjang tahun diminati wisatawan, khususnya asing. Harganya pun bervariasi, mulai dari Rp 25.000 per buah hingga sekitar Rp 1 juta untuk layang-layang yang lebarnya bisa mencapai 5 meter./Kompasiana (KOMPAS/Ayu Sulistyowati)"][/caption] Berawal dari salah satu kegiatan praktek mata kuliah Bisnis dan Manajemen di Universitas, Saya dan teman-teman sempat berkesempatan mengikuti pameran INA CRAFT yang diadakan di Jakarta pada bulan April lalu. Saat tengah menjaga barang dagangan sembari diiringi lontaran kata-kata manis pengundang pengunjung, tiba-tiba seorang wanita muda memasuki stand dan langsung menduduki bean bag jualan kami. Tidak perlu waktu lama untuk membujuk sang customer membeli bean bag tersebut karena sepertinya ia memang sudah tertarik sejak awal. Selagi menunggu proses pembayaran selesai, saya mencoba mengakrabkan diri dengannya lewat pertanyaan sederhana seperti barang apa saja yang sudah dibeli selama mengunjungi pameran. Ia kemudian merogoh kantung belanjaan dan menunjukkan sebuah pesawat plastik pada saya,   dengan bangga ia mempromosikan kehebatan terbang pesawat plastiknya yang dapat terbang begitu jauh. Sekilas saya tidak percaya karena semula pesawat tersebut tampak ringkih dan ringan. Namun, setelah ia menerbangkan pesawat tersebut di tengah-tengah lorong, siapa sangka pesawat tersebut mampu meluncur jauh melewati 1 lorong stand Assembly Hall 1, sukses membuat mata saya dan teman-teman terbelalak. Saya iseng bertanya berapa harga pesawatnya dan dengan santai sang customer menjawab, "100 ribu dek". Sungguh menakjubkan! Sebuah pesawat plastik yang sejauh perkiraan saya hanya menghabiskan 20 ribu untuk biaya pokok pembuatannya bisa terjual seharga 100 ribu rupiah dalam pameran tersebut. Itu artinya apabila perkiraan saya benar, sang penjual sanggup meraup untung hingga 400% per pesawat ditambah dengan jumlah omset 3 hari berjualan yang konon bisa mencapai angka puluhan juta di pameran, sekali lagi, sungguh menakjubkan. Lewat pesawat plastik mainan seperti ini saja nilai transaksi ekonomi yang terjadi tidaklah kecil, ditambah lagi dengan kemampuannya untuk memunculkan lapangan kerja. Padahal yang dijual hanyalah mainan pesawat biasa sederhana yang dapat terbang jauh. Inilah dahsyatnya Ekonomi Kreatif, yakni suatu bentuk kehidupan ekonomi yang dimotori oleh berbagai ide kreatif dan diwujudkan ke dalam bentuk barang atau jasa bernilai ekonomi. Istilah Ekonomi dan Kreatif sendiri bukanlah dua kata asing yang baru kita kenal. Yang baru adalah keterkaitan diantara keduanya yang kemudian menghasilkan penciptaan nilai ekonomi yang dahsyat dan lapangan pekerjaan yang baru melalui eksplorasi ide. Dapat disimpulkan bahwa input dan output daripada kegiatan ekonomi kreatif itu sendiri adalah ide. Esensi dari kreatifitas adalah ide. Ide seperti apakah yang dimaksud? Yakni ide yang orisinil dan dapat dilindungi oleh HKI (Hak Kekayaan Intelektual). Bayangkan hanya dengan modal gagasan, seseorang yang kreatif dapat memperoleh penghasilan yang sangat berkecukupan. Seperti halnya pesawat mainan tadi yang merupakan contoh produk ekonomi kreatif. Berbagai produk teknologi seperti permainan komputer, aplikasi-aplikasi untuk pendidikan (pembelajaran), dan sebagainya juga termasuk kategori produk-produk ekonomi kreatif. Dewasa kini, ekonomi kreatif  yang mencakup industri kreatif diyakini negara-negara berbagai belahan dunia dapat memberikan kontribusi bagi perekonomian bangsanya secara signifikan. Pemikiran seperti ini ternyata juga diyakini oleh negara-negara berkembang di dunia termasuk Indonesia. Terlebih lagi, hal tersebut disambut baik oleh pemerintahan SBY di Indonesia lewat diubahnya nomenklatur Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata dengan memasukkan unsur Ekonomi Kreatif dibawah pimpinan Maria Elka Pangestu pada tahun 2006. Penyatuan pariwisata dan ekonomi kreatif ini patut diberikan apresiasi dan dukungan penuh dari masyarakat karena setidaknya menunjukkan komitmen atau political will dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam memajukan sektor ekonomi kreatif di Indonesia. Tidak hanya sambutan baik pihak Pemerintah, dari segi keberhasilanpun peluang industri kreatif di Indonesia dinilai sangatlah besar. Bagaimana tidak? dengan komposisi jumlah penduduk usia muda sekitar 43 persen (sekitar 103 juta orang), Indonesia memiliki basis sumber daya manusia yang banyak sekaligus merupakan pasar terbesar se-Asia Tenggara bagi pengembangan ekonomi kreatif. Ditambah lagi keanekaragaman seni budaya Indonesia  yang terdiri dari lebih 300 suku dan etnis, dapat dimanfaatkan untuk memperkaya konten karya para pelaku ekonomi kreatif sekaligus membuka luas potensi Indonesia pada sektor ini. Melihat juga dari 14 subsektor industri kreatif  terutama film, kerajinan dan musik, untuk pasar dalam negeri sendiri sudah mulai ada pertumbuhan; dimana musik dan kerajinan telah menyumbang lebih dari 96 persen produk domestik bruto (PDB) ekonomi kreatif berbasis seni dan budaya. Selain itu pertumbuhan jumlah perusahaan ekonomi kreatif berbasis seni budaya memiliki tren meningkat, bahkan berhasil menyamai pertumbuhan nasional di 2010 sebesar 7,7 persen. Sementara untuk kerajinan menyumbang rata-rata 37 persen dari total nilai ekspor industri kreatif, dengan rata-rata kontribusi 3 persen terhadap total nilai ekspor nasional. Menyadari besarnya potensi negara ini lewat beberapa uraian diatas, diharapkan Republik Indonesia dapat mengerti bagaimana ekonomi kreatif , yang berfokus pada penciptaan barang dan jasa dengan mengandalkan keahlian, bakat dan kreativitas sebagai kekayaan intelektual, adalah harapan bagi ekonomi Indonesia untuk bangkit, bersaing dan meraih keunggulan  dalam ekonomi global. Jikalau penasaran dengan penghasilan para pelaku ekonomi kreatif; seperti misalnya grup musik terkenal seperti Slank, atau sutradara film papan atas negeri ini, Ternyata toh nilainya tidak kecil dan bahkan lebih tinggi daripada penghasilan kepala manager di dunia perbankan. Sungguh menjanjikan bukan? Well then, say hello to creative economy.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun